Jilid 12

915 14 0
                                    

Kedua saudara Tok-ko saling berpandangan satu sama lain. Kemengkalan hati Tok-ko Ing masih belum reda, namun ia tak mau memaki-maki "bangsat" lagi kepada Khik-sia.

Tok-ko Ing amat menyayang sekali akan kudanya itu. Walaupun kuda kesayangannya itu kena sebatang jarum bwe-hoa-ciam, ia duga tentu tak jadi halangan. Asal jarum itu lekas-lekas dikeluarkan dan kuda diberi obat seperlunya, tentulah akan sembuh. Apalagi ia selalu membawa batu sembrani untuk alat penyedot jarum bwe-hoa-ciam. Tapi alangkah kejutnya ketika ia menghampiri kuda itu ternyata binatang itu mulutnya mengeluarkan busa putih. Dan kalau dulunya kuda itu seekor kuda putih yang tegar, kini berubah menjadi seekor kuda hitam. Waktu sudah dekat, Tok-ko Ing tercium bau yang busuk.

"Itulah akibat dari kena jarum bwe-hoa-ciam yang beracun!" seru Tok-ko U demi turut menghampiri.

Kemarahan Tok-ko Ing tadi masih belum reda. Waktu mendengar keterangan engkohnya itu, berkobarlah lagi amarahnya itu. "Betul-betul seorang wanita siluman yang ganas! Kurang ajar sekali, tanpa suatu alasan apa-apa ia sudah membunuh kuda kesayanganku dengan jarum beracun. Hm, Toan Khik-sia itu juga bukan orang baik. Tak peduli dia itu seorang pendekat kecil atau besar, pokok dengan galang-gulung bersama seorang perempuan jahat, ia tentu juga bukan manusia baik!" nona itu memaki-maki untuk melampiaskan kemarahannya.

"Urusan ini memang agak aneh," kata Tok-ko U.

"Apanya yang aneh?" tanya sang adik.

"Masih ingatkah kau kepada Sin-ciam-chiu Lu Hong-jun?" tanya Tok-ko U.

Tok-ko Ing merah mukanya dan bersungut: "Perlu apa kau sebut-sebut namanya? Apa hubungannya dengan dia?"

"Ah, jangan marah-marah dulu, toh aku belum selesai mengatakannya. Coba jawab, apakah kau masih ingat akan beberapa hal yang dikatakannya tempo hari itu?" tanya Tok-ko U pula.

"Tentang apa?"

"Bukankah ia pernah mengatakan tentang diri Toan Khik-sia yang katanya sudah mempunyai seorang tunangan, yaitu puteri angkat dari Sik Ko, ciat-to-su dari Lu-ciu. Dulu nona itu bernama Sik Hong-jun pula, bahwa nona Su itu juga seorang pendekar wanita. Tapi entah bagaimana, ia telah cekcok dengan Khik-sia terus lolos tak ketahuan tempat tinggalnya lagi. Kini Toan Khik-sia itu ubek-ubekan mencarinya kemana-mana."

"Benar, Lu Hong-jun memang pernah mengatakan begitu. Ai, kalau begitu, apakah nona jahat yang melepas bwe-hoa-ciam pada kudaku itu Su Yak-bwe?"

"Lha, itulah makanya kukatakan kalau urusan ini agak aneh," kata Tok-ko U, "Khik-sia berjalan bersama nona itu. Karena Khik-sia memanggilnya 'nona Su', teranglah kalau ia itu tentu Su Yak-bwe. Jika mereka berdua sudah rukun kembali, biarlah, kita tak usah pedulikan. Tapi Su Yak-bwe itu seorang pendekar wanita dan seorang nona dari keluarga ternama. Mengapa tanpa suatu sebab ia membunuh kudamu dengan bwe-hoa-ciam? Ya, mengapa begitu melihat kami berdua, ia lantas bersikap memusuhi? Tidakkan hal ini aneh?"

Tok-ko Ing cibirkan bibirnya: "Apa yang disohorkan orang tentang pendekar besar, pendekar kecil dan pendekar wanita itu, memang tak dapat dipercaya penuh. Siapa tahu kalau Toan Khik-sia dan Yak-bwe itu juga orang macam golongan begitu?"

Tok-ko U gelengkan kepala: "Siapa yang tak tahu akan kemasyhuran nama Toan Khik-sia sebagai pendekar utama? Tentang Su Yak-bwe, walaupun tak setenar Toan Khik-sia, tapi Lu Hong-jun pun mengatakan kalau ia itu seorang pendekar wanita, tentunya ia takkan berbuat hal-hal macam tingkah seorang perempuan siluman begitu."

Tok-ko Ing tertawa menghina: "Yang didengung-dengungkan orang itu adalah palsu, apa yang kita saksikan sendiri barulah tulen. Kalau mereka memang ternyata jahat, apakah kita tak mau percaya?"

"Tapi masih ada lain hal yang mencurigakan. Jika dipikirkan, sampai sekarang aku masih belum mendapat jawabannya," kata Tok-ko U.

"Apakah mengenai peristiwa malam itu?" tanya Tok-ko Ing.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang