Jilid 29

359 6 0
                                    

Sebaliknya Se-kiat tak marah malah tertawa geli: "Oh, kiranya nona Kay sudah menjadi permaisuri? Kiong-hi, kiong-hi! Kay toako, jangan sampai melukai adikmu, ya!"

"Baiklah, bengcu, aku hanya akan meringkus budak yang tak tahu adat ini," sahut Thian-hau. Memang kepandaian Thian-hau lebih tinggi daripada adiknya. Tapi jika hendak meringkusnya, bukanlah semudah seperti apa yang diucapkan.

"Aku tak takut padanya! Dinda Thian-sian, jangan kuatir. Setelah kuberesi bengcu ini, aku tentu membantumu!" teriak Tomulun.

"Kau mau memberesi aku? Ah, tak mudah, kawan!" Se-kiat tertawa gelak-gelak. Pada saat itu ia sudah menemukan siasat untuk menawan Tomulun. Ketika Tomulun menusuk sekuat-kuatnya, Se-kiat lekatkan ujung pedangnya ke tombak, terus menariknya pelahan-lahan. Seperti disedot magnit, Tomulun menjorok ke muka dan hampir saja terjerembab. Buru-buru ia perbaiki kuda-kuda kakinya. "Kau gunakan ilmu apa itu? Aku tak pernah melihat ilmu semacam itu!"

"Justeru aku hendak mempertunjukkan ilmu itu supaya matamu terbuka," sahut Se-kiat.

Dengan siasat menindas kekuatan lawan, walaupun Tomulun menusuk kalang-kabut, tetapi tetap tak mengenai. Dan karena mengobral tenaga, putera raja Ki itu kehabisan tenaga dan mandi keringat.

Itulah saat yang dinanti-nantikan Se-kiat. Beberapa jenak kemudian, napas Tomulun pun tersengal-sengal hampir putus dan tampaknya ia tak dapat bertahan lagi. Sekonyong-konyong muncul seorang pemuda dan seorang pemudi terus menyerang maju. Mereka bukan lain In-nio dan Bik-hu. Karena Bik-hu mengenakan pakaian thaubak dan In-nio memakai pakaian anak buah Tiau-ing, maka anak buah Se-kiat mengira kedua pemuda itu sebagai kawannya sendiri dan dibiarkan saja.

Mendengar belakangnya disambar angin senjata, Se-kiat mengisar tubuh dan terhindar dari serangan Bik-hu. Namun pedang Se-kiat itu tetap melekat pada batang tombak Tomulun. Kehabisan napas dan ditindas dengan lwekang Se-kiat, Tomulun rasakan tombaknya itu berat sekali. Hampir saja ia tak kuat mengikuti dibawa berputar dua kali oleh Se-kiat.

Melihat putera raja Ki itu sudah tak kuat mempertahankan tombaknya lagi, In-nio cepat gunakan jurus kim-ciam-to-kiap. Trang, ia berhasil mencongkel pedang Se-kiat terlepas dari tombak.

Timulun seperti terlepas dari beban berat. Namun walaupun napas tersengal-sengal ia tak mau mundur. In-nio segera membentaknya: "Ai, cici Kay kewalahan melawan engkohnya, mengapa kau tak membantunya."

"Orang she Bo, hari ini pertempuran kita belum selesai, lain hari kita sambung lagi!" seru anak raja itu. Memang ia mengerti bahwa kepandaian Se-kiat lebih unggul tetapi tak tahu ia dimana letak keistimewaan dari kepandaian lawannya. Oleh karena itu walaupun terdesak, ia tetap pantang menyerah.

Sambil lintangkan pedang di dada, Se-kiat menghela napas: "In-nio, apakah kita tak dapat menghindari pertempuran?"

"Terserah padamu. Pui sute, mari kita pergi," In-nio mengajak Bik-hu. Sikap In-nio itu menandaskan, jika tak diserang, iapun tak mau menyerang orang. Asal Se-kiat tak mengganggu, iapun akan pergi tanpak banyak rewel.

"Se-kiat, jangan lupa ia anak perempuan Sip Hong!" teriak Tiau-ing.

Timbul pikiran Se-kiat: "Jika saat ini In-nio bebas, lain hari Sip Hong tentu menyerbu kemari dan aku terpaksa harus angkat senjata. Ai, kalau sampai bertempur dengan tentara negeri tentu kesulitan makin besar."

Dengan pemikiran itu, Se-kiat lari mengejar lagi.

Walaupun pasukan Tomulun sudah bergabung dengan pasukan wanita dari Kay Thian-sian, tetapi tetap masih kalah banyak dengan anak buah Se-kiat. Memang tak sedikit rintangan yang diberikan oleh pasukan wanita, tetapi dalam waktu singkat Se-kiat berhasil juga mengejar In-nio dan Bik-hu. Dengan jurus pek-hong-koan-jit (bianglala menutup matahari) tampaknya Se-kiat menusuk In-nio, tapi di tengah jalan tiba-tiba dibelokkan arahnya untuk menyerang Bik-hu.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang