wonho

178 43 9
                                    

Wonho terbangun di ruang tengah. Ia mengusap matanya, coba mengingat kenapa ia bisa berada di sana sementara kemarin ia sedang memasak ramyun saat tiba-tiba kepalanya pusing. Ia beranjak ke dapur mencari sisa-sisa pekerjaannya kemarin yang ternyata nihil. Apa ia sudah menghabiskannya kemarin? Rasanya belum. Tapi ia tak merasa lapar sekarang. Ia mengernyit bingung, namun segera melupakannya dan pergi mandi.

Saat hendak berangkat kerja, ia dialihkan dengan figur anak kecil yang tengah menangis. Di sana tak nampak ada orang tua atau kerabatnya, jadi Wonho menghampirinya.

"Hai, kenapa kau menangis?" sapanya. Ia mengusap punggung gadis kecil itu.

Gadis itu menunjuk ke arah lantai tiga dimana terdapat eksistensi seekor kucing yang duduk dengan santainya. Wonho mengikuti arah jari gadis itu, lalu segera paham.

Ia menelan ludah.

"Oppa akan membawanya turun. Kau tenanglah." ujarnya. Seketika gadis itu berhenti menangis dan mengangguk.

Wonho menghela napas, kemudian naik ke lantai tiga. Sesekali ia melirik ke bawah di mana letak kucing itu persisnya. Saat sudah berdiri persis di balik dinding dimana kucing tersebut berada, ia menengok ke bawah sekali lagi. Hanya sedetik, dan kepalanya mendadak serasa berputar. Ia mundur beberapa langkah. Dilihatnya gadis itu menunggu penuh harap di bawah. Wonho kembali mendekati dinding yang menjadi sekat antara dirinya dan kucing menyusahkan itu. Ia memberanikan diri untuk menengok lagi, kemudian mengulurkan satu tangannya. Kucing itu menurut dan Wonho telah berhasil meraihnya. Ia mundur beberapa langkah dan duduk terdiam. Saat kepalanya sudah berhenti berputar, ia turun. Gadis kecil tadi tersenyum bahagia sambil menggendong kucingnya.

"Terima kasih, oppa." ujarnya malu-malu dan bergegas pergi.

Dasar kucing terkutuk.

Wonho melanjutkan perjalanan. Ia bertukar sapa dengan bibi di depan rumahnya.

"Selamat pagi, ahjumma!"

"Ada apa tadi?" tanya bibi.

"Itu ... kucing." Wonho menggaruk tengkuk.

"Kau berani? Wah,"

Wonho memutar mata jengah. "Kucing sialan memang."

"Kau bisa terapi acrophobia kalau kau mau."

"Benarkah?"

Bibi mengangguk.

"Apa bisa terapi ... untuk menghilangkan sesuatu yang lain?"

"Sesuatu apa?"

"Seperti ... "

Wonho belum menyelesaikan kalimatnya saat tiba-tiba kepalanya pusing.

Tidak. Jangan sekarang.

"Ah, lupakan. Aku pergi dulu, ahjumma!" sambungnya. Ia cepat-cepat pergi.

Ini masih pagi. Biarkan ia bekerja dulu. Wonho memegangi kepalanya. Sejenak ia berterimakasih pada dirinya sendiri. Sesampainya di toko Ny. Han, ia langsung mulai bekerja seperti biasa. Bayangan akan kucing sialan dan lantai tiga tadi ia buang jauh-jauh.

Pukul dua pekerjaannya selesai. Ia bisa pulang seperti biasa. Awalnya tak ada yang aneh di jalan, sampai ia sadar sebuah mobil mengikutinya. Apa ini? Penculikan? Apa untungnya menculik pemuda tak menarik seperti dirinya? Mengesampingkan fakta bahwa ia tampan dan seksi ... sudahlah. Ia mempercepat langkahnya. Mobil itu pun sama. Ia benar-benar bingung harus berbuat apa, sampai ia berhenti dan menoleh. Mobil itu pun berhenti dan segeralah beberapa pria keluar dari sana. Mereka mengerubungi Wonho yang kebingungan.

"M-maaf, Tuan-tuan ... s-saya tidak mengenal Anda semua ... " tuturnya.

Muncul lagi pria lain berjas rapi yang langsung menyambar Wonho serta menarik kerahnya.

"Jelaskan apa ini!!!!" bentaknya sambil menunjukkan sebutir peluru.

"Aku tidak tahu!" sahut Wonho.

"Ini milikmu, kan?!"

"B-bukan aku!!! Sungguh, bukan aku!"

"Siapa yang membayarmu?!"

"Aku tidak tahu apapun, Tuan, sungguh!"

Pria itu melepaskan Wonho kasar. Wonho mundur, berusaha menghindari tatapan mata dari pria asing itu. Peluru tadi nampak dimasukkan ke saku jasnya, kemudian pria itu menghampiri Wonho lagi yang sudah meringkuk ketakutan bak janin.

"Mana Soohyuk?!" bentaknya.

Wonho menyahut cepat. "Tidak ada! Sungguh, tidak ada!!!"

"Jangan menipuku, bajingan!!!" pria itu menampar Wonho keras.

Wonho tersungkur. Ia memegangi pipinya dan mengusap darah di ujung bibirnya. "Aku bukan Soohyuk!"

Pria itu menarik lagi kerah Wonho kasar.

"Aku Wonho, Tuan! Aku tidak berbohong! Soohyuk tidak ada!" ucap Wonho berusaha meyakinkan.

"Katakan padanya bahwa aku akan datang lagi! Jangan bersembunyi saat itu!" tukas pria itu, kemudian melepaskan Wonho dan pergi.

Dengan kaki gemetaran, Wonho berlari kembali ke rumah. Sesekali ia berhenti untuk memerhatikan sekelilingnya. Ia mengusap ujung bibirnya yang masih saja berdarah.

Sialan kau, Soohyuk! Apa lagi yang kau lakukan?!

Batinnya geram. Ia segera masuk dan mengunci rumahnya begitu tiba, kemudian jatuh terduduk karena kakinya masih saja gemetaran.

 Ia segera masuk dan mengunci rumahnya begitu tiba, kemudian jatuh terduduk karena kakinya masih saja gemetaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

[TBU] Alter [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang