35

54.3K 3.6K 94
                                    

Barra terbangun sepuluh menit lebih awal dari jam yang biasa, bukan karena alarm yang dia pasang di ponselnya, tapi karena mendengar suara orang muntah dari dalem kamar mandi.

Barra bangkit, berjalan ke kamar mandi. Dilihatnya Bilqis sedang menahan rambut panjangnya ke belakang agar tak kena muntahan yang dikeluarkan. Dengan sigap, Barra mengambil alih tugas mulia tersebut ditambah dengan pijatan lembut di tengkuk Bilqis.

"Masih nggak mau ke rumah sakit? Udah hampir seminggu, lho kamuu muntah-muntah kaya gini," ujar Barra setelah Bilqis mengelap bibirnya dengan handuk kecil yang memang sudah Bilqis stok di kamar mandi mereka beberapa hari ini.

Bilqis menggeleng, "Aku mau ke rumah mama aja, Mas. Itu pun kalo kamu ijinin."

"Mas ijinin, asal pulang dari rumah mama, mau ya Mas ajak ke dokter?" Barra tersenyum melihat Bilqis mengangguk. "Yaudah, nanti sebelum aku ke Gemintang, aku anter kamu ke rumah mama, oke?" 

"Okeeeee!"

***

"Assalam'mualaikum, shalihahnya abang," sapa Rasya. Bilqis tersenyum. "Abang ... boleh masuk, nggak?" tanya Rasya masih berdiri di depan pintu kamar Bilqis.

Bilqis mengangguk, "Abang nggak ke Gemintang?" tanya Bilqis. Bilqis menggeser tubuhnya di atas kasur, memberikan tempat untuk Rasya berbaring bersamanya.

"Enggak," jawab Rasya sambil mengatur posisi nyaman di samping Bilqis. Setelah mendapatkan posisi ternyaman, Rasya menarik Bilqis ke dalam pelukkannya, tangan kanannya mengusap kepala Bilqis yang tertutup khimar tanpa sadar. "Kata Barra, kamu sakit. Udah ke dokter?"

"Nggak mau ke dokter," jawab Bilqis, "mau ke rumah mama aja, terus ketemu sama Abang. Pasti langsung sembuh."

"Seharusnya kamu telpon Abang, biar Abang yang ke rumah kamu, jangan kamu yang ke sini."

Bilqis memeluk Rasya lebih erat lagi, betapa dia sayang sama abangnya yang cuma ada satu ini. "Nggak papa, Abang. Aku yang mau kangen, masa Abang yang ke rumah?" bantah Bilqis. Bilqis tersenyum di dalam pelukkannya, "Kangen banget. Udah lama nggak di peluk sama Abang."

Rasya bales memeluk Bilqis, "Abang juga kangen banget sama kamu, Dek."

Ekhm.

Ekhm.

Suara deheman mengintereupsi kangen-kangenan versi Bilqis dan Rasya. Barra berdiri di depan pintu menenteng plastik dengan sterofoam berisi bubur ayam.

Rasya bangkit. "Loh, Barr. Nggak jadi ke Gemintang?"

Barra masuk, meletakkan bawaannya di atas nakas samping tempat tidur Bilqis, lalu mencium kening Bilqis sekilas. "Tadi udah di jalan, tapi pas liat gerobak bubur inget Bilqis," jelas Barra pada Rasya. Rasya manggut-manggut. "Kamu makan, ya? Mudah-mudahan nggak mual."

Bilqis tersenyum, "Makasih, Masku."

Barra mengusap kepala Bilqis yang tertutup khimar.

"Emang kamu sakit apa, Dek? Kok mual-mual, gitu?" Rasya bertanya.

Bilqis mengangkat bahu. "Nanti sore mau cek ke dokter ya, Mas?" Bilqis bertanya ke Barra. Barra mengangguk sebagai jawaban. "Belum lama 'kan mas Barra juga muntah-muntah, ternyata keracunan makanan. Aku udah ikutin yang disaranin dokter waktu mas Barra sakit kemarin sih, tapi nggak manjur di aku masa."

Hahaha.

Rasya, Barra dan Bilqis menoleh ke pintu serempak setelah mendengar suara tawa menggelegar.

"Mama, ketawanya," tegur Rasya.

Anna yang ditegur oleh sang anak berusaha menghentikan tawanya. Betapa polos pemikiran muda-mudi ini, begitu pikirnya.

Jomblo Sampai Halal [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang