Udah yuk, ah.
Mari baper berjamaah.***
Hadist Nabi yang menjadi pacuan Barra kala mencari pendamping, begini bunyinya: "Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang solehah."
Dibalut dengan kemeja putih pas di badan dan jas hitam yang melekat untuk atasannya, serta celana bahan berwarna hitam, ditambah sepatu dan kopiah hitam, Barra terlihat gagah.
Barra keliatan berwibawa dengan pakaian yang sedang dia gunakan. Tapi begitu mulai melangkah, hancurlan khayalan bunda, Rere dan Intan yang sedari tadi memperhatikan Barra.
"Yah, Mas. Jalannya jangan dipincang-pincangin gitu, loh." Komentar Rere. Intan dan bunda mengangguk setuju.
"Ini sakit beneran, loh, Re. Nggak dipincang-pincangin."
Bunda gemes medengar jawaban Barra, langsung mengomel, "Apa Bunda bilang. Di rumah aja. Sekarang, rasain. Ayo, Re, Tan. Kita tinggalin Mas kamu. Suruh jalan ke bawah sendiri, nggak usah dibantu," kata Bunda yang diamini oleh Rere dan Intan.
Barra melongo dengernya.
Ckckc ... bundanya ini. Fikir Barra.
***
"Wanita dinikahi kerana empat perkara yakni kerana harta kekayaannya, kerana kedudukannya, kerana kecantikannya dan kerana agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu.”
Bilqis meremas tangannya sendiri. Berusaha menenangkan debaran jantungnya yang sudah berdetak dua kali lebih cepat sejak dia membuka mata.
Beberapa jam lagi, aku akan menjadi seorang istri. Kata Bilqis dalam hati. Dia takut, tapi penasaran juga. Bissmillah, Ya Allah. Aku punya Allah yang maha segalanya.
Pintu kamar Bilqis terbuka, muncullah Rasya di sana. "Hei ... gimana?" tanya Rasya retoris.
Bilqis tersenyum, "Gugup. Tapi seneng."
Rasya memasuki kamar, lalu duduk di sebelah Bilqis, memegang tangan adiknya yang sebentar lagi akan menjadi seorang Bilqis dengan status baru.
"Abang sayang kamu, Dek."
"Aku juga."
***
"Bang, ke bawah Bang. Itu keluarganya Barra udah dateng," Anna--mama Bilqis--tiba-tiba mengintereupsi obrolan Rasya dan Bilqis. Kemudian pergi lagi. Karena di bawah lagi sibuk-sibuknya.
Rasya bangkit, "Sebentar ya, Dek."
Bilqis menggeleng, "Bang, jangan tinggalin aku, Bang. Aku takut."
Melihat wajah Bilqis yang berkeringat panik, Rasya kembali duduk, memeluk adiknya singkat, "Maaf, kayaknya abang terlalu memaksakan kehendak, ya? Sampai nggak memerhatikan kamu siap atau nggaknya. Apa ... kita undur aja akadnya?"
Bilqis menggeleng cepat. Ayolah, Qis. Jangan kekanak-kanakkan. Batin Bilqis menyemangati. Bilqis menghela napas, lalu berkata "Aku siap, Bang. In Sha Allah. Aku bakal tunggu pangeranku di sini," kata Bilqis pelan.
Rasya tersenyum mendengarnya, mengelus kepala adiknya yang tertutup khimar. "Abang sayang kamu, Dek," kata Rasya sekali lagi. Sebelum akhirnya benar-benar menghilang dibalik pintu.
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Alifia Bilqis Hurwaida binti Rudi Setiawan dengan mas kawin tersebut, tunai."
Suara Barra bergetar kala mengatakan kalimat sakral tadi di bawah pegangan tangan ayah Bilqis.
Tapi begitu kata 'sah' dilantunkan, disusul dengan doa-doa yang dipimpin oleh bapak penghulu, hatinya lega. Lega banget.
Sekarang ... dia udah jadi suami.
SUAMI?
YA ALLAH.
Entah kenapa, hatinya menghangat begitu mengingatnya.
"Berkasnya boleh dibawa ke istrinya, buat ditanda tangani."
Peritah bapak penghulu langsung dilaksanakan Barra. Berbekal arahan dari Rasya, dia jadi tau di mana letak kamar pengantinnya.
Dengan langkah tertatih, Barra berjalan ke arah tangga. Bissmillahirrahmannirrahim. Bacanya dalam hati. Lalu mulai menaiki tangga satu persatu.
Barra mengetuk pintu kamar Bilqis--yang di pintunya ada tulisan terbuat dari sterofom(?), bertuliskan "Hello, Ratu Bilqis."
"Assalam'mualaikum," kata Barra memecah hening.
***
Bilqis mendengar suara, kala Barra menyebutkan nama lengkapnya, disusul dengan nama ayahnya melalu speaker yang sengaja dipasang Rasya khusus untuk acara ini.
Lalu, saksi men-sah-kan semuanya.
Alhamdulillah.
Air matanya Bilqis turun tanpa diperintah. Ketika bapak penghulu memperbolehkan Barra menghampirinya untuk menandatangi berkas-berkas. Membuat jantungnya yang baru saja menghirup kebebasan, harus kembali berkerja duakali lipat (lagi).
Ketukkan pintu terdengar, disusul dengan ucapan salam.
Bilqis diam. Tapi dia teringat yang pernah diajarkan oleh abangnya.
Mengucap salam itu sunnah. Menjawab salam, itu yang wajib.
"Waalaikum salam," jawab Bilqis pelan.
Tapi sepertinya terlalu pelan. Membuat Barra kembali mengulangi salamnya.
"Assalam'mulaikum warrahmatullahi wabbarahkatuh."
Bilqis memejamkan matanya lalu menghela napas, membuka matanya, kemudian bangkit ke arah pintu.
Dibukanya pintu, yang menjadi satu-satunya penghalang antara dia dan Barra--suaminya.
"Waalaikumsalaam warrahmatullahi wabbarahkatuh," jawab Bilqis begitu pintu terbuka.
Barra tersenyum melihat Bilqis yang menjawab salamnya dengan wajah menunduk. Bukan ini yang Barra mau. Dia mau disambut. Tapi dengan wajah penuh senyum oleh istrinya.
Cieeeeeileh. Istriiiiiiiiii.
Membuat Bilqis mengangkat wajah hanya satu yang bisa Barra lakukan, "Assalam'mualaikum, Istriku."
***
Baper kagak. Geli iyaa.
Akhirnyaaaaaaaaaaa sah juga ya Mas. Duhhhhh.Sini pada sungkem dulu sama aku. Hahahahahahaahahah.
Btw, pada ketipu ya? Ya Ampun kunggak tega bikin Mas Barra kecelakaaan yang sampe koma apalagi meninggal. Ya Allah. Terus katanya Bilqis dikhitbah laki-laki lain. Terus Barra bangun dari komanya. Hahaha ini Jomblo sampai Halal, bukan serial Uttaran:')
Emang di ceritaku ada kata 'Demi Dewa' ya? Sampe nggak bisa bedain? Lol.Udah ah. Udah.
Tamat nih(?)
29 Juni 2017
Ayas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomblo Sampai Halal [REVISI]
SpiritualPernah dengar kisah cinta Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah? Kisah yang luar biasa sekali bukan. Cinta dalam diam yang nggak mungkin ada dijaman sekarang. Eh... Tapi beneran nggak ada emang? *** Ps: Aku cuma manusia biasa, jadi kalo masih ada kekuran...