Bagian 33

22.1K 3.9K 229
                                    

"Gimana, Pa?" tanya Belinda langsung ketika melihat ayahnya berjalan ke arahnya.

Alex mengusap wajahnya lantas memegang pundak Belinda dengan pandangan menyesal. "Rizki sudah ditetapkan sebagai tersangka, Be. Bukti yang didapat tim penyidik kuat sekali. Apalagi pernyataan saksi juga semakin memperkuat bukti yang ada."

Belinda menjatuhkan bokongnya di atas kursi dengan lemas lantas membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Setelah beberapa jam menunggu penyidik menginterogasi Rizki, ia malah mendapatkan jawaban yang begitu mengejutkan.

"Rizki nggak mungkin bunuh orang, Pa. Bebe kenal banget sama Rizki, Pa," ucap Belinda dengan suara tercekat sambil menatap ayahnya dengan lesu.

"Papa juga nggak yakin kalau dia yang melakukan hal seperti itu, Be. Tapi mau bagaimana lagi, bukti yang ada sangat kuat," sahut Alex sembari mengelus rambut putrinya.

Tangis Belinda tak bisa lagi ditahan, semuanya tumpah bersamaan dengan kecemasan yang luar biasa akan nasib Rizki setelah ini.

"Tolong bantuin Rizki, Pa. Rizki nggak salah," racau Belinda di sela-sela isak tangisnya.

"Kalau Papa bisa, Papa pasti akan bantu Rizki, Be. Tapi di sini Papa hanya menjalankan tugas sesuai prosedur yang ada. Nanti, saat kasus ini sudah masuk proses peradilan, Papa sendiri yang akan turun tangan untuk mencari bukti lain. Papa rasa ada kekeliruan di sini."

Belinda hanya menganggukkan kepala saja. Air mata masih belum berhenti mengalir. Ia sangat yakin kalau Rizki hanya dijebak. Dan nama yang terlintas pertama kali dalam benaknya ketika menebak siapa yang tega menjebak Rizki adalah Wira Brahmasatya, kakeknya sendiri.

Tanpa keraguan, Belinda segera meninggalkan kantor polisi untuk datang kepada kakeknya. Kalau memang benar semua ini ulah sang kakek, ia tak akan tinggal diam seperti sebelum-sebelumnya. Ia juga akan bertindak. Ini sudah keterlaluan menurutnya.

Pegangan Belinda pada setir mobil sangatlah erat, seolah-olah ingin menghancurkan benda tersebut. Amarahnya sudah sampai pada batas maksimal, tak bisa lagi ditoleransi.

"Breaking news, seorang pelukis Indonesia yang berinisial RSH telah ditetapkan sebagai tersangka atas terbunuhnya anak dari seorang pengusaha terkenal."

"Berengsek! Rizki bukan pembunuh!" teriak Belinda saat radio menyiarkan berita yang membuat amarahnya semakin memuncak. Ia langsung mematikan radio tersebut bahkan sampai memukulnya berulang kali karena tak terima Rizki disebut sebagai pembunuh.

Setibanya Belinda di kediaman Wira, ia memarkirkan mobilnya secara asal, lalu masuk dengan tergesa-gesa untuk menemui kakeknya.

"Di mana Kakek?" tanya Belinda pada beberapa pelayan yang ditemuinya. Ia bahkan tak segan menendang satu per satu pintu yang tampak di matanya untuk mencari keberadaan sang kakek.

"Nona! Tuan ada di ruang baca." Salah satu pelayan yang panik melihat aksi brutal Belinda segera memberi tahu di mana majikannya berada.

Dengan langkah lebar Belinda pergi ke ruang baca. Amarah yang meledak-ledak dalam dirinya membuat ia lupa bagaimana seharusnya bersikap di depan orang yang lebih tua. Terlihat dari caranya membuka pintu dengan kasar sampai menimbulkan debuman keras yang berhasil mengagetkan Wira yang tengah membaca buku dengan santai.

"Apa-apaan kamu, Belinda?!"

Teriakan Wira tak Belinda pedulikan sama sekali. Dengan wajah memerah dan gigi yang bergemeletuk, gadis itu menghampiri sang kakek.

"Semua itu ulah Kakek, kan? Kakek yang menjebak Rizki sampai dia dituduh membunuh seseorang!"

Sepertinya Belinda benar-benar telah melupakan sopan santunnya. Ia bahkan berteriak di hadapan kakek yang seharusnya ia hormati.

Mendadak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang