Jilid 7

876 17 1
                                    

Kali ini pun Khik-sia membuat kesalahan pula. Dengan membawa-bawa nama Thiat-mo-lek ia kira dapat mempengaruhi tunangannya. Siapa tau Yak-bwe malah makin muring-muring.

"Apa peduliku kepada omongan lain orang? Yang kuingat hanyalah satu, ialah kau sudah menyatakan memutuskan segala hubungan padaku. Sejak ini, kau kerjakan urusanmu sendiri dan aku lakukan kehendakku sendiri. Tali pertunangan kita sudah putus, jadi aku dan kau tiada hubungannya sama sekali. Harap kau hormati kata-katamu itu sendiri dan janganlah terus mengganggu diriku," demikian semprot Yak-bwe dengan tertawa dingin.

Keruan Khik-sia menjadi kikuk, ia menyengir. Dengan terputus-putus ia menerangkan: "Hal itu adalah kelimbunganku dahulu, aku, aku ...."

Baru ia hendak mengakui kesalahannya, Yak-bwe sudah membentaknya keras-keras: "Kau mau menyingkir tidak? Jikai kau tak mau menyingkir, biarlah aku yang pergi!"

Tiba-tiba terdengar suara Tok-ko Ing berseru: "Su-toako, ada apakah? Dengan siapa kau bicara?"

Menyusul Tok-ko U pun berseru keras: "Sahabat dari manakah itu? Tengah malam buta datang kemari, hendak bermaksud apa?"

Kiranya kedua kakak beradik itu mendengar juga pertengkaran mulut Khik-sia dan Yak-bwe tadi. Mereka kira kawanan ko-chiu (jago lihay) pihak pemerintah telah mengetahui bahwa Tok-ko U telah menyembunyikan 'seorang hohan dari Kim-ke-nie'.

Bergegas-gegas kedua kakak beradik itu memburu datang. Pada saat itu Khik-sia tengah pentang lengannya menghadang Yak-bwe. Jalanan di dalam taman bunga situ berliku-liku dan saat itu Khik-sia tepat berada di tengah gunung-gunungan palsu. Malam itu rembulan remang. Dari kejauhan orang tentu mengira bahwa Khik-sia sedang hendak menangkap Yak-bwe, sementara Yak-bwe tengah berusaha menghindar diri.

Melihat itu, Tok-ko Ing gugup sekali. Ia kuatir kalau terlambat sedikit saja, tentulah 'Su-toako'nya itu kena tertangkap lawan. Begitu sang tubuh melesat maju, belum kakinya sempat menginjak bumi, pedangnya sudah maju menusuk Khik-sia.

Ilmu pedang ajaran Kong Sun toanio itu bukan olah-olah hebatnya. Apalagi Tok-ko Ing begitu buru-buru hendak menolong Yak-bwe. Ia keluarkan jurus serangannya yang lihay. Kecepatannya laksana kilat menyambar. Khik-sia hanya sempat berteriak kaget, karena belum lagi ia dapat menyerukan supaya Tok-ko Ing hentikan serangannya dulu, si dara sudah menyerang beruntun-runtun tiga kali. Terpaksa Khik-sia gunakan ginkangnya yang lihay untuk berputar menghindar.

Satu demi satu ia kelit ketiga serangan kilat itu. Jangankan orangnya, sedang ujungnya baju pemuda itupun Tok-ko Ing tak mampu menyerempetnya. Tapi sekalipun begitu, Khik-sia menjadi keripuhan juga. Mata dan seluruh perhatiannya terpaksa ia curahkan ke arah gerak ujung pedang si dara. Oleh karena itu terpaksa ia tak dapat bicara.

Juga Tok-ko Ing tak kurang terkejutnya demi mengetahui kelihayan "musuh". Ia perhebat lagi serangannya itu. Derasnya seperti ombak di sungai Tiang-kang. Bergulung-gulung tiada putus-putusnya. Dan setiap jurus serangannya itu mengandung penuh perubahan-perubahan yang tak terduga. Ayal sedikit saja, Khik-sia pasti kena diganyang.

Tok-ko U hanya mengikuti permainan adiknya itu dari samping saja. Dalam hal kesabaran, ia memang lebih sabar dari sang adik. Setelah lewat beberapa gebrak, tahulah ia bahwa tetamu yang tak diundang itu jauh lebih lihay beberapa kali dari adiknya. Diam-diam ia membatin: "Luka Su-toako itu baru saja sembuh. Kepandaiannya tak jauh dari Ing-moay. Dengan memakai pedang saja, Ing-moay tak mampu menandingi orang itu. Apalagi Su-toako tadi hanya dengan tangan kosong saja. Kalau orang itu sungguh-sungguh bermaksud hendak menangkapnya, tadi-tadi tentu sudah kena."

Baru Tok-ko U hendak meneriaki adiknya supaya berhenti agar dapat menanyai tetamu itu, tiba-tiba terdengar suara bergemerincing. Kiranya setelah mendapatkan ilmu pedang Tok-ko Ing bukan olah-olah hebatnya, kalau hanya mengandalkan ilmu gin-kang saja, Khik-sia merasa kuatir. Dan kedua kalinya, anak muda itu marah juga. Demikian akhirnya ia ambil putusan untuk balas menyerang. Menggunai kesempatan Tok-ko Ing hendak merubah gerakannya, secepat kilat Khik-sia maju merapat dan gunakan dua jarinya untuk menutuk batang pedang si dara.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang