Buat cowok ini, pendidikan itu penting. Prinsip itu sudah tertanam di keluarga Brawijaya dari dulu, dan prinsip tersebut menurun ke Yogi.“Even you ended up in the kitchen, seenggaknya lo bisa bangga berada di dapur dengan gelar yang lo perjuangin bertahun-tahun.”
Ini dia kalimat legendaris Yogi. Quote versi anak sulung keluarga Brawijaya.
Apa pun pekerjaannya nanti, pendidikan itu wajib. Kadang Yogi suka miris sendiri masih ada orang yang mengesampingkan pendidikan untuk hal lain yang sebenarnya hal itulah yang harus dikesampingkan.
Contohnya tetangga satu kompleks Yogi yang lebih memilih mengurus kebun sawit di Kalimantan ketimbang kuliah.
Sayang. Padahal kuliah bisa ambil ilmu pertanian. Kan lumayan?
Mungkin buat orang kebanyakan kuliah itu cuman fakultas pendidikan, olahraga, dokter, perawat. Padahal banyak jurusan yang tersedia.
Closed mind sih orang Indonesia, mau diapain lagi? Cuman bisa tunggu sadar sendiri, begitu menurut Yogi.
Prinsip Yogi soal betapa pentingnya pendidikan nyatanya bukan hanya sekadar prinsip. Setelah lulus sarjana tahun lalu, Yogi melanjutkan pendidikannya ke jenjang studi magister untuk prodi* ilmu penerbangan.
(*Prodi: Program studi.)
Dan karena prinsip itu juga, Yogi nggak asal pilih calon istri.
No, seriously. Nggak ada istilah cari pacar buat Yogi. Tapi cari pasangan untuk berumah tangga.
Kalau masih ragu, bisa tanya langsung ke cewek dengan nama Sarah Amelia, alumni kampus yang satu tingkat sama Yogi.
Confession Yogi saat keduanya masih di semester 6 itu bisa dibilang anti-mainstream sebenarnya. Selain nembaknya di labtek penerbangan, kalimat yang Yogi ucapkan itu...
“Sar, jadi istri gue, ya?”
Awalnya Sarah kira itu hanya main-main. Tapi dia salah.
“Sumpah ya, Gi, nggak lucu. Kenapa lo ngomong begitu sih?” Sarah langsung menepuk punggung Yogi sambil tertawa. “Lo tamat aja belum udah nanya orang jadi istri.”
Yogi diam sebentar, memandangi Sarah sampai-sampai cewek itu kikuk sendiri.
“Untuk apa minta lo jadi pacar sedangkan pacar itu cuman sekadar temporary term?” ujar Yogi.
Dia kemudian menyandarkan pinggulnya ke pinggiran meja, tangannya terlipat di depan dadanya. “Untuk apa nyari yang temporary kalau gue bisa langsung bikin status yang everlasting?”
“Gi...”
“Oh, satu lagi,” Yogi memotong, “gue serius.”
Sarah benar-benar salah tingkah. She still 21, single woman, skripsi aja belum. Tapi cowok ini tiba-tiba... should she call this a marriage proposal?
Mata Sarah memandangi Yogi sejenak, mencoba mencari sesuatu dari mata cokelat cowok itu.
Eyes is a window of someone’s heart, begitu kata orang. Dan sekarang, Sarah bisa melihat kalau Yogi benar-benar serius.
“Lo tahu, momentnya sucks,” kata Sarah. Dia menghela napas panjang sebelum memposisikan dirinya di samping Yogi.
“But if I have you, nothing’s sucks.”
“Gombal, Gi?”
“Yang ini serius, Sar. Serius.”
“Tapi kita wisuda aja belum.”
“Nikahnya nanti, asal ada jaminan aja.”
Sarah mengerutkan keningnya selagi kepalanya berbalik ke arah Yogi. “Lo kira nyari istri kayak ngejamin barang di pegadaian?”
Yogi menggelengkan kepalanya. Astaga, kayaknya cewek ini tidak mengerti maksud ucapannya.
“Gini deh,” Yogi mencoba untuk membuat kalimatnya lebih mudah dimengerti. “You say ‘yes’, and I’ll marry you after you finish your study. Lo mau lanjut S2 di luar, ‘kan?”
“Dan lo juga gitu,” balas Sarah.
“Gue nggak suka digantung, Sar. Jadi setidaknya, kalau memang lo nggak tertarik sama gue, gue nggak perlu nunggu lo. Kesannya gue nungguin jodoh orang nanti.” Yogi menggaruk tengkuknya kasar sebelum mendengus kecil.
“At least, cukup IP aja gantung. Hati gue nggak kuat digantung.”
“Yoon, nggak ada yang tahu siapa jodohnya siapa. But they try to find it. Usaha yang begitu namanya, Yogi.”
Di detik berikutnya Yogi diam. Dia seakan memikirkan sesuatu, sampai akhirnya kepalanya menoleh ke arah Sarah.
“Dan gue lagi usaha sekarang, Sar. Lagi berjuang nih.”
“Kuat kalau pun nanti jauh-jauh?” tanya Sarah iseng. Cewek itu tertawa dengan alisnya yang naik turun beberapa kali.
“Makanya janji sama gue. When you go, you will come back and marry me.”
Kalau ditanya soal blak-blakan, Yogi memang mulutnya nggak ada rantai. Sudah sebelas dua belas sama Juna.
Tapi ada untungnya juga. Mengatakan perasaan bagi Yogi tidak perlu night practice di kamar. Toh, semua yang mau dia ucapkan ada di pikirannya.
Malam ini, Yogi berbaring di kosan sambil memandangi layar ponselnya.
It’s been a long time since that confession.
Sudah 2 tahun. Dan sudah tiga bulan lebih Yogi ada di kampus tanpa rangkulan dan pelukan yang Sarah berikan tiap hari.
Sambil menghela napas panjang, Yogi mengetik sesuatu dan mengirimnya pada line contact Sarah.
Goddamn, I miss you.
Singkat memang. Tapi buat Yogi, kalimat itu banyak maknanya. Dan semua makna dari kalimat itu tertuju untuk Sarah.
Kalau aku spam di line, berarti kangennya lagi parah, Sar. Maklumin, ya?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown (✓)
ChickLit[Short Stories] Love is unknown, but love is not blind. It sees more not less. But because it sees more, it chooses to see less. #121 in ChickLit: 10.14.2017 Started: June 10, 17.