Chapter 13

76 11 2
                                    

Siang di Paris begitu terik, Parisian terlihat berseliweran di lorong-lorong jalan yang terlihat bak muncul dari buku cerita di dongeng. Café terlihat sibuk dengan orang-orang yang ingin mencari segelas dosis caffeine. Seniman jalanan terlihat menutupi jalanan Utama di kota Paris, menarik para turis yang penasaran dengan kesenian local daerah Paris. It is really easy to falling in love with this city. Bethany tidak berhasil menemukan satu hal pun yang tidak ia sukai dari Paris. Segalanya terlihat begitu magical dan ia berharap semuanya tidak akan berakhir, ia bisa berada lebih lama lagi di Paris dan tidak perlu kembali ke U.K. Everything is so perfect.

'But... it can be better than this actually..' bisik Bethany didalam hati sambil melirik kearah pria yang sedang berdiri disebelahnya. William Isaac Blade sibuk dengan handphonenya sambil sesekali melihat jam tangannya, alisnya sesekali berkedut saat melirik kearah jam tangan, seolah ia sedang menunggu seseorang.

William membawa Bethany ke sebuah café di Place de La Concorde, salah satu main square di area Paris yang dipadati turis. Ia sudah berkali-kali bertanya kepada William apa yang sedang mereka lakukan di café ini. Tapi tentu saja William tidak menjawab pertanyaan Bethany, jangankan menjawab, menoleh pun tidak. Bethany benar-benar meradang melihat tingkah pria dihadapannya. 

Satu jam lebih... sudah satu  jam lebih mereka duduk di area luar café ini tanpa melakukan apapun. Bethany memijit kepalanya yang masih terasa agak pusing karena hangover semalam. Daripada menemani pria dihadapannya ini duduk tanpa melakukan apapun, lebih baik ia kembali ke hotel dan kembali tidur.

"Sebenarnya apa yang sedang kita lakukan disini Sir Blade yang terhormat?" Bethany kembali bertanya dengan nada jenuh kearah WIlliam. Ini sudah keempat kalinya ia menanyakan pertanyaan yang sama selama satu jam lebih tanpa mendapatkan jawaban apapun. Dan tentu saja, kali ini ia masih mendapatkan respon yang sama. Nihil.

"Listen, William! My head is going to explode. Kepalaku pusing dan aku lebih baik kembali ke hotel daripada harus duduk disini berjam-jam tanpa melakukan apapun," seru Bethany.

Kali ini William mengalihkan pandangannya dari handphone dan menatap perempuan didepannya dengan dingin. Jika tatapan mata seseorang bisa membunuh, Bethany pasti sudah ada dirumah sakit sekarang, dengan banyak selang terpasang di tubuhnya, berharap pada keajaiban supaya ia bisa hidup. 

"Demi Tuhan Bethany, bisakah kau berhenti berbicara sebentar?"

"Excuse me! AKu tidak berbicara apapun sejak tadi. I just asked you one question. One freaking question and you've been ignoring me for an hour."

"Well you are excuse," gumam WIlliam.

"Kau masih belum menjawab pertanyaanku."

"Sejak kapan aku HARUS menjawab pertanyaanmu? Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu. Perlukah aku mengingatkan kalau bukan diriku yang punya kewajiban disini," jawab William. Bethany sungguh bingung dengan pria ini. ia tidak pernah bisa berada berdekatan dengan William tanpa harus berargumen.

"You're really a jerk," gumam Bethany sambal mengepalkan tangannya. Namun pria dihadapannya tidak terlihat bergeming. Ia malah melirik kearea main square, dan memperhatikan seorang street performer yang tampak bersiap-siap untuk menyanyi.

"Watch it and be quiet for a while, young lady," William melihat kearah Bethany dan menunjuk kearah street performer tersebut dengan dagunya.

There are a small band preparing to perform. Pengiring music dari band tersebut sudah mulai menekan tuts-tuts alat music, means they are ready for the show. Dan ketika vocalist perempuannya mulai bernyanyi, mata Bethany seolah-olah terhipnotis. Its Now and Forever, her favourite song ever since she was a kid. Ia sungguh menyukai lagu itu karena kedua orangtuanya sering menyanyikan lagu tersebut ketika ia masih kecil. Kenangan dimana masa kecilnya begitu bahagia dengan kehadiran orang tua yang ia cintai.  Ketika keluarganya masih terasa lengkap.

BEASTLY LOVEWhere stories live. Discover now