Jilid 13

862 16 0
                                    

Yak-bwe tertawa mengikik dan sandarkan diripada tubuh In-nio. Bisiknya: "Siapakah Yang suruh kau menjadi ciciku? Aku sudah tak punya sanak kadang lagi, kalau tak minta tolong padamu habis minta tolong siapa?"

"Ucapanmu Yang menyajat hati itu, mau tak mengurus pun terpaksa harus mengurus. Baik, bangunlah," kata In-nio. Ia mengatur rambut Yak-bwe Yang terurai, kemudian berkata pula: "Dalam pertengahan bulan ini, Cin Siang akan menjelenggarakan rapat besar kaum enghiong. Tentunya kau sudah mengetahui hal itu. Turut pendapatku, Khik-sia tentu akan datang untuk melihat-lihat. Taruh kata ia tak datang, pun disana kita tentu dapat bertemu dengan kawan-kawannya Yang bisa memberi keterangan."

"Kau artikan kita akan pergi juga? Tapi aku pernah bertempur dengan tentara negeri. Walaupun Cin Siang telah mengumumkan takkan menangkap orang-orang Yang pernah melanggar hukum, tapi kitapun tak boleh mempercajainya seratus persen. Dan jangan lupa, bahwa kita ini anak perempuan. ya, meskipun kita dapat menyaru sebagai anak lelaki dengan bagas, tapi ditempat dimana kaum persilatan Yang kasar sama berkumpul, rasanya gerak gerik kita tetap tak leluasa juga," bantah Yak-bwe.

In-nio menertawakan: "Tak usah banyak kekuatiran. Hal itu telah kupikirkan semua. Aku dapat menjaminmu Ayahku sekarang sedang pergi ke Gui-pok. Nah, akan kuambil cap kebesarannya dan kucapkan pada sepucuk surat keterangan. Kita akan menyaru jadi opsir sebawahannya Yang ditugaskan mengurus suatu pekerjaan ke Tiang-an. Siapa Yang berani mengganggu-usik pada kita lagi? Di Tiang-an, ayah mempunyai sebuah pesanggrahan. Kita tak perlu tinggal dihotel, tapi bermalam dipesanggrahan itu saja. Dengan selalu menjauhi kawanan orang persilatan itu, masakan kita takut apa lagi."

Yak-bwe kegirangan dan menjetujui rencana itu.

"Jika berjumpa dengan Khik-sia, aku dapat memberi penjelasan padanya. Juga terhadap urusanmu dengan Tok-ko Ing, karena akupun kenal dengan kakak beradik she Lu, biarlah ku¬minta bantuan Lu Hong-jiu untuk menyampaikan halmu kepada Tok-ko Ing. Dengan demikian, dapatlah urusanmu itu dibebaskan."

Yak-bwe makin girang dibuatnya. Mulutnya tak henti-hentinya menghaturkan terima kasih. „Tahukah kau mengapa ayahku pergi ke Gui-pok?" tanya In-nio. "Bagaimana aku tahu?" sahut Yak-bwe.

"Ialah untuk urusanmu juga. Setelah kotak emas Tian pehpeh kauambil, ia menjad: ketakutan setengah mati. Bukan saja ia batalkan pernikahanmu itu. pun ia berjanji takkan mengganggu wilayah Lu-ciu lagi. Ia menyalakan mau menjadi serekat ayah angkatmu. Kepergian ayahku ke Gui-pok itu, ialah hendak menjadi orang perantara mereka. Ha, adik Bwe, kau sungguh hebat. Peristiwa kau merampas cap kebesaran Tian Pehpeh itu, kelak tentu bakal menjadi buah tutur Yang indah," kata In-nio.

"Jangan keliwat memuji setinggi langit," Yak-bwe tertawa, ".......tentang kepandaian, aku tak nempil padamu. Ilmu permainanmu hui hoa-cu-tiap tadi, sampai membuat aku mengiler benar. Beberapa tahun aku belajar ilmu pedang, tetap tak mampu bermain sedemikian sempurnanya. Cici. dimasa kecil kau sering memberi petunjuk padaku, sekarang aku hendak minta petunjukmu lagi."

Suasana pertemuan dan pembicaraan dgn In-nio itu, telah memberi banyak kegembiraan pada Yak-bwe. Karena hari masih belum' gelap, ia lantas cabut pedangnya dan mainkan ilmu pedang hui-hoa-cu-tiap. la minta In-nio memberi petunjuk dibagian Yang masih kurang baik. Baru bermain sampai 10-an jurus lebih, tiba-tiba terdengar orang berseru: "Ilmu pedang Yang bagus!"

Cepat-cepat Yak-bwe hentikan permainannya. Dilihatnya di dalam taman muncul seorang pemuda. Dan pemuda Itu, astaga ........ kiranya sipemuda desa Yang dijumpainya dirumah makan itu.

Pemuda itu tertawa berkata: "Orang hidup tentu sering berjumpa. Sungguh tak nyana disini kita saling berjumpa lagi."

Yak-bwe dekki mata dan membentaknya: "Mengapa kau berani masuk kedalam taman Ini?"

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang