Reza-Nata: What To Do

1K 254 56
                                    

Pertanyaan yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikiran Ketua BEMF yang satu ini ada banyak. Salah satunya adalah pertanyaan tentang Nata.

Apa yang harus Reza lakukan ketika Nata sedang dalam state yang kurang baik untuk diajak bicara?

Sebelumnya, Reza tidak begitu pusing soal hal itu, mengingat Nata sendiri tipikal cewek yang tidak begitu risih.

Cuman pertanyaan yang Jodi tanyakan saat mereka sedang ngumpul di sekre membuat Reza berpikir.

"Bang Ja, Mbak Mey pernah marah ke lo nggak?"

"Marah? Nggak sih."

"Kalau dia marah, lo bakal ngapain?"

Di situ Reza hanya bisa mengangkat bahunya. Awalnya dia nggak mau berpikir terlalu jauh. Toh, ini bukan seperti Nata akan marah padanya atau apa.

Dan yah... semoga hal itu tidak akan pernah terjadi. Meskipun kesannya mustahil sih. Marah itu sudah kodratnya manusia.

Karena pertanyaan Jodi yang entah atas dasar apa itu, Reza jadi berpikir.

Kepalanya menoleh ke arah pintu, tempat di mana Nata tengah berdiri dan mengobrol dengan Chloe, anak kewirausahaan.

Ada sekitar beberapa menit Reza terus memperhatikan sosok yang menurutnya Mama versi muda sebelum si Mama versi muda itu menutup pintu kantor, membuat Reza melemparkan pandanganna ke arah lain.

Ceritanya nggak mau doi tahu kalau dia habis merhatiin.

Reza Mahardika memang sedikit tsundere. Tapi lebih tsundere Adjie sebenarnya.

Adjie yang bangkotan, jomblo, dan tsundere. Untuk ganteng.

Well, the topic just changed to Adjie. Go back.

"Ja, itu si Chloe nanyain buat acara seminar bulan depan. Masih ada yang belum dapat surat?" Nata mengeluarkan suaranya, membuat Reza menolehkan kepalanya.

"Udah kok. Tamu juga udah dikasih," balas Reza. "Tadi minta Hamish bantu nyebarin."

"Minta fakultas sebelah ngebantuin?"

"Hamish mah teman lama, jadi bisalah." Reza tertawa kecil sebelu memutar kursinya agar bisa menghadap ke arah Nata. "Dia asal paling dikit ditraktir roti ciwawa juga langsung cabut. Kalau lagi ngambek juga, dibujuk pake ciwawa bisa."

Mulut Nata membulat sejenak. "Seriusan?"

"Dia pecinta ciwawa, Ta."

Balasan Reza membuat Nata langsung tertawa. Tentu saja, dengan tawa sopan khasnya.

Untuk beberapa detik keduanya tertawa. Kemudian, Reza teringat akan sesuatu.

"Kalau kamu gimana, Ta?"

"Aku?"

Reza mengangguk, namun tetap saja Nata masih bingung.

"Aku gimana apanya?"

"Kalau kamu yang marah, aku harus ngapain?" tanya Reza to the point, namun tetap dengan tatapan tenangnya.

"Kalau kamu marah, aku kasih ciwawa marahnya berkurang nggak?" tanya Reza lagi iseng.

"If I was Hamish like what you said before, I'll say yes."

"But you are you, Mbak Nata."

"Nah itu." Kepala Nata langsung mengangguk cepat. "Kalau aku marah terus kamu nyogok pake ciwawa nggak ngaruh, Ja. Mau kamu borong dari kantin di sabuga sama samping masjid juga nggak ngurangin marahnya aku."

Sebenarnya, Nata sendiri agak heran kenapa Reza menanyakan hal seperti itu padanya tiba-tiba. Tapi dibanding bertanya, Nata lebih memilih untuk balik menjahili Reza.

"Mau coba aku marah nggak, Ja?"

Reza nampak mengerucutkan bibirnya. "Ya terus kalau kamu marah sekarang aku harus ngapain coba? Ngelapor ke BAAK*?"

(*Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan.)

Nata spontan tertawa, sumpah, Reza ini receh memang. Tapi sisi recehnya ini yang membuat Nata makin sayang sama Reza.

Dari dimple manisnya sampai recehnya, Nata sudah terbiasa dengan semua itu. Saking terbiasanya jadi pengin dijadikan bagian dari hidupnya tiap hari.

Merasa Reza masih menunggu jawaban, Nata tersenyum kecil, membisikkan sesuatu pada Reza dan keluar dari kantor untuk menemui dosen.

Dan yang Reza lakukan? Cowok itu diam, mencerna bisikan Nata sebelum akhirnya dia tersenyum sendiri di tempatnya.

Jawabannya bahkan sangat amat sederhana. Kata Nata, kalau dia marah, Reza hanya perlu berada di sampingnya.

Dan itu sudah lebih dari cukup.

Kenapa?

"Karena alasan aku buat marah dan buat senyum lagi ada di samping aku."

***

Arata's Noteu:

Karena yang bisa manis bukan hanya cowok. Cewek juga bisa. Tapi akhirnya baper sendiri.
Hayo, siapa yang pengalaman bikin orang baper malah baper sendiri?

Unknown (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang