William menggendong tubuh Bethany yang terkulai lemas setelah menenggak segelas minuman yang disodorkan Farrel. Setelah puas mengumpat sahabatnya itu, William langsung dengan cepat menggiring Bethany kembali kedalam mobil sambil menutupi wajah wanita tersebut.
Segera setelah Bethany duduk didalam mobil milik William, Bethany langsung menyandarkan kepalanya di jendela mobil. Belum sampai sepuluh menit kemudian, Bethany sudah kehilangan kesadaran sepenuhnya. William sempat diam memperhatikan Bethany, menimbang-nimbang apakah sebaiknya ia menyuruh Noah membawa Bethany kekamarnya?
Tapi bayangan kalau Bethany berada dalam pelukan pria lain, meskipun itu adalah asistennya sendiri ternyata sangat mengganggu.
"Kau, Bethany Smith, tidak akan pernah lagi bersentuhan dengan alcohol," gumam William setelah membaringkan Bethany didalam kamarnya. Ia kemudian berhenti sejenak dan duduk disisi kasur Bethany. "... Tidak selama kau ada dalam pengawasanku," lanjutnya pelan.
"Ugh..." Bethany berguling ke sisi kanan dan sekarang wajahnya menghadap kearah William. Wajah wanita muda tersebut berkerut, seolah ada mimpi buruk yang mengganggunya. William yang menyadari hal tersebut langsung mengelus pelipis Bethany yang berkerut dan berbisik pelan.
"It's fine, everything's gonna be just fine."
Setelah puas memperhatikan Bethany yang tertidur tenang, William mengangkat tangannya dari pelipis Bethany. Ia berdiri dari sisi tempat tidur Bethany dan hendak bergegas kembali kekamarnya. Namun tiba-tiba Bethany meraih tangan William dan membuat William menghentikan langkahnya untuk menoleh kearah Bethany. Wanita tersebut sedang menatapnya lurus, seperti sudah tersadar dari mabuknya.
"Liam? Is that you?"
William menyipitkan matanya sambil memandang Bethany. Ia melihat sorot mata Bethany yang menatapnya sedih.
"Bethany? Are you still drunk?"
"Liam!! Kau Liam kan? My Beasley!"
"No, Bethany. I'm not..." William menggeleng dan berusaha melepaskan cengkraman Bethany dari pergelangan tangannya.
"Why...?" bisik Bethany membuat William tersentak dan langsung mendongak. Ia terkejut saat melihat Bethany sedang menangis. "I keep waiting for you, but you never come. Kenapa Beasley? Apa karena aku sudah kehilangan semuanya jadi kau pergi dan tidak pernah mau kembali lagi?" Bethany memandang William dengan mata yang memerah menahan tangisannya.
"Bethany stop."
"Where are you when I need you the most? Dimana dirimu waktu mama meninggal? Dimana kamu waktu aku diusir dari rumah keluarga kami? Dimana kamu saat aku dikucilkan seluruh sekolah? Aku pikir... aku pikir..." Bethany sekarang terisak. Nada suaranya begitu memilukan ditelinga William. Ia merasa sedih saat membayangkan Bethany harus menghadapi semuanya sendirian.
"Bethany... I'm sorry to hear that."
"Aku menunggumu, kau tau? Karena kau pernah berjanji kalau kita akan selalu bersama. You said, even if the whole world would leave me alone, you'll always be there for me. Ja-Jadi aku selalu menunggumu kembali, tapi kamu tidak pernah datang... I miss you so much it hurts..."
"Beth..."
"I miss that nickname. Jangan pergi lagi Liam, tetap disini," Bethany tersenyum tipis sebelum matanya terpejam dan William harus kembali membaringkannya di kasur.
Lama setelah William memperhatikan kembali wajah pulas Bethany, ia melepaskan lengannya dari tangan Bethany. Ia menarik selimut Bethany hingga sampai batas leher dan menghela nafas panjang.
"Apa yang harus aku lakukan kepadamu?" William memijat pelan pangkal hidungnya. "Mabuk sambil mengatakan kata-kata seperti itu dihadapan seorang pria dewasa, bukan pilihan yang cerdas..." William kembali menghembuskan nafas panjang.
YOU ARE READING
BEASTLY LOVE
RomanceWilliam Isaac Blade, seorang casanova yang hatinya tidak pernah terjamah oleh seorang wanita. Tampan, kaya raya dan memiliki segalanya. Wanita mana yang tidak akan jatuh hati padanya? Tapi benarkah seoang Blade tidak pernah mencintai seorang wanita...