Aku terbangun, mengerjapkan mataku berkali-kali, lalu menatap keluar jendela. Sudah sore dan ku pikir aku terlalu lama untuk tidur.
Mengubah posisiku menjadi duduk, pun aku menghelakan nafasku berkali-kali. Diatas meja terdapat dua potong sandwitch, segelas air putih, dan segelas susu. Mungkin Rendy yang menyiapkan untukku.
Pun aku langsung mengambil sepotong sandwitch dan ternyata dibahwanya terdapat selembar kertas.
Aku hanya bisa membuatkanmu sandwitch dan maaf kalau aku nggak bisa jagain kamu lebih lama. Aku masih ada urusan diluar, habisin makanannya ya.
Rendy
Pun aku meletakaan secarik kertas tersebut diatas meja kembali dan menggigit sandwitchku lagi.
Sempat terbesit dipikiranku, apakah Lando mencariku? Disini, aku masih belum bisa percaya kalau dia peduli padaku, menjagaku semalaman. Aku paham dia berubah karena dia sudah tau mengenai penyakitku, tapi dalam bagaimana cara dia memperlakukanku tidak sebanding dengan aku memperlakukannya. Dia hanya kasihan.
Jujur, berlama-lama dirumah Rendy membuatku merasa tidak nyaman. Aku ingin segera pulang dan memeluknya, tapi itu tidak mungkin. Dia tidak akan mau.
Pun aku beranjak dari dudukku dan segera keluar dari rumah Rendy, aku akan mengirimkannya pesan singkat ketika aku sudah sampai dirumah. Rendy adalah pria yang teramat baik.
Aku tiba dirumah, pun aku langsung membuka pintu utama, tatapanku langsung tertuju pada Lando yang sedang terdiam duduk diatas sofa ruang tamu. Rambutnya acak-acakan dan kemejanya benar-benar berantakkan.
Aku berjalan mendekat, tidak bermaksud untuk mendekatinya. Aku bermaksud untuk masuk kedalam kamarku.
Lando mendongakkan kepalanya ketika menyadari kehadiranku. Ia beranjak dari duduknya dan menarik lenganku dengan kasar. Pun aku memberanikan diri mendongak padanya, tatapannya benar-benar dalam dan marah.
"Jadi, selama ini lo jadi cewek simpanannya si Rendy?" Alisku menaut menjadi satu.
"Maksud kamu apa?"
"Kurang apa sih, Al? Gue udah baikin lo, jagain lo semalaman. Kurang apa? Lo mau gue merhatiin lo pake model yang kayak gimana? Gue udah coba berubah demi lo. Tapi ini yang lo lakuin dibelakang gue?" Tanyanya.
"Lando."
"Terserah, lakuin apapun yang lo mau." Katanya dan setelah itu ia berbalik dariku lalu pergi meninggalkanku.
________
Aku terbangun dengan sisa-sisa tenagaku yang hampir habis. Menoleh kearah nakas, bisa kulihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Itu artinya, Lando sudah terlelap dikamarnya. Pun aku langsung menyibakkan selimutku dan segera keluar dari kamar.
Aku berjalan menuju kearah dapur dan membuka pintu lemari es, mengambil sekaleng soda dan membukanya. Entah apa yang terbesit dipikiranku hingga aku berani meminum minuman yang dilarang oleh dokter Lave.
Hendak aku menegaknya namun kaleng itu langsung terjatuh dilantai dengan sia-sia, seseorang telah menampar tanganku hingga kaleng itu benar-benar lepas dari genggamanku.
Pun aku menoleh kebelakang, bisa ku lihat Lando tengah menatapiku garang dibalik cahaya yang sedikit remang, jadi dia disini? Kenapa?
"Al, kamu mau bunuh diri?
Aku diam menatapinya, tidak menjawabnya sama sekali. Bahkan, dibalik cahaya yang hanya tersisa sedikit, dia masih tetap terlihat tampan.
"Ikut aku." Dia menarik tanganku, membawaku menjauh dari dapur untuk menaiki beberapa anak tangga menuju ke lantai atas.
Dia membuka pintu kamarnya dan aku langsung menghentikan langkahku, mendongak menatapnya.
Aku menggelengkan kepalaku padanya, "Nggak. Aku nggak mau masuk." Kataku dan ia langsung mengerutkan dahinya.
"Kenapa?"
"Kita bukan—"
"Kamu istriku, nggak ada yang salah kan? Ayo." Pun, aku mengikuti langkahnya. Untuk pertama kalinya aku masuk kedalam kamarnya lagi setelah sekian lama ia tidak menginginkanku untuk masuk kedalam.
Dia menyuruhku duduk disisi ranjangnya, aku mengamati kasur ini cukup lama. Kasur yang pernah ia tempati dengan wanita lain, entah mengapa memikirkan itu membuat hatiku sedikit berkedut nyeri.
"Dengerin aku." Aku menoleh kearahnya, menatapinya yang sedang menyandarkan tubuhnya dipintu lemari.
"Aku berusaha buat mengubah keadaan, dimana sekarang aku pengen lebih merhatiin kamu, jagain kamu dan lainnya. Karena aku sadar, selama ini, aku nggak bisa jadi suami yang baik buat kamu. Aku sering nyakitin kamu daripada bahagiain kamu." Dia berjalan kearahku lalu duduk tepat disisiku, menarik tanganku dan menggenggamnya.
"Maaf." Aku terdiam cukup lama, mencerna satu kata yang terlontar begitu berat dari dalam mulutnya.
"Nggak apa apa." Pada akhirnya aku menjawab sambil mengatur deru nafasku yang begitu tercekat.
"Ayo tidur."
Oh ayolah, jujur aku benci dengan hal-hal yang tidak terduga. Dia mengajakku tidur bersama malam ini layaknya sepasang suami istri sungguhan dan jujur inilah yang aku inginkan sejak dulu, bersamanya.
“Tidur, Al.”
“Egh, iya.”
Pun, aku langsung mengistirahatkan tubuhku diatas kasur miliknya, terasa lebih nyaman dan saat aku menoleh kearahnya, ia langsung memutarkan tubuhnya menghadap kearahku. Kami sama-sama terdiam untuk beberapa alasan.
“Kenapa tiba-tiba?” Tanyaku.
“Apa harus ada alasan dibalik tiba-tiba?” Dia menanyaiku dengan pertanyaan yang sedikit tidak ku mengerti.
“Terkadang, aku berfikir kalau waktu terlalu cepat berlalu. Rasanya kayak baru kemarin aku kenal kamu dan baru kemarin juga kamu benci sama aku…” Aku tersenyum kearahnya, “Sekarang, apa kamu masih benci sama aku?” Tanyaku.
Dia tidak langsung menjawab dan lebih memilih untuk menaruh tangannya diatas pipiku, mengelusnya dengan lembut dan dengan langkah cepat ia mencium bibirku cukup lama.
Aku merasakannya, merasakan kelembutan darinya, rasa rindunya untukku, apakah itu benar? Dia merindukanku? Sebagai apa? Teman? Dia menarik dirinya dari diriku, menatapku untuk beberapa detik. “Aku nggak benci sama kamu.” Katanya.
Aku tersenyum kearahnya, ingin rasanya aku memeluk tubuhnya tapi aku tidak cukup berani untuk melakukannya. Dia terlalu indah untukku.
"Selama ini aku nggak pernah sekalipun benci sama kamu... Aku cuma berusaha benci sama kamu, karena pernikahan kita inilah yang membuat aku merasa sial. Aku masih pengen bebas, Al. Tanpa beban. Aku masih pengen melalui banyak waktu sama Karin." Katanya, bahuku langsung merosot kebawah ketika mendengar nama wanita itu.
"Tapi, aku sadar. Waktuku sama Karin dan waktuku sama kamu dulu, ternyata lebih berharga waktuku sama kamu. Kamu istimewa, Al. Aku nggak pernah pengen milikin kamu karna aku nggak mau nyakitin kamu, aku takut nyakitin kamu barang sedikit pun, dan aku sering nglarang kamu buat deket sama cowok lain karna aku khawatir cowok itu bakal nyakitin kamu, ngrusak hati kamu. Tapi nyatanya, cowok paling brengsek disini itu aku. Aku nyakitin kamu, buat kamu nangis, dan sekarang, aku berhenti. Aku nggak mau nyakitin kamu, aku sayang sama kamu, Al. Maafin aku."
Air mataku langsung menetes tanpa diminta, aku tidak mampu mengatalan sepatah katapun padanya. Aku terlalu terkejut, terlalu bingung untuk memberikan reaksi semacam apa.
"Aku nggak akan temuin Karin lagi dan aku janji, aku bakal bahagiain kamu. Jangan nangis, udah cukup." Ia mengusap air mataku dengan ibu jarinya kemudian mencium keningku dengan lembut dan cukup lama. Sungguh aku sangat menikmati ini.
"Ayo tidur."
_________
Yash akhirnya.
Jangan lupa vote + komentarnyaaaa.
Maaf udah buat kalian nunggu lama

KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
Romance"Ini semua gara-gara lo ! Kalau aja lo nggak ngajak gue buat hadir keacara pernikahan masal sialan itu, kita nggak akan nikah tiba-tiba kayak gini !" Sentak Lando murka. Pria itu terus menatap tajam kearah Alea yang tengah menundukkan kepalanya samb...