soohyuk

99 22 0
                                    

Sejak semalam Mei habiskan waktunya untuk melacak panggilan Han Sung Kyu dengan Lee Jae Sik. Kira-kira mulai pukul satu atau dua dini hari saat ia terbangun. Dari panggilan beberapa hari lalu ia menemukan bahwa Lee Jae Sik bilang ia akan segera kembali ke Korea. Ia segera menelpon Soohyuk ketika pagi tiba.

"Ada apa, Putri Salju? Merindukanku?" sahut Soohyuk di seberang.

"Persetan. Aku jadi berubah pikiran tentang ingin memberimu informasi kapan Lee Jae Sik kembali ke Korea." Mei memutar mata jengah.

"Apa? Kapan?"

"Besok Kamis pagi. Ia baru akan kembali ke rumahnya di Anyang sekitar sore hari. Mungkin pukul empat, katanya."

"Kenapa harus di Anyang?"

"Tanyakan pada nenek buyutmu."

"Dari mana kau tahu info ini?"

"Tentu saja dari barang curianmu."

"Oke. Aku akan siap-siap."

"Terserah."

Mereka mengakhiri panggilan secara bersamaan.

Soohyuk beranjak. Ia hendak pergi ke rumah bibi untuk membeli ramyun—juga karena ada kepentingan tersendiri. Sejujurnya ia jarang mau bersusah payah mengurusi urusan Wonho. Tapi berhubung urusannya menyangkut dirinya, maka ia harus bertindak. Dan ngomong-omong bagaimana Wonho biasa menyapa bibi? Dengan senyum sumringah? Entah apa Soohyuk bisa tersenyum. Otot pipinya sobek.

"Ahjumma!" panggilnya. Ia berdeham. Sial. Apa benar begitu?

Bibi menoleh, kemudian melambaikan tangan. "Kau sudah baikan?"

Soohyuk mengedik. "Begitulah."

"Baguslah. Kau mau beli sesuatu?"

"Seperti biasa."

Bibi langsung mengerti apa yang Wonho—Soohyuk—maksud. Ia mengambilkan belanjaan Soohyuk dan mengantonginya dalam kantong plastik.

"Btw ... lupakan saja yang kukatakan kemarin ... aku ... hanya sedikit tertekan." ucap Soohyuk pelan.

"Tentang apa?"

"Itu ... um ... "

"Psikiater?"

Soohyuk terdiam. Kenapa telinganya geli saat mendengar kata itu secara langsung?

Bibi menyodorkan kantong plastik berisi belanjaan Soohyuk. "Sudah kubilang aku tidak janji. Lihat saja nanti."

Soohyuk manggut-manggut. "Oke."

Ia menyerahkan uang dalam jumlah pas dan segera pergi.

"Tumben dia langsung pergi," gumam bibi.

Ternyata berpura-pura jadi orang lain sangat melelahkan. Meskipun tidak tahu caranya, tapi nampaknya Soohyuk sudah berhasil melakukannya tadi. Sesampainya di rumah, ia menyimpan belanjaannya dan pergi untuk menulis. Ia baru ingat jika ia belum sempat menuliskan pesannya kemarin.

Kalau wanita tua itu benar-benar mencari psikiater, akan kupastikan kau yang menancapkan pisauku di jantungnya.

Hanya pesan singkat itu yang sebenarnya ingin Soohyuk sampaikan. Ah, benar-benar menyusahkan. Lalu apa sekarang? Oh, sebaiknya ia istirahat.

Ia memejamkan mata, lalu membukanya sebagai Wonho. Wonho mengerjap, menarik ingatan terakhirnya. Kala itu ia berada di rumah bibi ... dan sekarang berakhir di sini. Sialan! Apa Soohyuk mengatakan sesuatu padanya?! Dasar bajingan tidak tahu diri! Pantaskah ia marah pada dirinya sendiri? Bolehkah ia rasa menyesal atas kehadiran Soohyuk? Baru kali ini hidupnya benar-benar porak poranda karena Soohyuk. Ia hanya ingin hidup normal, dan Soohyuk merebut pekerjaannya. Ia menghancurkannya. Ibarat mendirikan sebuah istana pasir hanya untuk dirobohkan sendiri, bukannya dirobohkan oleh ombak. Ia menengok selembar kertas yang terlampir di meja, lalu menggapainya. Dahinya mengerut kala membaca tulisan Soohyuk. Apa pria ini gila?! Semudah itu ia membunuh orang lain?! Ia meraih pena yang ada di sana, lalu membalas pesan Soohyuk dengan amarah membara.

Bajingan! Ini tubuhku! Kenapa kau menggunakannya semaumu?! Ingatlah bahwa eksistensimu hanyalah khayalan, dasar parasit tidak berguna! Aku kehilangan pekerjaanku karenamu!

Bajingan! Ini tubuhku! Kenapa kau menggunakannya semaumu?! Ingatlah bahwa eksistensimu hanyalah khayalan, dasar parasit tidak berguna! Aku kehilangan pekerjaanku karenamu!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***



Okesip ganti cover lagi:)

Bye.

[TBU] Alter [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang