soohyuk

221 41 16
                                    

Kamis, pukul 4 p.m.

Setelah selesai bekerja di toko Ny. Han dan pulang pada pukul 2, Wonho tengah bersiap untuk pergi ke Wonhyo. Ia menyisir rambutnya ke belakang dan memakaikannya gel, siap dengan kemeja putih dan jas hitamnya, juga dengan barang-barang yang akan dibawanya nanti. Ia menarik keluar sebuah kotak besar dari kolong kasurnya. Sebuah kotak kayu mengkilap yang berat dan digembok. Ia mengangkatnya ke kasur, lalu mengambil kuncinya di atas lemari.

Beberapa buah benda tajam dan senjata ilegal tersuguh di depan mata begitu kotak dibuka. Wonho meraih salah satu senjata laras panjang dan mengecek amunisinya. Ia meraih senjata lain, melakukan hal serupa, dan meletakkannya kembali. Ia meraih sebuah senapan jarak jauh bermoncong pendek, lalu mengemasnya dalam ransel hitam. Ia mengunci kembali kotak kayu tersebut dan mengembalikannya ke kolong. Tas ransel tadi ia kenakan, lalu meraih sarung tangan hitamnya dan pergi.

Wonho melesat pergi ke Wonhyo sore itu menggunakan motornya. Ia menancap gas tak tanggung-tanggung dan segeralah ia sampai di depan sebuah gedung bioskop lima lantai. Cukup tinggi untuk membidik target yang berada di rumah seberang gedung tersebut. Lee Jae Sik mengatakan ia sudah mengirim beberapa orangnya untuk menyamar di gedung tersebut agar Wonho diberi akses untuk naik ke atap. Setelah memarkir motornya ia segera masuk. Ia sendiri sebenarnya tak tahu ada berapa orang yang Lee Jae Sik kirimkan dan mengapa ia mau susah-susah mengirim orangnya, tapi ada seorang pria berpakaian karyawan mengisyaratkan padanya agar mengikutinya. Tanpa pikir panjang, Wonho mengikutinya. Di lain tempat, lain pula orang yang menuntunnya hingga tiba di lift kosong. Wonho segera pergi ke atap dan bersiap-siap.

Ia mengeluarkan senapannya, lalu duduk menunggu sambil mengamati rumah Kim Nam Gyu. Tak jarang ia berjalan-jalan sambil mengintip jalanan yang lumayan ramai, kemudian kembali duduk. Begitu seterusnya hingga mobil Kim Nam Gyu kelihatan. Wonho meraih ponselnya dan menghubungi Lee Jae Sik.

"Tambahkan bayaranku, karena kau sempat meragukanku kemarin." ucapnya.

"Apa?" Jae Sik nampak tak mengerti.

"Nam Gyu sudah keluar dari mobil. Kuberi waktu 10 detik untuk mentransfer." sahut Wonho.

"Apa maksudmu? Jangan bercanda!"

"10 ... "

"Hei! Lakukan saja tugasmu!"

Wonho menghitung semakin cepat. "9 ... 8 ... 7 ... 6 ... 5 ... "

"Sialan!" pekik Jae Sik.

"4 ... 3 ... "

"Sae Ryun!"

"2 ... "

Sebuah pop-up notifikasi dari akun bank Wonho muncul, menampilkan pemberitahuan penerimaan sejumlah uang.

Wonho mendekatkan layar ponsel ke mulutnya. "Boom!"

Telpon dimatikan. Wonho segera melepas sarung tangan kanannya dan menarik pelatuk.

DOR

Satu peluru lolos, dan Kim Nam Gyu terjatuh. Bodyguard nampak mengerubunginya. Wonho memandangi pemandangan itu sejenak sebelum mengemas barangnya dan turun.

Di depan lift, seorang karyawan menunggunya. Rupanya orang suruhan Jae Sik.

"Tuan ingin bertemu Anda. Mari ikuti saya." tuturnya setengah berbisik.

Wonho mengekor dalam jarak yang lumayan jauh. Pria itu membawanya ke koridor sepi dekat parkiran. Di sana sudah menunggu figur Lee Jae Sik dengan beberapa bodyguard. Wonho melipat kedua tangannya.

"See ya in hell." tutur Jae Sik.

Wonho mendecih, lantas melenggang pergi.

"Maaf sempat meragukanmu ... " seru Jae Sik. "Shin Wonho."

Wonho berhenti. Ia menoleh. Sebuah senyum terkembang di sana. "Aku bukan Wonho."

"Oh ya?" Jae Sik mengangkat satu alisnya.

Wonho terkekeh. "Kau beruntung jika tahu namaku."

"See ya in hell, Lee Jae Sik-ssi!" ia melambaikan tangan dan pergi.

"See ya in hell, Lee Jae Sik-ssi!" ia melambaikan tangan dan pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

[TBU] Alter [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang