S E P U L U H

6K 346 13
                                    


"Arbani... dia...", Prilly menundukan kepalanya diantara kedua lututnya. Isakannya kembali terdengar begitu memilukan, membuat siapa saja ikut sedih saat mendengar isakan pilu itu. Gritte mendekat ke arah Prilly dan memeluknya dari samping.

"Maaf udah ngingetin lagi tentang cowok itu. Gue akan ceritain semuanya saat lo siap," Gritte semakin erat memeluk Prilly. Mencoba memberikan ketenangan, dia sekarang semakin merasa bersalah karena pernah menyakiti hati sahabatnya ini.

"Gue... gak apa-apa", Prilly mengurai pelukan antara dirinya dan Gritte. Dia tersenyum walaupun masih ada air mata yang menetes.

"Arbani dikeluarin dari sekolah. Dia ngelakuin hal yang sama yang dia lakuin ke lo, tapi sama cewek yang berbeda." Prilly membelaklakan matanya saat mendengar ucapan Gritte yang terasa berat itu.

"Dia emang brengsek Pril, gue nyesel kenapa gue harus ketemu dia dan cinta sama dia. Gue minta maaf banget sama lo Prilly, Arbani yang salah. Tapi gue malah nuduh lo yang enggak-enggak." Prilly masih diam, dia memilih mendengar penjelasan Gritte sampai akhir.

"Waktu itu gue tertekan banget. Bokap kena tipu, dia kolaps dan masuk ke rumah sakit."

Gritte POV

FLASHBACK ON

Aku berjalan cepat melewati ruang-ruang kelas. Mataku terus-menerus menatap sekeliling, mencari Prilly dan Arbani. Padahal bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Tapi Mereka tidak terlihat dimanapun.

Padahal saat ini aku sedang sangat panik, tadi Bi Rosa--pembantu Gritte-- menelfon. Memberitahu keadaan di rumah yang saat ini sedang sangat kacau. Ayahku saat ini ada di rumah sakit. Tentu saja aku sangat khawatir dengan ayahku. Aku tak ingin keadaan ayah memburuk seperti beberapa bulan yang lalu. Dia itu mempunyai penyakit jantung, aku tak ingin penyakitnya itu kambuh lagi.

Aku berhenti sejenak karena rasa lelah berlari sedari tadi. Air mataku pun menetes satu persatu dari mataku. Saat ini aku sangat membutuhkan mereka berdua. Tapi dimana mereka sekarang ini? Aku pun memutuskan untuk masuk ke dalam uks. Mengambil minum untuk menenangkan diriku. Aku tak ingin terlalu mencemaskan keadaan ayahku. Aku yakin beliau akan baik-baik saja. Dia ayah yang kuat. Dia akan melawan penyakitnya.

Langkahku terhenti saat mendengar suara yang tak asing lagi bagiku. Kakiku pun dengan cepat langsung mendekat ke arah suara.

"Prilly, Arbani. Apa yang kalian lakukan?" Hatiku mencelos saat melihat posisi dan keadaan mereka yang bisa dikatakan jauh dari kata baik. Mereka tadi sedang berciuman...

"Gritte... ini gak seperti yang lo pikirin." Prilly dengan cepat menjauhkan tubuhnya dari Arbani.

"Benerin dulu kancing lo!" Aku berbicara tanpa menatap Prilly sedikit pun. Aku menatap langit-langit ruangan mencoba meredakan emosiku yang siap meledak saat ini juga.

"Sayang, dengerin aku dulu ya. Tadi itu, Prilly yang mulai. Kamu percayakan sama aku?" Suara Arbani memecahkan keheningan di antara kita bertiga. Aku mengabaikannya dan langsung mendekati Prilly.

"Apa yang barusan lo lakuin? Lo ngapain sama pacar gue?" Aku menatap Prilly mengintimidasi. Sekarang gue gak bisa berpikir dengan jernih. Gue udah muak sama semua ini.

"Itte, tadi... itu Bani ba...
bawa gue...",

Plak

Tanpa menunggu Prilly menyelesaikan ucapannya aku langsung menamparnya. Prilly terlihat kaget dan langsung memegang pipinya yang sekarang sudah memerah.

"Lo tau?" Aku berbisik di telinga Prilly dan melanjutkan ucapanku. "Lo brengsek Prill! Lo jahat!"

"Gak Itte, lo salah paham. Gue gak mungkin jahatin lo." Aku tersenyum sinis.

"LO REBUT SEMUANYA DARI GUE! LO PENGHIANAT! GUE BENCI SAMA LO!"

"Gritte! dengerin gue, lo sekarang emosi. Tenangin diri lo dulu. Ini gak seperti yang lo liat. Arbani berusaha perkosa gue!" Gue mengalihakan pandangan gue ke arah Arbani. Gue menggeleng pelan, gak mungkin Arbani kayak gitu. Dia itu anak baik, gue tau banget.

"Lo bego atau gimana sih? Gak mungkin Arbani kayak gitu, gue kenal dia udah lama. Semuanya baik-baik aja sebelum lo muncul."

"Gue gak bohong Gritte, lo harus percaya sama gue! Gue gak mungkin ngerebut pacar sahabat gue sendiri. Arbani itu brengsek, seharusnya lo gak usah pacaran sama dia!"

"Stop Prilly! Arbani satu-satunya cowok yang mau nerima gue apa adanya. Disaat semua orang selalu memandang ke arah Lo dan Lo! Gue benci jadi bayang-bayangan Lo terus. Oh, siapa yang gak tau seorang Prilly Latukonsina. Anak dari pengusaha kaya raya, cantik, baik, cerdas dan juga satu fakta yang baru aja gue temuin Jalang! Lo pikir gue gak tau, lo itu selalu ngedeketin semua cowok yang lagi deket sama gue! Gue udah gak kuat Prilly. Gue gak akan lupa sama rasa sakit yang lo kasih ini. GUE GAK AKAN MAAFIN LO! LEBIH BAIK LO MATI!" Nafasku memburu, dengan cepat aku meninggalkan tempat ini. Aku dapat mendengar Arbani yang memanggil namaku dari belakang. Sedih, marah, kecewa semua bersatu. Kejadian hari ini gak akan aku lupakan begitu saja.

FLASHBACK OFF

Normal POV

Setelah Gritte selesai bercerita, keduanya langsung terdiam. Keadaan hening, tak ada lagi air mata yang menetes dari keduanya.

"Maaf..." suara Gritte yang pertama memecah keheningan disana. Prilly mengangguk-angguk kecil. Hatinya sedikit melega.

"Lo gak salah Itte. Sekarang anggap aja gak ada masalah diantara kita." Prilly memeluk Gritte dari samping. Senyumnya merekah begitu saja, saat Gritte membalas pelukannya tak kalah erat.

"Udah ah, jangan sedih-sedihan terus. Shopping kuy!", Prilly berseru dengan heboh. Membuat Gritte yang berada disampingnya menggerutu pelan akibat suara Prilly yang kelewat kencang.

***

Prilly menjatuhkan tubuhnya di atas sofa apartemen. Matanya terpejam, bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis. Tubuhnya sedikit bergoyang kekiri, menandakan ada seseorang yang duduk disebelahnya.

"Baru pulang?", Prilly hanya menjawab pertanyaan Ali dengan gumaman kecil.

Prilly langsung duduk dengan tegak saat mengingat sesuatu. Tangannya langsung meraih salah satu paper bag yang lumayan besar. Ali hanya melihatnya dengan bingung dan menunggu apa yang sedang dicari Prilly. Prilly mengeluarkan salah satu kotak kecil dan meletakannya dia atas paha Ali.

"Buat kamu," Prilly mengangkat kakinya keatas sofa dan menghadapkan tubuhnya ke arah Ali. Ali membuka kotak berwarna hitam itu perlahan.

Jam tangan.

Ali menatap Prilly tak percaya. Apa maksud Prilly membelikannya jam tangan?

"Ck, aku cuma kasian aja. Ditangan kamu gak ada hiasan sama sekali. Jadi, tadi waktu liat jam tangan ini. Aku langsung keinget kamu." Prilly menjelaskan dengan panjang.

Ali tersenyum kecil, jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya saat mengetahui kenyataan. Bahwa Prilly memperhatikannya. Ali menatap jam tangan hitam mengkilat yang masih terletak di kotaknya dengan indah. Tangannya tergerak untuk mengelus puncuk kepala Prilly.

"Makasih ya, istriku." Mendengar kata 'istriku', Prilly sedikit salah tingkah. Tapi dia tetap membiarkan Ali mengelus kepalanya dengan pelan dan teratur.

Sore ini, hanya semilir angin yang menjadi saksi bisu. Dengan semburat merah dipipi dan irama jantung yang berdetak lebih kencang. Waktu seakan terhenti saat kedua mata itu saling melihat, tersenyum manis. Mata keduanya pun tertutup dengan sempurna saat bibir mereka Saling menempel dengan lembut, menyalurkan kehangatan ke setiap darah yang mengalir di tubuh keduanya.

***
Tamat







































































Gak kok, belum tamat😂.

Sabtu, 29 Juli 2017

My Wife Is Fake NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang