Bagian 17

26.4K 4.1K 278
                                    

Rizki mengotak-atik kameranya, melihat hasil foto yang baru saja diambilnya lantas memindahkannya ke laptop untuk melakukan proses editing dengan dibantu oleh rekan-rekannya yang lain yang juga bekerja di studio foto miliknya.

"Mas, nanti muka sama pinggul saya dibuat ramping, ya. Saya nggak mau kelihatan gendut banget."

Rizki hanya mengangguk tersenyum sebagai tanggapan atas permintaan kliennya barusan. Ia sudah biasa menghadapi permintaan yang seperti itu. Yang paling cerewet tentu saja perempuan. Mereka menginginkan foto yang sempurna walau hal itu didapat dengan cara mengeditnya sedemikian rupa. Apalagi jika sedang melakukan foto pre wedding seperti ini, kliennya akan sangat berisik.

"Lho, Mas, muka saya kenapa nggak berubah? Pipi saya masih kelihatan gendut. Gimana, sih."

Protes demi protes keluar dari mulut klien perempuan Rizki. Orang-orang yang ada di sana mulai merasa kesal, tetapi sebagai seorang profesional, mereka tentu menanggapi ocehan si perempuan dengan tenang dan sopan, terutama Rizki yang berusaha untuk menjelaskan sedetail mungkin agar si perempuan tak terus protes sampai pekerjaan mereka selesai.

"Kerjain sampai selesai, ya." Rizki menepuk pelan pundak temannya yang sedang duduk di depan laptop untuk mengedit foto yang sudah ia ambil. Setelah mendapat anggukkan, barulah ia melangkah meninggalkan studio dan berjalan menuju ruangan yang biasa ia pakai untuk istirahat.

Suara desahan yang terdengar dari arah ruangannya membuat kening Rizki mengerut dalam dan urung menghisap rokok yang sudah terselip di antara bibirnya. Dengan tergesa ia masuk ke dalam ruangannya yang pintunya tak tertutup sempurna.

"Astaga!" Rizki memekik nyaring kala matanya melihat pemandangan dua orang pria dan wanita yang sedang asyik bercinta di ruangannya.

Ia kenal betul siapa pria tersebut. Dan yang bisa dilakukannya hanyalah menggeleng-gelengkan kepala sambil berdecak beberapa kali. Ia bukannya segera pergi, tetapi malah bersandar pada dinding dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada sambil menyaksikan adegan demi adegan yang biasanya hanya dapat ia lihat di ponselnya.

"Sialan lo, Ki! Lo ngapaian nontonin gue?"

Putaran bola mata tak kuasa Rizki tahan. "Ini studio gue kalo lo lupa."

"Ya elah, pinjem sebentar kali, Ki aahh!"

Roni—seseorang yang sudah Rizki anggap sebagai sahabatnya itu terus melanjutkan kegiatannya tanpa peduli dengan Rizki yang sedang berusaha mengusir dirinya. Si wanita juga tampak tak peduli sebab dia terus mendesah bersama dengan Roni. Dan detik itupula Rizki tahu kalau wanita itu hanyalah wanita bayaran.

"Sepuluh menit lagi gue balik. Awas kalo lo masih di sini," ucap Rizki pada akhirnya, memberi ultimatum kepada sahabat sialannya itu.

Roni mengacungkan ibu jarinya. "Sip. Gue bentar lagi klimaks, kok."

Wajah Rizki mengernyit, merasa jijik mendengar desahan sahabatnya itu. Tanpa berlama-lama, ia menutup pintu dengan rapat dan beranjak ke bawah selagi menunggu Roni selesai dengan kegiatannya.

"Aduh, jadi pengen kan gue," gumam Rizki seraya membetulkan celana di bagian selangkangannya yang terasa agak sesak.

Di sepanjang jalan, embusan napas panjang keluar dari mulut Rizki yang sedang bertarung melawan nafsunya. Terus seperti itu sampai ia tiba di bawah dan bergabung bersama yang lainnya.

"Orang yang foto untuk pre wedding tadi udah pulang?" tanya Rizki saat tak mendapati kliennya di sini.

"Udah, Bang. Nanti sore katanya diambil. Tapi ya gitu, yang cewek pake ngancem dulu."

Mendadak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang