Chapter 9 : Jangan sekarang

8.2K 486 85
                                    

"Tapi, Lando nggak cinta sama lo.. Gue yang cinta sama lo." Aku langsung mendongak menatapnya.

Ucapannya masih sama. Ia memang membenci Lando sejak dulu dan ia mencintaiku juga sejak dulu..

______________

Aku menundukkan kepalaku, memutuskan kontak mata dengannya. Tapi, ini salah. Aku akan tetap mencintai Lando karena dia suamiku. Aku tidak bisa berpaling darinya walaupun hanya sepersen saja. Lando selalu menjadi hal yang spesial untukku.

Ia mengangkat daguku dan aku kembali menatapnya.

"Al, Lando nggak cocok sama lo.. Dia pengecut.. Kenapa lo masih pertahanin hubungan lo sama dia?" Tanya Rendy.

"Aku cinta sama dia.. Aku—"

"Dia nggak cinta sama lo. Harus berapa kali gue bilang kalau Lando cuma mainin lo.. Dia cuma cinta sama Karin dan selamanya akan begitu, nggak ada ruang buat lo.. Lando nggak peduli sama lo."

Hatiku menciut saat ini juga saat Rendy mengatakan itu. Benarkah? Apa tidak ada secuil hati untukku dari Lando?

"Ren, aku harus pulang." Aku memalingkan wajahku kemudian pergi meninggalkannya.

Aku terus diam dan memikirkan ini semua. Apa itu benar, kalau tidak akan pernah ada ruang dihati Lando untukku?

Air mataku menetes kembali. Kenapa harus Karin? Kenapa bukan aku?

Aku masuk kedalam lift dan menjambak rambutku frustasi saat aku merasakan denyutan keras pada kepalaku.

Aku ingin menjerit. Mengapa aku sangat menderita? Apa ini satu-satunya ujian untukku?

Aku menarim nafasku lalu menghembuskannya perlahan dan menghapus air mataku.

Aku berusaha tidak merasakan sakit sama sekali, walau pada kenyataannya rasa sakit itu masih menyiksa kepalaku dan hatiku.

"Alea." Aku mendongakkan kepalaku dan pandanganku langsung tertuju pada Vina yang sedang berlarian menghampiriku.

"Lo kemana aja?" Tanyanya khawatir.

"Ke helipad.. Aku butuh udara segar." Jawabku.

"Al, lo harus kemo.. Itu satu-satunya jalan biar penyakit lo nggak bertambah parah." Aku tersenyum getir.

"Aku nggak mau.. Lagian itu percuma.. Aku juga nggak akan sembuh dan pada akhirnya aku juga akan mati kan?" Ucapku sambil menatap Vina yang sedang terdiam.

"Tapi, setidaknya lo berusaha.. Tunjukkin ke suami lo yang bajingan itu kalau lo itu baik-baik aja tampa adanya dia disisi lo." Ucapan Vina yang kali ini membuatku terdiam.

Ku rasa ucapan Vina kali ini ada benarnya juga. Aku harus menunjukkan kepada Lando kalau aku baik-baik saja. Lando tidak tahu mengenai penyakit yang aku alami. Jika aku tidak mengikuti saran dokter untuk kemo. Pasti aku akan terlihat sangat lemah dan itu pasti akan membuat Lando berfikir bahwa aku sakit karenanya walaupun kenyataan itu benar kalau aku sakit karenanya. Maka dari itu ia akan lebih berfikir kalau aku akan menceraikannya.

Aku tidak akan menceraikannya.

"Oke.."

Vina tersenyum.

"Jadi, lo mau kemo?" Tanyanya dan aku mengangguk.

Aku terpaksa.

"Dokter bilang, lo harus kemo besok jam 5 sore.."

Dan aku mengangguk mengerti lalu Vina langsung mengajakku pulang dan aku mengikutinya.

________________

Vina hanya mengantarku sampai didepan rumah saja, karena memang ini sudah malam. Aku langsung masuk kedalam rumah dan aku sedikit menyipitkan mataku ketika aku melihat Lando yang sedang menonton tv.

"Lando?" Ia tidak menoleh menatapku dan aku langsung berdiri disampingnya.

"Lo kemana aja?" Tanyanya enggan untuk menoleh menatapku sama sekali.

"Aku ke rumah Vina tadi.." Jawabku berbohong dan Lando langsung beranjak dari duduknya dan mematikan saluran tv. Ia memilih menghadap kearahku.

"Bikinin gue makanan." Ucapnya dingin kemudian melenggang pergi meninggalkanku dan aku diam disini menatapnya yang sudah pergi. Haruskah dengan nada seperti itu, ia memerintah istrinya sendiri?

Menghelakan nafas kasar. Aku langsung berjalan menuju ke dapur. Aku menyiapkan berbagai bahan masakan untuk membuat nasi goreng, karena memang tidak ada bahan makanan lain selain itu.

Aku langsung mulai berkutat didalam dapur dengan berbagai macam peralatan masak.

______________

Aku menatap nasi goreng buatanku yang tidak terlalu buruk dan aku berharap rasanya akan sedikit enak karena aku sedikit lupa bahan yang harus aku jadikan bumbu untuk nasi goreng.

Aku meletakkan sepiring nasi goreng diatas meja makan tepat dihadapan Lando.

"Nasi goreng?" Tanyanya memprotes.

"Iyaa.."

"Nggak bisa bikin makanan lain?" Tanyanya lagi.

"Cuma itu yang ada didapur.. Lagian itu juga nggak ribet." Jawabku cepat. Ia beralih menatap nasi goreng buatanku dengan tatapan aneh. Yah, memang penampilannya sedikit berantakan tapi dia belum tahu rasanya, kan?

Ia menyuapkan sesendok nasi goreng kedalam mulutnya, lalu mengunyahnya setelah itu menelannya.

Alisnya mengerut menjadi satu, kemudian ia langsung mengambil segelas air yang ada diatas meja dan meneguknya.

Ada apa?

"Nasi goreng apaan nih? Nggak ada nasi goreng yang manis!" Ucap Lando kesal.

Tunggu, manis?

"Tapi, aku—"

"Lo itu bisa masak apa nggak sih? Memangnya lo pernah makan nasi goreng yang manis, huh? Lo kasih berapa banyak gula? Sekarung?" Tanyanya kesal.

"Maaf, aku lupa ngasih garam." Dan ya, itulah yang aku lupakan. Garam. Oke, aku melakukan kesalahan lagi.

"Bego!" Umpatnya, setelah itu beranjak dari duduknya dan berlalu meninggalkan aku.

Aku menatap Lando yang sedang menaiki beberapa anak tangga. Rasanya mataku sedikit buram, aku melihat Lando terbelah menjadi dua. Kepalaku sangat sakit sekarang. Aku duduk dan meremas rambutku kuat.

Jangan sekarang, ku mohon.

Aku meringis kesakitan.

Tapi, aku sudah tidak tahan lagi. Penyakit ini sangat menyiksaku dan tidak lama kemudian. Semuanya gelap. Tidak ada cahaya sama sekali.

__________

jangan lupa vote + komentarnya.

😊😊

Still HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang