Bagian 5

35.1K 4.9K 190
                                    

Pada awalnya, Rizki berniat untuk tidak pulang ke rumah sebelum keluarganya sendiri yang memintanya untuk pulang. Namun, baru tiga jam ia berada di luar karena kemarahan yang sempat ia luapkan, ia merasa bahwa apa yang dilakukannya sangatlah sia-sia dan merugikan.

Bagaimana tidak, sedari tadi ia hanya berkeliling dengan sepeda motornya, menghabiskan bensin dengan percuma. Dan sekarang, matahari sudah mulai naik sehingga cuaca terasa cukup panas. Ditambah lagi dengan perutnya yang terasa begitu lapar saat ini karena ia baru menyantap bubur kacang hijau, itu pun tidak sampai habis.

Alhasil, ia memilih pulang dan mengabaikan gengsinya. Toh, sejak awal ia memang tidak punya malu. Jadi, kenapa sekarang ia harus meninggikan gengsinya?

Lagi pula, ia adalah bujangan kere yang harus menghemat uangnya. Kalau saja ia Rizkan, sudah pasti saat ini ia sedang berada di hotel sambil menyantap makanan lezat.

"Bunda, laper!"

Itu adalah kalimat pertama Rizki setelah ia masuk ke dalam rumah. Bahkan, untuk berucap salam pun ia lupa sebab tubuhnya terasa lelah karena panas-panasan dan harus menahan lapar sepanjang perlajanan pulang. Ck! Ia memang tidak ada wibawa-wibawanya sama sekali.

"Nah! Aku bilang juga apa. Kalau laper ini anak pasti pulang," sahut Meli yang menyadari putra keduanya itu baru saja kembali ke rumah setelah acara mengamuknya yang membuat semua orang keheranan.

Semua orang yang sedari tadi masih berada di rumah Meli mau tak mau tersenyum mendengar celotehan wanita itu walau sebelumnya mereka juga sempat mencemaskan kondisi Rizki. Berbeda dengan Rizki yang kini sudah melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Mau makan? Biar Bunda ambilin," tawar Meli sesaat setelah Rizki duduk di sampingnya. Walaupun Meli pada awalnya melontarkan ledekannya kepada Rizki, tetapi percayalah, ia adalah orang yang paling khawatir setelah tahu bahwa anaknya itu pergi dalam keadaan marah.

Rizki hanya menganggukkan kepalanya yang membuat Meli segera bangkit berdiri untuk mengambilkan pria itu makan. Hal itu malah membuat posisi duduk Rizki kini menjadi bersebelahan dengan Belinda, tetapi ia tak menyadari hal itu karena rasa dongkol yang masih meninggali hatinya.

"Apa?" tanya Rizki dengan galak saat semua orang terus menatapnya.

Sontak saja semua orang yang menerima bentakan galak itu ingin tertawa, tetapi sebisa mungkin mereka menahannya agar Rizki tak kembali mengamuk dan kabur. Suasana hati pria itu sedang tidak bisa diprediksi untuk saat ini.

Tak berselang lama, Meli kembali dengan sepiring nasi beserta lauk untuk anaknya yang baru kabur itu. Namun, setelah memberikan piring itu kepada Rizki, ia tak lagi duduk di samping pria itu, melainkan di samping Ela yang sedang melihat-lihat album foto keluarganya sehingga Rizki tetap duduk di samping Belinda. Akan tetapi, pria itu masih belum juga menyadarinya.

"Yang ini Rizkan apa Rizki, Bun?"

Satu pertanyaan dari Geulis berhasil menarik perhatian Rizki yang tengah melahap makanannya. Ia kemudian menoleh ke arah para wanita yang sibuk membolak-balik album foto keluarganya sambil sesekali tertawa.

"Kalau mau bedain antara foto Rizkan sama Rizki gampang, Lis. Tinggal tandain aja, kalau foto yang nggak pakai celana dalam itu pasti Rizki," Meli menjawab pertanyaan Geulis sebelumnya yang berhasil mengundang tawa wanita itu, Dara, dan Ela yang juga ikut melihat-lihat foto.

Sementara Rizki hanya mendengus karena kembali menjadi bahan olokan sambil kembali melanjutkan makannya.

"Yang ini siapa, Bun?" Geulis kembali bertanya.

"Ini Rizki sama Belinda. Dulu mereka deket banget. Si Rizki selalu ngintilin Belinda ke mana pun dia pergi," Meli terkekeh di akhir kalimatnya.

Untuk kedua kalinya, Rizki kembali tertarik dengan pembicaraan para wanita tentang foto masa kecilnya. Namun, kali ini ia tak mendengus seperti sebelumnya, tetapi tersenyum. Ia ingat sewaktu kecil ia selalu ada di mana pun Belinda berada. Dan dulu, Belinda tak keberatan sama sekali. Bahkan, Belinda kecil akan menangis bila tak melihatnya dalam sehari.

Sama seperti Rizki, Belinda pun merasa tertarik dengan apa yang baru saja Meli bicarakan. Kenangannya bejalan ke masa lalu, mengingat betapa dekatnya ia dengan Rizki saat kecil dulu. Dan tanpa sadar, itu membuatnya tersenyum, tetapi dengan cepat ia menghapus senyum di bibirnya dengan kembali memasang wajah datarnya.

Senyum masih terpasang di bibir Rizki saat ia kembali melanjutkan makannya. Kali ini dengan perasaan yang jauh lebih baik. Entah kenapa, mengingat bahwa ia pernah sangat dekat dengan Belinda membuat hatinya dipenuhi rasa bahagia.

Andai saja saat ini masihlah sama, ia pasti akan menjadi laki-laki paling bahagia di dunia ini. Dan tentu saja ia akan lebih dulu menikah daripada Rizkan. Namun, sayang sekali karena saat ini Belinda sangat anti dengannya tanpa alasan yang jelas.

Tanpa Rizki sadari, setelah ia selesai dengan makanannya, semua orang ternyata sudah pergi dari ruang keluarga. Rizkan dan ayahnya yang tadi sedang berbincang, kini sudah tak tampak lagi di matanya. Begitu pula dengan ibunya, Dara, dan Ela yang sepertinya sudah pergi ke dapur untuk melihat hasil kue mereka. Dan Belinda ... Rizki segera memutar pandangannya ke sekeliling ruangan saat ia tak melihat gadis itu sejak pulang tadi. Dan betapa terkejutnya ia tatkala melihat Belinda ternyata duduk di sampingnya.

Ia kemudian berdehem, mengingat janjinya pagi tadi bahwa ia tidak akan mengganggu Belinda untuk kali ini. Namun, sialnya susah menahan bibirnya untuk tak berbicara ketika ada Belinda di dekatnya. Alhasil, satu pertanyaan pun keluar dari mulutnya.

"Lo inget masa kecil kita nggak, Be?"

Belinda yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, langsung mengangkat kepalanya dan seketika dahinya dipenuhi dengan kerutan saat sadar bahwa di ruang keluarga ini hanya ada dirinya dan Rizki saja. Saking fokusnya dengan ponselnya, ia sampai tak sadar bahwa semua orang sudah pergi.

Menghela napas panjang, ia pun menoleh ke arah Rizki kala ingat bahwa pria itu baru saja melontarkan sebuah pertanyaan kepadanya.

"Inget," jawabnya dengan singkat sebelum bangkit berdiri untuk menyusul para wanita yang sedang berada di dapur.

Namun, cekalan Rizki di tangannya menghentikan niatannya. Ia lantas menatap Rizki dengan sebelah alis yang melengkung ke atas. Seolah bertanya apa pada pria itu lewat tatapan matanya yang menunjukkan ketidaksukaan.

"Lo nggak kangen sama kita yang dulu, Be?" Rizki kembali bertanya, kali ini nada suaranya terdengar sendu di telinga Belinda. Atau mungkin itu hanya perasaan gadis itu saja. Entahlah.

Belinda sungguh tak bisa menjawab pertanyaan Rizki barusan. Entah kenapa, tenggorokannya terasa seperti tersumbat oleh sesuatu. Namun, di dalam hati ia menjawab bahwa ia merindukan masa kecil mereka. Ia merindukan Rizki, sangat. Hanya saja, ia benar-benar tak boleh memberi tahu pria itu apa yang hatinya katakan. Ia tak ingin memberi harapan palsu kepadanya sebab ia sadar bahwa sampai kapan pun mereka tak akan pernah bisa bersama. Sampai kapan pun, mereka tak akan pernah bisa mengulang masa kecil mereka. Semua itu ia lakukan karena seseorang. Seseorang yang sampai saat ini masih terus mengawasinya.

"Bebe! Ayo, pulang. Kakek kamu di rumah."

Panggilan dari ibunya membuat Belinda dengan cepat menarik tangannya dari genggaman Rizki. Orang yang baru saja ia bicarakan ternyata sudah berada di rumahnya. Panjang umur sekali.

Ya, seseorang yang ia maksud adalah kakeknya sendiri.

••••

Setelah sahur tadi ditemani sama Rizki. Sekarang, sebelum buka puasa juga ditemani sama Rizki. Semoga ada faedahnya ya😂😂

29 Mei, 2017

Mendadak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang