soohyuk

161 31 19
                                    

Sejak semalam Wonho gelisah. Ke mana ia harus mencari? Pada siapa ia harus minta tolong? Ia tidak dilatih menjadi hacker atau sejenisnya dulu. Ia tak tahu menahu masalah komputer selain untuk berselancar di internet, mengirim e-mail, dan bermain solitaire. Haruskah ia minta bantuan mantan murid Falcon juga? Ada satu yang ia kenal lumayan dekat. Mei, seorang gadis China, pendek, cerewet, selalu lupa namanya, namun kemampuannya tak dapat diragukan. Ia berhenti bekerja pada Falcon bersamaan dengannya. Tapi hal tersebut tak menjamin jika berita kematian Falcon telah tersebar, mungkin hingga ke telinganya. Haruskah ia mencoba? Sambil menjentikkan jarinya, Wonho pergi bersiap-siap untuk menemui Mei pagi itu.

Rumah gadis itu berada di distrik Yongsan. Ia tinggal sendiri di rumah kecil di belakang toko. Usai memarkirkan motornya, Wonho segera pergi ke belakang toko. Untuk memastikan, ia bertanya pada pemilik toko.

"Permisi, Tuan. Apakah Xue Mei Li masih tinggal di sini?"

Tuan pemilik toko mengangguk. "Pergi saja ke belakang. Dia jarang keluar rumah kok."

"Baiklah. Terima kasih, Tuan." Wonho melenggang pergi.

Ia berhenti tepat di depan pintu rumah Mei dan mengetuk. Tuan pemilik toko tadi memanggilnya. Ia menoleh.

"Belnya!" serunya.

Wonho meneliti area pintu kemudian menjumpai tombol merah.

"Yang ini?" balasnya. Tuan toko mengangguk.

Wonho menekannya.

Tak lama pintu dibuka ragu-ragu. Nampak siluet seorang wanita yang berpakaian acak-acakan.

"Oh, kau." ucapnya. Mei membuka pintu lebih lebar dan menyilakan Wonho masuk.

Wonho mengamati isi rumah Mei yang terbilang ... berantakan. Pandangannya kemudian jatuh pada Mei yang melipat tangan dan berdiri tak jauh di hadapannya.

"Ada perlu apa?" tanya Mei ketus.

"Aku mau minta tolong ... " sejenak Wonho ragu apakah keputusannya benar atau justru sebaliknya.

"Apa?"

" ... mencari seseorang."

"Apa ada hubungannya dengan Falcon?"

Wonho terdiam.

"Kau tahu siapa pembunuhnya?"

Wonho masih diam.

"Aku heran kenapa Falcon bisa mati semudah itu. Tn. Choi menuduhku sembarangan ... "

Jadi ia bukan orang pertama yang dicurigai?

" ... sudah jelas aku benci memegang senjata. Dia bilang pelurunya BWP. Jangankan menyentuh, tahu wujudnya saja tidak. Lagian dia tahu sendiri aku tidak bisa memegang senjata. Kenapa harus menanyaiku? Jelas-jelas aku tidak mungkin menyimpan BWP di sini. Bodohnya dia menggeledah rumahku ... "

Apa tadi Wonho sudah bilang bahwa Mei cerewet?

" ... dan pergi begitu saja. Padahal sniper kesayangan Falcon yang boleh menyimpan BWP hanya ada dua. Minhyuk dan ... " Mei berhenti, seakan menyadari sesuatu.

Ekspresi Wonho mengeras.

" ... kau ... " Mei memicingkan mata. "Minhyuk masih berada di DC. Jadi ... kau pembunuhnya?!"

Wonho tergagap. "T-tidak, bukan begitu! Aku bukan pembunuh sepenuhnya!"

"Apa maksudmu?"

"Aku dibayar, dan orang yang membayarku kabur. Aku tidak tahu jika targetku adalah Falcon. Toh siapa yang pernah melihat wajahnya?"

"Dan kau memintaku mencarinya?"

"Meminta bantuanmu, lebih tepatnya."

Mei terdiam nampak mempertimbangkan sesuatu. Wonho adalah teman lamanya, dan ia tak mungkin berbohong. Ia kenal betul Wonho dan Minhyuk.

"Oke." Mei mendahului Wonho pergi ke ruangannya.

"Tapi aku tidak janji, Wonho. Aku sudah lama tidak mencari orang." tutur gadis itu. Ia menyambar pintu kulkas, mengeluarkan sekaleng bir dan melemparkannya pada Wonho.

"Aku bukan Wonho." balasnya.

"Oh, benarkah? Siapa namamu?" mata Mei membulat.

"Soohyuk."

"Ah, iya. Maaf aku lupa."

Mereka pergi ke ruangan pribadi Mei—notabene semua ruangan di rumah ini adalah ruangan pribadi Mei karena ia tinggal sendiri. Wonho—Soohyuk menjelaskan tentang pertemuannya dengan Lee Jae Sik, lalu membeberkan hal-hal tentangnya yang ia ingat—berupa nomor rekening dan plat mobil. Mei mencatatnya dan mulai mengutak-atik komputernya. Soohyuk memerhatikan dari belakang sambil menghabiskan birnya, sesekali menengok kanan kiri yang nampaknya kurang cahaya dan ventilasi.

"Rumahmu menyeramkan." kritiknya.

"Mukamu lebih menyeramkan, Shin Wonh—maksudku, Soohyuk." balas Mei.

Gadis itu nampak sangat sibuk entah melakukan apa dengan komputernya. Sesekali ia menaikkan kacamatanya dan kembali mengetikkan sesuatu.

"Namamu siapa sih?" tanya Mei ditengah kesibukannya.

"Nama apa?"

"Namamu yang sesungguhnya."

Soohyuk mendecak. "Sungguh pertanyaan yang tak bermutu."

"Soo Hyuk ya? Boleh kupanggil Hyuk?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Kau bukan Falcon."

"Tapi kau membunuhnya."

Kebetulan birnya sudah habis. Soohyuk melempar kalengnya persis di kepala Mei. Gadis itu berjingkat sambil mengaduh dan memegangi kepalanya.

"Kau mau membunuhku?!" pekiknya.

"Kau tak akan mati hanya karena kaleng bir."

"Kau mau kubantu atau tidak?!"

"Cerewet."

"Dasar psikopat gila!!!"

"Tutup mulutmu atau ku cium."

Mei menyengir. Ia kembali menghadap layar komputer.

Soohyuk bertanya. "Kapan kau akan selesai?"

"Entah. Aku bukan robot." sahut Mei.

Soohyuk memutar mata jengah.

"Sudah kubilang aku lama tak mencari orang." sambungnya.

"Hubungi aku saat sudah ketemu." ia menghampiri meja Mei, menuliskan nomornya, lalu melenggang pergi.

"Harus kusimpan nomormu dengan nama apa? Shin Wonho atau Soohyuk?" seru Mei.

"Soohyuk!"

"Soohyuk!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

[TBU] Alter [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang