Bagian 13

28.1K 4.1K 344
                                    

Sapaan hangat dari beberapa rekan kerjanya di rumah sakit mengalun di telinga Belinda saat gadis itu baru saja memasuki area rumah sakit yang menjadi tempat kerjanya selama beberapa minggu ini. Secercah senyum ramah ia lemparkan kepada beberapa orang yang menyapanya. Terus seperti itu sampai ia tiba di depan kamar rawat kakeknya.

Sambil melepas scarf yang melingkari lehernya, ia pun bergegas masuk ke dalam untuk melihat kondisi sang kakek yang katanya sudah siuman dan jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Pa, Ma," panggil Belinda, sambil menutup kembali pintu berwana putih gading itu sebelum melangkah mendekati kedua orangtuanya yang tengah duduk di sofa.

Kedua orangtuanya—Ela dan Alex—kompak menoleh ke arah Belinda. Keduanya lalu memindai tampilan anak perempuan mereka itu mulai dari atas sampai bawah. Anak gadis mereka memakai gaun yang cocok untuk dipakai di acara-acara besar, bukan dipakai saat sedang menjenguk kakeknya yang sedang terbaring lemah di rumah sakit.

Menyadari tatapan orangtuanya yang begitu intens, Belinda menggaruk tengkuknya lantas tersenyum malu. "Baru pulang kencan," ia setengah berbisik. Wajahnya sudah dipenuhi rona kemerahan.

Ela dan Alex yang mendengar itu hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. Ada sedikit rasa senang karena Belinda sudah mau membuka diri untuk hal-hal seperti itu. Anak semata wayang mereka itu sudah hampir tiga puluh tahun, rasanya sudah saatnya Belinda mencari sosok lelaki yang akan dijadikan sebagai suaminya kelak.

Selama ini, gadis itu jarang sekali menjalin hubungan dengan seorang pria. Bahkan, dia tak memiliki teman laki-laki. Dan mendengar kabar bahwa putri mereka itu baru saja berkencan, tentu saja membuat keduanya bahagia.

Sejak dulu, Ela dan Alex tak pernah melarang Belinda untuk berpacaran atau berteman dengan laki-laki, tetapi gadis itu sepertinya tak tertarik sama sekali dengan seorang pria. Mereka cukup heran dengan hal itu sebab Belinda adalah anak yang cerdas dan memiliki paras yang manis. Namun, bagaimanapun juga, sebagai orangtua, mereka tetap mendukung apa yang putri mereka ingin lakukan, termasuk melajang sampai sekarang.

Yang mereka tidak tahu, Belinda melakukan itu karena doktrin mutlak dari sang kakek yang tak bisa lagi diganggu gugat. Sejak dulu, kakeknya selalu memilih mana orang yang boleh berteman dengannya dan mana yang tidak serta melarangnya untuk menjalin hubungan dengan pria manapun selain pilihannya. Itulah sebabnya ia tak punya banyak teman dan selalu dianggap sombong.

"Papa sama Mama istirahat aja di rumah, biar Bebe yang gantian jagain Kakek," tawar Belinda sembari membersihkan riasan di wajahnya dengan tisu basah.

Ela mengangguk menyetujui. "Mama juga sekalian mau nyiapin baju Kakek kamu. Nanti Mama balik lagi," ia berdiri lantas mendaratkan satu kecupan hangat di dahi Belinda.

"Kalau ada apa-apa telepon Papa atau Mama, Be." Kali ini gantian Alex yang berbicara. Pria dengan title Jenderal Polisi itu pun melakukan hal yang sama dengan istrinya, memberi satu kecupan di puncak kepala Belinda.

"Hati-hati di jalan, Pa, Ma," ucap Belinda seraya mengantar kedua orangtuanya sampai depan pintu kamar rawat kakeknya.

Setelah punggung orangtuanya tak lagi tampak di penglihatannya, Belinda memutuskan untuk kembali ke sofa dan mengambil alih tugas ayah dan ibunya sebelum mereka kembali lagi ke sini.

Sejujurnya, ada perasaan tak nyaman jika ia harus disatukan dalam ruangan yang sama dengan kakeknya. Sekalipun pria tua itu sedang dalam kondisi tak sehat, Belinda tetap merasakan aura intimidasi yang begitu kuat. Kalau boleh memilih, lebih baik ia mengurusi pasien lainnya sampai pagi daripada harus mengurus satu pasien yang membuat dirinya tak tenang.

Mengembuskan napas panjang, Belinda kembali membersihkan makeup di wajahnya. Di tangan kirinya sudah ada kaca kecil yang terangkat sebatas wajahnya dan tangan kanannya memegang tisu basah. Ia kemudian menyapukan tisu basah tersebut di seluruh permukaan wajahnya, mulai dari bagian alis sampai ke bibir sehingga wajahnya terbebas dari riasan apa pun dan terasa lebih ringan.

Mendadak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang