Buat Juna yang memang nggak begitu pengalaman soal urusan cewek, mendekati seorang cewek jauh lebih sulit rasanya dibanding mengurus dan menulis laporan LCA* dari lapangan tempatnya bertugas.
(*LCA: Life Cycle Assessment, metode untuk mengevaluasi konsumsi energi dan bahan mentah (emisi) yang dikeluarkan ke lingkungan, seperti limbah produk mau pun sistem.)
Untuk membuat laporan Juna punya panduan dari buku-buku, bahkan Mbah Google sudah tersedia baginya untuk mempermudah laporan yang dia buat.
Tapi beda dengan mendekati seseorang. Bahkan Google pun nggak punya cara cepat atau informasi yang akurat untuk itu.
There is something that even Google doesn't know. Termasuk cewek. Makhluk ciptaan Tuhan yang satu itu bahkan nggak bisa dihitung dengan rumus apa pun.
Dan Aya juga tidak bisa dihitung dengan rumus atau dipecahkan dengan metode apa pun. Juna yang selalu berpikir keras pada akhirnya memutuskan untuk berhenti berpikir.
Awalnya Juna yakin kalau Aya juga menyukainya. Sejak dari seminar dua minggu yang lalu, dengan keduanya yang saling berbagi earphone dan have a little chit chat di kursi belakang, rasa percaya diri Juna untuk confess meningkat. Tapi ketika dia melihat Aya tersenyum dan mengobrol dengan mahasiswa yang lain, Juna jadi berpikir lagi, berpikir lagi, lagi, dan lagi.
Terus aja kayak gitu sampai kata 'lagi' dihapus dari KBBI.
Fuck all of this shit, he will get that girl for sure.
But... how?
Kesannya benar-benar tidak adil ketika Juna masih berdiri di samping Aya, memerhatikan Aya dengan pikiran yang mulai kalang kabut sementara yang diperhatikan justru kelihatan santai dengan wajah kalem dan cantik.
Cantiknya Aya ini benar-benar kurang ajar memang, sampai bisa bikin batin Juna jadi kayak kucing yang bongkar-bongkar ikan di dapur.
"Nanti ini laporannya aku kasih ke Kakak atau Pak Syahri?" tanya Aya, membuat Juna sedikit kaget.
"Laporannya kasih ke aku aja." Juna mengangguk kecil namun hati kecilnya menambahkan.
Kalau bisa hatinya juga kasih sekalian, Neng.
Aya hanya mengangguk, tersenyum kecil pada Juna dan membuat Juna makin ingin mengumpat karena cantiknya Aya makin kurang ajar. Kalau kayak gini bisa-bisa Juna langsung meluk nih. Boleh?
Oh, nggak. Nggak mungkin dia kayak gitu pas lagi tugas di lapangan.
Tahan ya, Jun. Batinnya.
Beberapa menit kemudian tidak ada pembicaraan antara Juna dan Aya. Keduanya kembali diam dengan Aya yang sibuk mencatat dan Juna yang mengawasi adik tingkatnya yang satu itu. Ada sekitar 20 menit sampai akhirnya seluruh anak FTI diperbolehkan untuk kembali ke kampus.
Juna tengah duduk di motor Kawasaki Ninja miliknya ketika Aya datang menghampirinya dan menyodorkan kertas yang sudah dijepit dengan paper clip.
"Ini laporannya, Kak," kata Aya.
Juna menerima laporan tersebut, membacanya sekilas sebelum dia mengeluarkan salah satu kertas dari dalam tasnya, menyatukannya dengan laporan yang diberikan Aya dan memberikan laporan itu kembali pada si pemilik.
"Coba kamu cek ulang."
"Ada yang kurang?"
Juna hanya menjawabnya dengan pundak yang dia angkat cepat.
Ini hari pertamanya terjun ke lapangan dan laporannya sudah tidak benar begini? Serius? Tapi Aya yakin betul kalau laporannya tadi lengkap.
Dengan perasaan sedikit was was, Aya kembali memeriksa laporannya lembar demi lembar, sampai akhirnya dia tiba pada halaman yang terakhir.
Halaman yang terakhir bukan bagian dari laporannya. Di bagian belakangnya bukan laporan yang tertulis, tapi satu kalimat singkat. Oh, bahkan hanya dua kata.
BE MINE?
Aya memandangi Juna yang masih duduk di motor, sementara yang dipandangi menggaruk tengkuknya kikuk lalu turun dari motor.
"Aku tahu ini nggak ada romantis-romantisnya. Di pabrik lagi," jelas Juna selagi dia berjalan mendekati Aya dan berhenti dengan jarak kurang lebih satu meter di antara mereka. "But can we become a lover instead of being a senior and junior?"
Aya jelas saja bingung. Entah dia mimpi atau apa, tapi seorang Arjuna Dwi Purnama baru saja memintanya untuk jadi...
"Kamu bisa maju, give me a hug. Atau kamu bisa mundur dan pergi kalau nggak nerima aku." Juna kini berhenti menggaruk tengkuknya dan memandangi Aya. "Tapi jalannya sampai ke luar gerbang aja ya? Baliknya bareng aku, jangan sendirian."
Dalam hati, Juna sudah siap dengan Aya yang mungkin akan mundur. Tapi nampaknya, Tuhan menakdirkan Juna untuk menambahkan list kebahagiaannya dengan nama Aya di dalam list tersebut.
Ketika Aya maju dengan pipinya yang memerah, Juna tahu kalau Aya sudah berubah. Bukan sekadar Ayara Josephine Baskoro saja, tapi Ayara Josephine Baskoro-nya Arjuna.
Dan di saat Juna menarik Aya ke dalam pelukannya, niat Juna semakin bulat. Arjuna ini juga sudah jadi kepunyaan Aya.
"Kamu tahu nggak, pabrik sebenarnya tempat yang lumayan romantic."
"Romantic buat cewek lain tuh cafe sama dinner paling nggak di Giggle Box. Yah... romantis menurut aku nggak harus kayak gitu sih," timpal Aya, membuat Juna langsung mencubit hidungnya gemas.
"Kalau buat aku pabrik itu romantis. Confessing di pabrik biar cintanya nggak abis. Kan cintanya jadi diproduksi terus," tawa Juna iseng selagi dia memberikan helm pada Aya.
"Pabrik juga bisa bangkrut lho."
"Aku tahu kok. Makanya nanti pabrik cintanya kamu kalau bangkrut jangan ditutup ya, Aya. Biar kita bikin pabrik cinta yang baru, dari awal juga nggak masalah, asal itu sama Aya. Kalau bisa pabrik cintanya buat Juna jangan sampai bangkut."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown (✓)
ChickLit[Short Stories] Love is unknown, but love is not blind. It sees more not less. But because it sees more, it chooses to see less. #121 in ChickLit: 10.14.2017 Started: June 10, 17.