Meleleh

325 36 0
                                    

An Anime Fanfiction
Naruto © Masashi Kishimoto

KnB © Fujimaki Tadatoshi
YnKM © LovelyLavender2712

Meleleh

Hinata terbangun saat sinar mentari menyusup masuk melalui celah tirai jendela yang berwarna emas bercampur merah.

Rasa pening menjalar pada kepala Hinata yang membuat nalurinya refleks meraba bagian nyeri tersebut. Dan Hinata meringis saat menyadari sebuah perban melingkar di sana.

Hinata terdiam, menyadari bahwa ia tidak berada di kamarnya sendiri. Kamar ini...

Jauh lebih besar dan mewah daripada kamarnya sendiri. Ada sebuah ranjang yang kini Hinata duduki, sebuah desk dengan beberapa buku yang tampak berantakan di atasnya, dilengkapi beberapa rak buku besar dengan banyak buku memenuhinya. Lantainya berlapiskan karpet lembut dari bawah ranjang hingga kanan-kirinya. Hinata juga bisa meihat bingkai foto yang menampun potret bahagia sebuah keluarga kecil.

Keluarga Akashi-kun, pikir Hinata. Gadis itu perlahan menyingkirkan selimut tebal yang mengungkung tubuh mungilnya. Kelembutan karpet tebal yang melapisi lantai menyambut kaki telanjang Hinata kala gadis itu berhasil menapaki langkah pertamanya.

Foto tersebut sepertinya potret lama, masih begitu bersih walaupun setiap sudutnya agak terlihat sedikit kotor. Ada tiga orang dalam potret tersebut. Seorang bocah yang tersenyum riang, berambut merah dan mengenakan setelan malam yang tampak mahal, Akashi Seijuuro. Sama tampannya dengan bocah itu adalah seorang pria dengan wajah agak galak--jika Hinata boleh jujur--Ayah Akashi. Lalu disusul wanita satu-satunya dalam foto itu, ia sangat cantik. Bahkan Hinata sebagai wanita pun iri dengan kecantikan wanita yang mungkin adalah Ibu dari Akashi Seijuuro itu.

Mata amethyst Hinata kembali beralih pada potret wajah Seijuro kecil. Senyum bocah itu begitu lebar, dengan kedua manik merah senada rambut cepaknya.

Entah kenapa, hati Hinata ingin sekali mengembangkan senyum pada wajah lelaki yang sekarang mengurungnya ini. Jauh di lubuk hatinya ingin menjadi alasan senyum lebar si Kaisar Merah.

“Mengagumi potret keluargaku?”

Hinata buru-buru berbalik, mendapati Seijuuro telah berdiri di ambang pintu. Ia membawa sebuah nampan yang di atasnya terletak mangkok. Senyuman miring nan menggoda terukir di wajah tampan lady killer itu.

Hinata tidak menjawab, ia kemudian melangkah dengan cepat ke ranjang. Membanting diri ke sana, pun kembali membungkus tubuhnya dengan selimut.

Terdengar suara kekehan ringan disusul suara porselen yang bertabrakan dengan meja kayu. Lalu tak lama, Hinata merasakan beban pada kasur yang ia gunakan berbaring bertambah hingga menimbulkan bunyi cukup berisik.

Lalu bisikan terdengar menyapa telinga Hinata, “Kau harus makan, Sayangku, supaya kau kuat melayaniku...”

Hinata tersentak, ia segera mendorong menjauh wajah Seijuuro dari ceruk lehernya. Membuat tawa pemuda berambut merah itu berderai.

“Sudahlah, duduk. Akan kusuapi. Ini perintah!” ucap Seijuuro akhirnya. Ia menepuk kasur dengan agak pelan kemudian sibuk dengan nampan porselen yang ia bawa tadi.

Pada akhirnya Hinata mengalah, bangkit dan duduk di hadapan pemuda Akashi bersurai merah itu. Menunggu agar si Seijuuro ini, mau menyuapkan sesendok sup tofu yang dibawanya di nampan pada Hinata.

Tak ada yang dilakukan Hinaya selain tidur dan membaca buku sepanjang ia berada di ruangan ini. Bahkan jika boleh jujur, Hinata tak tahu pukul berapa saat ini.

Akashi Seijuuro pergi setelah menyuapi Hinata hingga gadis itu kekenyangan. Dan belum kembali hingga saat ini.

Membuat rasa bosan bersarang di hati gadis manis bersurai gelap itu.

Belum selesai lamunan Hinata tentang kebersamaan sesaatnya bersama Akashi berambut merah itu, pintu terayun membuka. Dan pelakunya adalah dua orang pelayan, mengiringi seorang pelayan lain yang membawa sesuatu dalam troli.

“Hormat kami, Hinata-sama, Seijuuro-sama memerintahkan kami mendandani Anda secantik mungkin sore ini...” ucap salah satu pelayan yang paling depan, kemudian membungkuk diikuti dua lainnya.

Hinata yang tidak nyaman malah bingung sendiri. Sekalipun dia hidup dikelilingi banyak pelayan, ia tidak pernah dihormati sebegininya.

Ano, jangan membungkuk di depanku seperti itu. Ka, kalian bersikaplah seperti dengan teman kalian, anggap saja aku te, teman kalian. Ak, aku merasa tidak nyaman...” ucap Hinata.

Ketiganya saling lirik kemudian dengan ragu menegakkan badan, “Tapi ini perintah, Nona,” ucap Pelayan tadi.

Hinata mengernyit, “Kalian 'kan bukan budak?”

“Maksud kami, tentang mendandani Anda,” jelas pelayan yang bertubuh sedikit lebih gemuk dari yang lainnya.

Hinata terkekeh canggung, “Apa ada kamar mandi di ruangan ini?” tanya Hinata akhirnya.

“Ada, Nona, mari saya tunjukkan,” ucap pelayan pertama, yang berciri-ciri tinggi bagaikan tiang lampu jalanan.

***

Saat ini Hinata tampil manis dengan gaun hitam selutut berpola renda-renda di bagian bawahnya. Gaun berpotongan sederhana yang ia lihat di foto keluarga Seijūro. Rambutnya dibiarkan terurai, sementara wajahnya dipolesi make up tipis. Karena tidak nyaman dengan heels yang dipakainya, ia duduk di salah satu kursi. Dan bukannya tenang, gadis itu duduk dengan gelisah. Hinata juga ditemani tiga pelayan dengan ciri-ciri berbeda yang tadi membantunya merias diri.

Polesan ringan di wajah Hinata bukannya membuat gadis itu kehilangan pesona, malah semakin memikat, itu yang terlintas di pikiran Seijūro saat menapaki rumah makan kediaman pribadinya. 

Tiga pelayan di tiap sisi Hinata langsung membungkuk sopan, membuat Hinata agak terkejut. Ia buru-buru menatap Akashi Seijūro--yang menatapnya seraya membawa sebuket mawar merah dan lavender di tangannya--kemudian buru-buru bangkit.

Seijūro tersenyum menyadari itu.

“Kupikir kau tidak suka membawa bunga,” ucap Hinata saat Seijūro sampai di hadapannya, ia juga telah menegakkan badannya.

Seijūro terkekeh, “Apapun untukmu, Cintaku,” ucapnya seraya mengulurkan buket bunga tersebut.

Hinata terkekeh, kemudian dengan keanggunan bangsawan yang ia miliki, diraihnya mawar tersebut dan mencium harum semerbak yang menguar darinya.

Kegiatan sore itu dilanjutkan dengan makan malam romantis, candle light dinner, yang digelar ditaman secara khusus oleh Seijūro. Berdua saja, ditemani cahaya lilin dan bintang yang berkelip-kelip nakal.

Makanan yang disediakan pun tidak main-main, semua berasal dari negara Mode, Prancis, yang katanya kota paling romantis. Hingga membuat Hinata hampir mual sendiri memakannya, dan berakhir kembali ke menu khas Jepang yang kesemuanya berbahan dasar tofu. Salahkan koki keluarga Akashi yang menimbun tofu di lemari penyimpanan rumah pribadi Seijūro ini.

“Kau suka? Ini khusus kubuatkan untukmu,” ucap Seijuuro di tengah sesi makan malam romantis itu. Dan hanya dibalas senyum manis Hinata, yang perlahan melelehkan hati beku Seijūro.

.~.
 

Yandere-kun No Koi Monogatari [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang