Aku, Aku yang Diam Diam .... (DesTa)(part 1)

1.1K 52 13
                                    

Os Desta

Hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia menjadi hari terkacau dan terburuk bagi Okta, harusnya ini hari bahagianya, menjadi istri dari kekasihnya, Ray. Tapi ternyata, tanpa diduga. Ray memutuskan pernikahan yang harusnya dilaksanakan hari ini, dengan alasan dia punya wanita lain. Bayangkan saja, Okta harus menanggung malu sekaligus sakit hati dihari bahagianya.
Gaun yang masih melekat ditubuhnya, terasa seperti mimpi buruk baginya. Gaun impiannya menjadi gaun terburuk yang dikenakannya.

Okta sendiri dikamarnya menangis mengurung diri hampir seharian. Sudah habis barang barangnya dilempar ke dinding yang bisu. Sudah habis rasanya air matanya mengalir dari matanya. Namun apa yang dilakukannya tidak membuahkan hasil apapun, rasa sakit dan malunya tidak berkurang barang sedikitpun.
Dia memang terlalu berharap ini hanya mimpi yang tidak pernah ia harap, tapi air matanya yang menetes menyadarkannya bahwa ini nyata.

Mungkin segelas minum dapat melegakan hatinya, melupakan masalahnya walaupun sesaat. Okta mengganti gaunnya dengan dress minim, ia membuang gaun itu ke jendela rumahnya. Bodo amat dengan gaun itu akan diapakan oleh pembantunya, yang jelas ia tidak mau melihat gaun itu lagi dan semoga ia tidak menemukannya besok.
Okta mengambil kunci mobilnya, melajukan mobilnya ke club yang menjadi tempat nongkinya bersama teman temannya.

Sesampainya disana, para pria jalang sudah menatap nakal pada tubuh Okta yang hanya terbalut dengan dress minimnya,yang otomatis mengekspos kaki jenjangnya yang mulus itu.
Okta disambut dengan hiruk pikuk club pada umumnya, suara dentuman musik yang keras yang memekakkan telinga, asap rokok juga tercium oleh indra penciumannya.

"Wiski." ucap okta pada barista.

Tak berselang lama barista membawakan sebotol wiski beserta gelas kecil.
Segera Okta menuangkan minuman itu ke gelas kecil itu. Meneguknya dalam sekali tegukan, Okta mengulanginya sampai beberapa kali. Ia limbung, cegukan khas orang mabuk. Okta tidak sadar ada lelaki yang sedari tadi menatapnya nakal, sampai pada saat Okta mabuk laki laki itu mendekati tempat duduk Okta.

Laki laki itu menyentuh pundak Okta, Okta hanya mendelik malas pada laki laki itu.

"Jangan sentuh gw." ucap Okta sesekali cegukan.

"Ayolah, kita main main sebentar. Ga usah jual mahal seperti itu, berapapun kamu mau saya akan bayar." ucap laki laki itu merendahkan Okta seolah ia perempuan murahan.

"Jaga. Ucapan. Anda." ancam Okta.

Okta menepis tangan laki laki itu yang kurang ajarnya mengusap pundaknya yang terekspos.

"Maaf permisi pak." ucap Barista menepuk pundak laki laki tua itu.

"Ya kenapa?" ucap laki laki itu, terdengar sinis.

"Perempuan itu saudara saya, bapak jangan ganggu dia." ucap barista itu tenang.

"Oh iya? Kebetulan sekali, berapa dia? Akan aku bayar berapapun." ucap laki laki itu.

"Maaf pak, dia tidak jual. Permisi." barista itu lalu memapah Okta ke tempat parkir, shift kerjanya sudah habis, ia diperbolehkan pulang.

Cup.

"Makasih sayang!"

Okta mencium pipi barista itu, barista itu kaget dengan kelakuan ajaib perempuan yang sedang dipapahnya ini. Sebenarnya, Desy tidak tau perempuan ini siapa, dia hanya menolong dengan alasan kemanusiaan.

"Pegangan!" perintah Desy pada perempuan itu.

Okta yang kesadarannya hanya sedikit, tidak mendengar apa yang dikatakan Desy.
Desy menghela nafas alhasil sepanjang jalan ia memegangi tangan perempuan itu yang melingkar di pinggangnya.

One Shoot Story ShipperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang