Chapter 3

173 18 1
                                    

Hari sudah hampir sore saat Liam dan Beth selesai bermain di taman kecil dengan sebuah jalan setapak tak jauh dari sekolah mereka. Siang itu setelah jam pulang sekolah, Henry dan teman-temannya kembali berusaha untuk mengganggu Liam. Untung Beth melihatnya dan segera melaporkan Henry ke guru piket.

Beth segera menarik tangan Liam dan pergi meninggalkan Henry yang sedang diceramahi. Mereka melihat sebuah taman kecil saat sedang berlari dan memutuskan untuk singgah sebentar.

"Aku harus pulang, Beasley. Orangtuaku pasti akan panik jika aku tidak segera pulang. Kau juga harus pulang," Beth bangkit dari ayunan yang sedang mereka duduki.

"Aku akan duduk disini sebentar lagi."

"Ada apa? Apa yang sedang kau sembunyikan?" Beth mengerutkan keningnya dan kembali duduk sambil menatap lurus kearah Liam. Yang ditatap jadi salah tingkah.

"Eh? Kenapa Beth?"

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku. Kau tampak enggan pulang kerumah. Kalau kau tetap disini, Henry dan teman-temannya akan melakukan sesuatu kepadamu."

Liam melihat kedalam mata Beth yang tampak tulus khawatir kepadanya. Kenapa? Apa yang dilihat seorang Bethany Smith dari dirinya? Mengapa Beth begitu peduli pada dirinya? Tapi Liam merasa tenang dibawah tatapan Beth dan memutuskan untuk bercerita kepada Beth.

"Kau lihat wajahku, Beth?" tanya Liam. Beth memutar matanya jengah.

"Itu LAGI Beasley? Sudah kukatakan ratusan kali aku tidak takut dengan wajahmu," Beth menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan dengan emosi. Kebiasaan Beth jika sedang emosi.

"Aku tau kau tidak takut dengan wajahku Beth, kau sudah mengatakannya ratusan kali, bagaimana mungkin aku lupa?"

"Jadi? Kenapa barusan kau kembali mengatakannya?"

"Wajahku Beth," Liam menatap Beth sambil memegang luka di wajahnya. "Ayahku yang membuatnya menjadi seperti ini," lanjut Liam sedih. Mata jernih Beth langsung membulat saat mendengar jawaban Liam.

"Your Dad?" Beth berusaha meyakinkan telinganya tidak salah dengar.

"Dia berbeda jauh dari ayahmu. Ayahku sangat emosional, ia temperamental, pemabuk dan suka berjudi. Ia selalu melampiaskan amarahnya kepada ibuku, dan saat aku berusaha membela ibuku, inilah yang terjadi," Liam mengetukkan jari telunjuknya kearah wajahnya.

"Kalau begitu, kau bisa menginap dirumahku! Kau tidak perlu pulang kalau tidak mau," Beth bangkit berdiri dan memegang bahu Liam yang terkulai lemas.

Liam terlihat begitu sedih dan Beth tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang dijalani sahabatnya ini. Ayahnya memukulinya sampai meninggalkan bekas luka sebesar itu di wajahnya, ia dikucilkan karena semua orang takut dengan bekas luka menakutkan itu, bahkan Henry dan kawan-kawannya sering tertangkap sedang membully Liam.

Bagaimana mungkin Liam sanggup menanggung semua itu dengan tubuh kecilnya? Umurnya sama dengan Bethany tapi kehidupan Bethany bisa dikatakan seperti surga jika dibandingkan dengan Liam.

"Kau bercanda Beth. Orangtuamu bisa pingsan jika tau kau punya teman seperti diriku," Liam tersenyum ,sedangkan bibir Beth mengerucut mendengarnya.

"Tidak ada yang salah dengan dirimu! Aku tidak suka kalau kau sedang berbicara seolah dirimu itu adalah sebuah bencana," hardik Beth.

Liam menatap Beth yang sedang menatapnya garang. Bolehkah ia merasa seolah ia dibutuhkan ketika sedang bersama Beth? Bolehkah ia merasa seolah dirinya berharga? Seolah ia layak disayangi?

BEASTLY LOVEWhere stories live. Discover now