Bagian 1

97.7K 7.8K 810
                                    

Kamar yang awalnya terlihat sangat berantakan, kini semakin tampak tak karuan saat sang empunya kamar membongkar isi lemari pakaian hanya untuk mencari baju yang beberapa waktu lalu baru dibelinya. Hampir seluruh isi lemari tersebut ia keluarkan hanya untuk mendapatkan benda yang sangat ingin dipakainya saat ini juga.

Embusan napas kasar meluncur bebas dari bibirnya saat tak juga menemukan baju tersebut. Ia lalu menarik napas dalam-dalam untuk meredakan emosi yang mulai naik ke permukaan. Ingin rasanya ia memaki dirinya sendiri karena sikapnya yang ceroboh sehingga baju tersebut sudah tak tampak lagi di matanya. Namun, ia terlalu mencintai dirinya sehingga makian tersebut hanya tersimpan di dalam hati.

"Ya ampun! Kamar kamu abis kena badai ya, Rizki?!"

Sang pemilik kamar yang tak lain adalah Rizki langsung menoleh ke sumber suara dan mendapati ibunya sedang berkacak pinggang di depan pintu kamar sambil menatap murka ke arahnya.

Detik itu pula Rizki mulai membaca ayat kursi di dalam hati agar amukan sang ibu tak sampai mengguncang dunia. Pasalnya, jika ibunya sudah berteriak dengan posisi seperti itu, apa pun bisa terjadi. Salah satunya adalah menarik telinganya sampai memerah. Hanya menjewer memang, tetapi rasanya luar biasa saat ibunya yang melakukan itu. Itu sebabnya hal yang paling ia takutkan ketika sang ibu sudah marah adalah jewerannya.

"Aku lagi nyari baju yang baru aku beli waktu itu, Bun. Yang warna abu-abu," ucap Rizki, menjelaskan kepada ibunya yang mudah-mudahan saja dapat mengerti akan alasannya dan membuatnya diberi ampunan.

Meli—ibu Rizki—menghela napas panjang seiring dengan kakinya yang melangkah mendekati anak laki-lakinya itu yang ditanggapi dengan ancang-ancang siap kabur oleh Rizki kalau saja sang ibu benar-benar akan menjewer telinganya.

Helaan napas lega tak kuasa Rizki tahan saat Meli berjalan melewatinya. Di dalam hati, ia begitu bersyukur dan berjanji setelah ini akan salat lima waktu bersama sunah-sunahnya sekaligus.

"Ini apa Rizki Satrya Hamizan?" Meli kembali ke hadapan Rizki dengan membawa baju yang sejak tadi dicari-cari oleh anaknya itu.

Terang saja ekspresi Rizki langsung berbinar saat sang ibu berhasil menemukan bajunya hanya dalam hitungan detik. Ia pun bertepuk tangan sambil memasang wajah terkejutnya sebelum mengambil baju tersebut dari tangan Meli.

"Bunda udah cocok jadi dukun. Padahal, aku udah nyari baju ini dari lima belas menit yang lalu, tapi Bunda nemuin baju ini hanya dalam hitungan detik," Rizki menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub sambil menatap Meli yang mulai jengah dengan sikap anaknya itu.

Satu pukulan dari wanita separuh baya itu pun akhirnya mendarat di kepala Rizki yang sontak membuat putranya itu mengaduh sakit.

"Beresin kamar kamu. Awas kalau masih berantakan. Bunda botakin kamu," setelah mengeluarkan ancamannya, Meli bergegas keluar dari kamar Rizki.

Rizki berdecak pelan sambil mengusap bekas pukulan Meli di kepalanya yang cukup untuk membuat bagian tubuhnya yang satu itu berdenyut sakit, tetapi setidaknya kali ini ia tidak mendapat jeweran dari sang ibu.

Menutup pintu kamarnya, Rizki pun berlekas-lekas membersihkan dirinya sebab hari ini ia akan bertemu dengan pujaan hatinya setelah bertahun-tahun lamanya mereka tak berjumpa. Ah! Ia tak sabar melihat gadisnya itu.

Rizki menyemprotkan parfum di sekujur tubuhnya setelah selesai mandi. Ia lantas memakai pakaian yang sudah dipilihnya sejak jauh-jauh hari hanya untuk momen yang satu ini. Bagaimanapun juga, ia harus terlihat setampan mungkin di depan pujaan hatinya.

"Genjotan Bokap memang yang paling mantap sampe bisa menghasilkan anak yang gantengnya kelewatan kayak gue," Rizki berdecak kagum akan ketampanannya sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin.

Mendadak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang