[11; red]

6.8K 1K 292
                                    

"Kalian berdua, baik-baik lah selama berbulan madu. Harus saling menjaga satu sama lain," kata Nyonya Jung menepuk pundak anaknya dan menantunya.

Jaewon menghela nafas kasar, "Ibu, tanpa kau beritahu aku juga sudah paham. Aku itu pria yang sudah dewasa, tidak perlu lagi kau beritahu hal semacam ini"

"Dasar anak durhaka" kata Nyonya Jung sedikit bercanda.

"Ya sudah, kalian cepatlah kesana, pesawat akan take off" suruh Nyonya Jung. Hayi membungkuk.

"Kami pergi dulu, ibu" kata Hayi sopan. Nyonya Jung hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan.














"Hari ini cukup melelahkan." kata Jaewon sambil berbaring santai di atas kasur. Hayi terkekeh melihat Jaewon mengeluh seperti anak kecil.

"Melelahkan katamu? Haha padahal kau hanya berada di pesawat selama kurang lebih dua jam dan berjalan sedikit untuk menuju ke kamar ini." kata Hayi.

Jaewon mengacak rambut Hayi gemas, "Kondisikan senyuman itu. Kau tidak ingin anak kita terkena diabetes karena keturunan ayahnya, 'kan?" goda pria itu.

Muka Hayi memerah. Ia menutupi pipinya yang merona tersebut dengan kedua tangannya.

Tapi sedetik kemudian, Hayi mulai tidak dapat bernafas seperti biasanya. Ia merasa ada yang aneh dengan dadanya.

Secara perlahan ia memegang dadanya dan merintih kesakitan. Karena―

































































Di dadanya kini ada belati yang menancap. Dan matanya berhasil menangkap sosok Jung Jaewon yang sedang menyeringai seram ke arahnya.

Harusnya Hayi mempercayai rumor itu, jadi disaat-saat sebelum kejadian ini ia bisa lebih waspada. Karena Hayi sedang berbulan madu dengan anak yang terlahir dalam keluarga psiko.



















"Apa? Kau membunuh Hayi? Dasar bedebah tengik, kalau polisi sampai tau dan menangkapmu, aku tak akan mau mengakuimu sebagai anakku lagi! Jaewon, harta warisan yang kita ingin raih selama ini akan hangus sia-sia karena ulah bodohmu itu!"

Nyonya Jung tak henti-hentinya mengumpat di seberang sana. Sedangkan Jaewon tersenyum remeh sambil sesekali mengamati pancinya.

"Tenang saja, ibu. Aku sudah membereskan semua barang bukti yang ada. Warisan itu memang seharusnya milik kita, tapi suami bajinganmu itu merebutnya begitu saja. Lagipula, aku sangat merasa lega telah membunuhnya" kata Jaewon.

"Bagaimana caramu membereskan semua barang bukti itu?"

"Aku membersihkan darahnya di kamar mandi, ah lengkap dengan jeroannya sekalian. Aku sedang merebus tubuhnya, ibu. Dan setelah sup hayi matang, aku akan pergi ke rumah paman untuk memberi makan joggy" jawab Jaewon enteng.

"Hm, tidak biasanya kau menyukai binatang. Tapi, aku sangat yakin seratus persen kau adalah anak kesayanganku. Anak emasku," sahut Nyonya Jung dari seberang. Jaewon dapat mendengar ibunya itu tertawa puas.

"Aku memberi makan joggy kalau sedang ada stok jeroan saja, ibu. Selain itu mana mau aku melihat binatang, terutama buaya seperti joggy"

"Hebat, itu baru Jung Jaewon anakku. Anak yang kulahirkan dengan susah payah, harus bahagia dengan caranya sendiri seperti diriku" kata Nyonya Jung bertepuk tangan setelahnya.

"Ibu, andai saja kau disini, mungkin kita bisa menikmati sup hayi ini bersama-sama" ujar Jaewon terdengar sedikit kecewa.

"Kalau kau mau, makanlah sup itu bersama pamanmu. Ia sangat menyukai sup daging manusia, bahkan di kulkasnya ada banyak stok lengan dan kaki manusia"

"Itu membuatku merasa lebih baik. Baiklah, ibu, sampai nanti."

"Sampai nanti, Jaewon"
















t b c

ada yang udah tau teori tentang hayi-jaewon-jennie? komen dong hehe

reflection | blackpink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang