Baik Juna mau pun Dimas sudah kenal betul dengan cowok bernama Jodi Erlangga Hartanto yang sekaligus jadi anak geng mereka.Jodi namanya, yang dulu terkenal sebagai seksi acara OSIS di SMA ini seakan nggak bisa dipisahkan dengan makanan yang berbumbu. Jodi dan micin itu satu, kayak dua sisi koin yang sangat amat mustahil untuk dipisahkan.
Bukan Jodi namanya kalau setiap istirahat atau pelajaran matematika izin ke toilet—padahal itu hanya seadar alibi untuk belok ke kantin—dan pulang ke kelas dengan membawa Chitato, Taro, Lays, dan makanan lain yang dimasukkan berbagai penyedap rasa.
3 tahun kenal Jodi dengan berada di kelas yang sama setiap tahunnya, Juna dan Dimas yakin kalau Jodi akan jadi cowok dengan pola makan yang kurang sehat ke depannya. Bahkan Jodi lebih parah dari anak kuliahan yang tiap hari makan indomie.
Bukan cuman indomie, sampai chiki seribuan juga disikat sama cowok satu itu.
Dan saat mengikuti SBMPTN bersama, Juna dan Dimas tidak bisa berhenti tertawa begitu Jodi bilang dia akan mendaftarkan namanya untuk masuk ke SF*.(*SF: Sekolah Farmasi.)
“Seriously, Jod, joke lo lame banget.” Juna menepuk pundak Jodi. “Lo belajar ngelawak dari Dijah Yellow, hah?”
“Jodi si pecinta micin mau kerja di apotek? Bentar. Gue mau ketawa dulu.”
Itu balasan yang Juna dan Dimas berikan di sela tawa mereka karena jawaban Jodi. Lagian, rasanya mustahil. Jodi itu susah untuk dipisahkan dengan micin.
Dan sekarang Jodi bilang dia bakal mendaftarkan namanya duntuk jadi orang yang membuat obat karena penyakit yang ditimbulkan micin? Lamest joke ever.
Tapi itulah kenyataannya. Dua temannya benar-benar terkejut saat melihat Jodi dengan bangganya menunjukkan name tag-nya.
“See? Gue beneran masuk farmasi. Masih mau ketawa lo pada?”
Pada akhirnya, baik Juna mau pun Dimas langsung bungkam. That joke has became the part of their reality. Si anak micin sudah berubah jadi calon apoteker. Say wow.
Sebenarnya, berpisah dari micin bukanlah hal mudah. Tapi di saat Mama mengajak satu anak cewek yang ternyata tetangga barunya ke rumah dan membiarkan cewek itu menyentuh dapur rumah keluarga Hartanto, Jodi seakan diberi ilham di hari itu.
Ilham untuk menjauhi micin, karena yang lebih addicted dari micin ada di sana. Right there.
Melihat cewek itu tidak sama sekali menyentuh Masako, Royco, dan bumbu lainnya ke dalam panci sup membuat Jodi melangkah masuk dan berdiri di belakang cewek itu.
Awalnya Jodi diam, tapi pada akhirnya Jodi mengeluarkan suaranya karena bumbu yang menurutnya wajib dimasukkan ke dalam sup justru sama sekali tidak disentuh.
“Masaknya nggak hanya pake kaldu jamur sama garam?”
Cewek itu tersenyum pada Jodi, masih dengan tangannya yang mengaduk panci sup. “Nggak sehat pake micin. Jauh-jauh deh, bahaya.”
“Tapi nggak ada rasanya nanti.”
“Ya pasti ada lah.”
“Nggak bakal ada.”
Konyol memang, berdebat di dapur hanya karena micin. Tapi justru karena perdebatan itulah Jodi untuk pertama kalinya disuapi oleh seorang cewek yang bahkan dia sendiri tidak kenal.
“Nih, cobain dulu,” kata cewek itu sambil menyodorkan sendok berisi sup yang tengah dia masak.
Awalnya Jodi yakin betul kalau sup ini tidak akan seenak sup masakannya yang selalu mengandalkan micin. But fuck that one, sup cewek ini enak. Banget.
Kalau ada kata dalam KBBI yang lebih enak dari ‘enak’, coba kasih tahu Jodi.
Dan tanpa pikir panjang Jodi sudah langsung mengambil mangkuk dari rak piring. “Gue mau makan pake nasi kalau gitu.”
Yang Jodi tahu, lepas dari micin itu susahnya bukan main. Tapi kemudian Yang Maha Esa menunjukkan pada Jodi kalau ada yang lebih tidak susah untuk dijauhi. Senyumnya Joanna Hadid.
Alasan Jodi masuk SF itu bukan sekadar asal pilih. Selain karena kerinduan Mama yang ingin anak cowok sulungnya ini jadi cowok sehat yang bisa membantu melayani masyarakat lewat obat-obatan, Jodi juga terdorong begitu tahu kalau Joanna juga ada di jurusan yang sama dengannya. Bahkan cewek itu yang membuatnya terdorong untuk masuk ke sana.
“Kayaknya lo mending masuk farmasi, Jod. Biar lo tahu sendiri seseram apa micin sebenarnya.”
“Lo nyaranin gue masuk SF cuman biar kapok sama micin, gitu?”
Konyol memang. Tapi hari itu, Jodi merenung habis-habisan sampai akhirnya dia membulatkan tekadnya untuk jadi orang yang bergelut dalam ilmu kefarmasian.
Faktanya, micin memang berbahaya dan harus dijauhi. Begitu juga dengan senyum manisnya Joanna. Tapi untuk yang satu itu, Jodi tidak akan mau untuk menjauhinya. No and never.
Walaupun Joanna sering bilang kalau hal yang berbahaya itu harus dijauhi, tapi bagi Jodi ada satu hal berbahaya yang tidak ingin dia jauhi.
Dan itu adalah Joanna Hadid. The one and only Joanna Hadid.
Jodi masih bisa tahan kalau harus jauh-jauh dari micin. Tapi hal itu beda cerita kalau dia harus jauh dari Joanna.
“Ingat, Jod. Jauhin micin, bahaya. Yang dangerous itu harus dijauhin.”
“Tapi nggak semua dangerous things bisa dijauhin.”
Kening Joanna langsung mengerut, “Mana ada, Jod.”
“Ada kok,” balas Jodi cepat. Cowok itu memberikan helm pada Joanna yang ada di sampingnya. “Contohnya lo.”
“Maksud lo gue bahaya, gitu?”
“Exactly. Bahkan lebih parah dari antigenik.”
Sebuah toyoran langsung Jodi dapat di lengan kirinya. “Sialan, lo nyamain gue sama virus? Bahkan lebih parah.”
“Habis lo bakar jembatan, Jo. Gue jadi nggak bisa balik.”
“Lo ngomong ngawur nih. Kena alkalosis* lo?”
(*Peningkatan pH darah di atas 7,43.)
Jodi menolak untuk menjawab. Dia justru tersenyum kecil, dengan kedua alisnya yang terangkat, masih dengan kaki yang menahan motor ninja miliknya.
“Udah yuk, pulang.”
Jodi langsung mengenakan helmnya, menyalakan motornya sebelum Joanna akhirnya ikut naik di bagian belakang.
“Ntar masak sup lagi, Jo?” tanya Jodi.
“Cream soup. Dan nggak pake micin.” Joanna tertawa di belakang sebelum dia melingkarkan lengannya di pinggang Jodi.
Soal masakan itu Jodi tidak keberatan. Dia sudah cukup terbiasa akan hal itu. Tapi, ada satu yang nggak boleh kurang.
“Masaknya pake cinta kan, Jo?”
Ya, sejak mengenal Joanna Hadid, Jodi Erlangga Hartanto sudah mendapat pengganti micin dalam masakannya.
And it was Joanna Hadid herself. Well, it was more than enough.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown (✓)
Chick-Lit[Short Stories] Love is unknown, but love is not blind. It sees more not less. But because it sees more, it chooses to see less. #121 in ChickLit: 10.14.2017 Started: June 10, 17.