Totalitas. Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kata totalitas?Ya kalian boleh berasumsi apapun tentang itu. Tapi, bagiku totalitas itu melakukan suatu hal dengan total, ya contohnya kalo kamu mau menyontek dalam ujian ya nyontek aja semuanya jangan nanggung. Jadi nggak perlu belajar, kan mau nyontek.
Oke jangan di contoh ya itu hal yang buruk. Itu hanya perumpamaan yang bisa saya jelaskan. Tapi totalitas disini yang akan saya bahas adalah totalitas dalam menulis.
Saat kalian membaca sebuah cerita pernahkah kalian berpikir bagaimana seorang author berimajinasi? Bagaimana ekspresi mereka saat menuangkan imajinasinya kedalam tulisan? Bagaimana cara mereka menulis hal yang diluar dugaan kalian?
Tahukah kamu seorang autho atau penulis berimajinasi dan mendapat ide untuk karyanya dengan hal berbeda-beda. Mereka mempunyai cara tersendiri, begitupun saya yang suka berimajinasi dan berekspresi secara spontan dan tak terbatas saat menulis.
Mau tahu gimana ekspresi saya saat menulis?
Kalo beneran mau tahu, baca terus ya, dan jangan bosan mengikuti setiap story yang saya bagikan, dan pastinya slalu ada pelajaran yang bisa kamu ambil dari setiap partnya.
***
"Geser dong! Sempit nih." ucapku sambil mendorong punggung Nailun yang semakin dekat denganku.
"Apaan sih Teh, masih lega juga tuh."
"Sempit, gerah, ambil nih kebanyakan bantalnya!" Aku masih mendorong tubuh Nailun dan melempar beberapa bantal kecil dan boneka disekitar tubuhku sehingga membentur wajah Nailun.
"Ih.." Nailun mendesis dan mulai kesal dengan tingkahku, Ia kembali melemparkan boneka dan bantal kearah wajahku.
"Ih elo bisa diem nggak sih? Gue lagi nulis cerita ni? Ucapku dengan nada kesal.
"Lagian elo yang duluan mulai."
Beberapa saat keadaan hening. Aku kembali melanjutkan menulis cerita Dream Story, sementara Nailun kembali dengan kesibukannya. Iya sibuk menatap layar ponselnya, chating bersama teman-temannya dan sesekali ia memecah keheningan dengan menyenandungkan beberapa penggal lagu favoritnya.
"Eh tong, kalau dialognya kaya gini pas nggak? Tanyaku kepada Nailun dan mulai membacakannya dengan cukup keras, lalu mengulanginya beberapa kali.
"Gimana?"
"Emh ya gitu aja, udah kaya gitu." Nailun melihatku sejenak lalu kembali terfokus pada ponselnya.
Aku kembali melanjutkan kegitanku.
"Eh Teh kalau gue masuk SMK nanti ngambil jurusan apa ya?"
"Iya terserah, tapi gue saranin yang emang bener-bener lo kuasain aja."
Aku dan Nailun memang tidur bersama di kamar yang sama di setiap malamnya, begitupun malam ini. Ya, tidak hanya tidur tapi kami selalu bertukar cerita dan pikiran sebelum tidur. Bahkan bertengkar dan bercanda, tapi tak pernah ada dendam atau apapun itu. Iya mungkin karena kami sudah terbiasa melakukannya.
Aku tersenyum miring. "Emm, tidak tidak. Duh gimana ya kata-katanya? Nai kalo manyun itu gimana ya?" Tanyaku kepada Nailun seraya memperagakan ekspresi wajah yang sedang aku bayangkan.
Nailun menatap wajahku dan terkekeh melihat ekspresi dari wajahku yang terus memonyong-monyongkan bibirku dan mengangkat alisku bergantian.
"Hehe, memonyongkan bibir, atau tersenyum miring aja." Nailun mengerutkan dahinya seperti sedang berfikir dan memberikan jawaban yang ia tahu.
"Emmh oke" aku kembali melanjutkan kegiatanku begitupun Nailun.
Beberapa saat suasana kembali hening, tidak lama dan aku kembali memecahkan keheningan.
"Uaahh" aku menggeliat dan merentangkan tanganku yang terasa pegal karena cukup lama mengetik di ponselku. Tanpa aku sadari tanganku mendarat di dahi Nailun dan rupanya cukup keras sehingga membuatnya marah.
"Ih lo ngapain Teh? Sakit tau." Nailun kesal dan membalasku dengan mendaratkan pukulan pelannya di dahiku, sontak akupun kembali membalasnya, dan menutupi dahiku dengan telapak tangan kiri.
"Ih lo songong ya, jangan pukul jidat gue tar benjol!"
"Hahah, jidat lo emang udah benjol Teh." Nailun tertawa keras dan siap mengacungkan genggaman tangannya.
Aku ikut tertawa mendengar ucapannya "ini bukan benjol tapi jenong." aku masih menutupi dahiku dan mengacungkan tangan kananku bermaksud menghadang serangan tangan Nailun yang cukup panjang dan siap memukul dahiku.
Aku dan Nailun terus melakukan hal konyol itu sampai akhirnya aku menyerah terlebih dahulu dan Nailunpun menerima perdamaian diantara kami. Dan akhirnya suasana kembali hening.
"Uaarghh, uarrrr, huaaaa" aku mengeram dan sedikit berteriak, aku terus melakukn hal itu beberapa kali disertai gerakan tanganku. Sontak membuat Nailun menatapku dengan heran dan kemudian tertawa dengan keras.
"Lo kenapa Teh? Gila ya?"
"Uaaaarrh, enggak, gue cuma lagi nyontohin menggeram, dan berteriak seolah-olah gue sedang berubah wujud seperti Hazumi."
"Iya tapi enggak gitu juga kali."
"Iyakan gue totalitas, lagi mendalami karakter dan mencoba masuk kedalam cerita ini, ceritanyakan gue Hazumi yang berubah jadi naga, jadi sekarang gue naga."
Nailun kembali terkekeh melihat tingkah dan ekspresiku yang terus mencoba menggeram dan sesekali meringis kesakitan.
"Iya mendalami karakter, tapi nggak gitu juga kali. Emang nggak bisa kalau diem aja, terus ekspresinya biasa aja?"
"Enggak, soalnya susah kalau gue nulis terus tanpa mempraktekan ekspresi si tokoh dalam cerita. Menggambarkan ekspresi wajah atau dialog itu tidak semudah di ucapkan atau semudah dilihat, itu semua tidak mudah dituangkan dalam sebuah tulisan. Tapi mau tak mau gue harus bisa menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan bayangan di otak gue. Dan begitupun ekspresinya. Semuanya harus totalitas biar feelnya dapet, biar nyampe ke pembaca. Dan si pembaca bisa merasakan hal yang sama seperti yang gue rasain."
"Iya tapi ekspresi lo berlebihan Teh, coba kalau lo lagi di kereta terus sambil nulis dan ekspresi lo kaya gitu. Haha kebayang gimna ekspresi para penumpang lain." Nailun membayangkan dan mencoba menirukan ekspresi wajah dari para penumpang kereta yang ia katakan.
"Iya enggak lah" ucapku sambil terkekeh.
"Coba kemarin pas di Bis elo kaya gitu teh, pasti semua langsung teriak-teriak dan lo di paksa turun dari Bis."
"Iya justru itu, makanya kemarin di Bis gue tidur terus. Daripada gue rusuh terus cowok disamping gue kabur, kan sayang."
Aku dan Nailun terus membayangkan hal-hal yang diluar nalar dan kejadian apa saja yang akan terjadi jika kekonyolan serta kegilaanku diketahui banyak orang.
"Dasar author gila, setres, apa perlu gue abadiin ya kejadian ini dan share."
"Enggak papa di bilang gila sama orang setres mah gue ridho kok."
"Eh gue setres karena ketularan elo yang gila"
***
Ya itulah yang sebenarnya saya lakukan jika sedang menulis dan sering kali bertanya kepada adik sepupu saya.
Ya mungkin part ini tidak sesuai judulnya, tapi ya terserah kalian berasumsi apapun itu, yang pasti tetap pesan saya dalam setiap part di Story Of My Life, ambilah hal yang baik-baik saja. Jadikan pelajaran dan jangan ikuti setiap kesalahan yang saya lakukan.
Mungkin jika ada author yang membaca part ini, saya harap tidak mengikuti tingkah konyol saya oke. Karena hanya orang yang berimajinsi tinggi yang bisa mengerti.
-Hargailah setiap karya yang telah kamu baca
-Tak ada usaha yang sia-sia jika kamu telah berusaha dengan sepenuh jiwa raga
-Setiap karya yang ditulis dengan cinta pasti memiliki sebuah cerita dibaliknya.[※]

KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of My Life
No FicciónIni adalah sebuah penggalan cerita dibalik kisah nyata yang aku alami disetiap hari, di masa lalu dan masa sekarang di setiap kejadian menyenangkan, menyedihkan, mengharukan, memalukan, menyebalkan, dan masih banyak lagi. Mengenang, dan berbagi peng...