9th

9.9K 307 3
                                    

Amara POV

Aku melangkahkan kakiku dengan anggun di lobby Hugo Company. Gedung ini tidak kalah mewahnya dengan Gedung CT Group. Terlihat seperti Hotel berbintang yang eksklusif. Aku berhenti di depan meja resepsionis dan berdehem sedikit. Seorang wanita dengan kemeja super ketatnya dan tembus pandang, bahkan warna dalamannya dapat terlihat jelas. Wanita itu juga memakai make-up yang berlebihan. Astaga! Ini kantor bukan club malam.

"Saya Amara Chandra Tanoto hendak menemui Mr. Hugo," ucapku berusaha profesional.

Wanita itu menatapku sinis, meneliti penampilanku dari bawah hingga atas, lalu mencebikkan bibirnya. "Mr. Hugo sedang sibuk dan tidak bisa diganggu," ucapnya dengan nada terkesan sinis.

"Oh, ya? Really?" tanyaku.

Dia tidak menghiraukanku dan memilih untuk merapikan lipstik merahnya. Aku memejamkan mata, berusaha untuk mengontrol emosiku.

"Sabar, Ra! Sabar!" batinku berbicara.

Aku lalu pura-pura melirik arlojiku setelah itu menatapnya sambil tersenyum palsu. "Well, Sejujurnya Mr. Hugo yang memanggilku kemari, tapi berhubung dia sibuk maka aku akan pulang. Tapi, jika dia bertanya mengapa aku tidak menemuinya, maka dirimu-lah yang akan bertanggung jawab akan hal itu, Ms. Laura". Aku sempat melihat name tag-nya makanya aku tahu namanya—Laura Erickson.

Dia mendongak seketika sambil menggigit bibir bawahnya. Wajahnya memucat dan lipsticknya terjatuh. Dia meremas kedua tangannya sendiri, lalu menatapku dengan tatapan memohon pengampunan.

Aku berbalik untuk mengujinya dan saat aku mendengar dia menyebutkan nomor lantai di mana seorang CEO Hugo Company berada, diam-diam aku tersenyum miring. Aku kembali menatapnya dan berusaha menampilkan senyum semanis mungkin.

"Terima kasih. Aku tak akan melupakan hal ini, Ms. Laura," ucapku lalu melangkah menuju lift.

Aku mendengus dalam hati saat mendapati beberapa pasang mata kaum adam menatapku dengan tatapan lapar. Aku memang sudah terbiasa dengan mata-mata liar itu, tapi tetap saja aku merasa risih. Aku jadi teringat akan ucapan Anneta, 'Resiko orang cantik' dan aku akui itu ada benarnya.

Pintu lift terbuka dan aku segera masuk dan menekan tombol 50 seperti yang disebutkan Laura tadi. Ternyata gedung ini memiliki bangunan yang lebih tinggi dari CT Group. Pantas saja dia disebut gedung pencakar langit.

Ting

Akhirnya sampai juga, kaki jenjangku melangkah keluar dari lift dan berjalan menuju pintu berwarna cokelat kayu. Ku yakin itu ruangannya. Aku mengetuk pintu tiga kali, lalu memutar knop pintu. Ternyata ini ruangan sekretaris CEO dan tempatnya cukup luas untuk seorang sekretaris. Di sana ada pintu besar berwarna hitam yang kuyakini itu benar-benar ruangan Fernandes.

Kakiku berhenti di sebuah meja kayu panjang, di mana seorang wanita tengah berkutat dengan komputernya. Wanita itu memakai pakaian formal dan mengikat rambutnya menjadi satu. Dia juga tidak memakai make-up apa pun. Sekilas aku jadi mengingat Laura dan terkekeh geli. Seharusnya Laura mencontoh sekretaris ini.

Wanita itu mendongak dan segera berdiri saat merasakan seseorang berdiri di depannya.

"Good morning.... Maaf jika aku telat menyambut, Nona. Aku terlalu fokus hingga tak menyadari kedatangan seseorang," ucapnya sembari tersenyum manis.

Aku mengerutkan keningku mendengar pernyataannya. Berarti dia tak mendengarku mengetuk pintu. Aku hanya tersenyum tipis kepadanya.

"Saya ada janji dengan Mr. Hugo," ucapku to the point.

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang