Riuh, merupakan kata yang menggambarkan suasana kantin saat ini. Suara dentingan sendok dan garpu, tenggelam akan suara teriakan murid yang memesan makanan.
Kantin... bagi murid-murid di SMA Bell bukan hanya sekedar tempat mengisi perut. Melainkan, bisa menjadi tempat berkumpul, bercerita, dan bergossip berlaku untuk siswi-siswi yang merasa dirinya sudah sangat sempurna, hingga menindas murid lain? Ada, mereka-dalam tanda kutip- tidak segan-segan menindas murid di tempat umum.
"Va! Ava !Ah!" Teriakan Vina, sontak membuat seisi kantin menatapnya, yang menjadikannya pusat perhatian kilas.
"Apa?" tanyaku menatap Vina.
"Ish. Dinotice kak Farza! Lihat nih!" Vina menyodorkan ponselnya tepat di hadapan wajahku, namun tetap saja aku tak melihat apapun di ponsel Vina. Sebab, saat menyodorkan ponselnya, ia goyang-goyangkan.
"Eh, Otak kamu miring ya? Mana bisa dilihat!" Aku menahan tangan Vina agar ponselnya tidak ia goyang-goyangkan lagi. Vina hanya cekikikan tidak jelas.
Ternyata dia difollback Farzana. Senior kelas dua belas. Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Segitu hebatnya pengaruh noticenya dia? Yang difollback dia juga banyak, Na."
"Setidaknya dinotice, dari pada kamu?"
"Saya tidak butuh notice dari dia. Lagian aku gak pernah nunjukin perasaan aku."
"Va, kamu sudah remaja. Kenapa kamu tidak ada keinginan untuk berpacaran. Setidaknya, itu normal untuk ukuran remaja."
"Bukan tidak memiliki keinginan, Na. Tapi, tidak ada yang mau."
"Hahaha, banyak yang mau sama kamu Va. Kamu saja yang tidak peka terhadap sekitar kamu."
"Udah, I don't want to do that. Buang-buang waktu."
"Ava?" Aku tahu suara itu, Vina juga tahu.
Aku menaikkan alisku, mencoba bertanya secara tidak langsung kepada Vina yang duduk di hadapanku, secara langsung Vina tahu siapa yang memanggil namaku. Vina mengangguk. Aku langsung membalikkan badanku.
•••