Ingatan

1.9K 127 2
                                    

Senin, 29 Juli 2047. Akademi Machenhaft. Jam 15.07.

Kelopak mata Dorothy terbuka, memperlihatkan iris merah cerah seperti menghasilkan cahaya dari dalam. Lima detik ia menatap langit-langit putih ruang kesehatan sebelum wajahnya menoleh pada Kepala Sekolah yang sedang duduk sambil meminum teh.

"Sudah bangun?"

Setelah menatap mata kepala sekolah selama dua detik, Dorothy menoleh kembali menatap langit-langit. Rambut poni panjangnya hampir menutup seluruh matanya saat ia menoleh, "jadi aku kalah ya?"

"Seperti kelihatannya," jawab Kepala Sekolah, "meski dia juga terkalahkan."

"Huh?"

Kepala Sekolah berdiri setelah meletakkan cangkir porselen kesayangannya. Dia menarik tirai putih di belakangnya, dan Dorothy mendapati sosok Saber tengah berbaring tak sadarkan diri di ranjang sebelah.

"Apa dia....... pingsan?"

"Tadinya, lalu dia bangun sebentar dan kembali tidur."

Dorothy mencoba bangkit meski seluruh tubuhnya masih terasa sakit. "Begitu.....," dia menyingkirkan selimut tipis yang menutup tubuhnya, "sampaikan permintaan maaf ku setelah dia sadar."

"Tidak!" kata Kepala Sekolah sambil bersidekap, "minta maaf padanya secara langsung!"

"Kenapa?"

"Karena kamu harus membiasakan diri untuk meminta maaf jika bersalah."

Dorothy menghela napas panjang sebelum bangkit dari duduknya. Ia mengambil jas sekolahnya yang tergantung di gantungan pakaian dekat pintu.

Melihat Dorothy yang melangkah menuju pintu keluar, Kepala Sekolah bertanya padanya, "kemana?"

"Kembali ke kamarku."

"Tidak ingin menunggu dia bangun?"

"Tidak," ketusnya sambil meninggalkan ruangan itu. Sementara Kepala Sekolah masih diam di sana, menunggu kedatangan seorang lagi.

Dua puluh menit kemudian, Alice datang ke ruang UKS. Alisnya naik ketika melihat wanita yang berdiri di samping Saber, "Kepala Sekolah? Kenapa kau ada disini?"

"Menjenguk murid dan penjaga adikku."

"Ooh ... Terima kasih," ucap Alice dengan wajah datar sebelum duduk di samping kakaknya.

Kepala Sekolah menatap gadis itu. Pada faktanya, meski ia adalah jenius, tapi umurnya tak lebih dari 15 tahun. Dia sangat muda, tapi dedikasinya pada ilmu pedang dan sihir benar-benar luar biasa.

Baru saja mata Kepala Sekolah menatap wajah imut Alice ketika gagang pedang hitam yang menjembul keluar dari tas gandeng milik Alice menarik perhatiannya.

"Alice," panggil Kepala Sekolah dengan jari telunjuk mengarah pada tas itu, "pedang hitam itu......."

"Ah ya, itu milik kakakku, aku ingin mengembalikannya jika dia sudah bangun."

"Boleh aku melihatnya sebentar?" Pinta Kepala Sekolah sambil mengulurkan tangannya, "aku tak akan merusaknya."

Walau ragu-ragu, Alice tetap memberikan pedang hitam itu kepada Kepala Sekolah. Kepala Sekolah, Keira Luz adalah salah satu orang yang paling dipercayai kakaknya, jadi dia juga percaya padanya.

Kepala Sekolah meraba, membalik, dan menerawang pedang hitam itu. Sarungnya terbuat dari kayu hitam yang keras. Sangat mengilat seperti logam. Gagangnya dilapisi kulit hewan agar tidak licin.

"Ah,tunggu,hanya kakak yang bisa melepaskan penahannya !"

"Penahan ?"

Alice menunjuk sebuah kaitan di bawah gagang pedang hitam itu.

Seven Dragoneer at Magic AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang