26th

6.6K 218 1
                                    

Romeo melangkahkan kakinya ke arah meja sekretaris Nando Chandra Tanoto. Dengan sigap sekretaris itu bangkit dari duduknya dan memberikan senyum terbaiknya.

"Selamat pagi, Mr. Stevano. Ada yang bisa saya bantu?"

Romeo memutar bola matanya malas. "Jangan terlalu formal begitu, Dev."

Devita menggeleng. "Ada perlu apa jika boleh saya ketahui?"

"Hm... Apa Nando ada di ruangannya?"

Devita menggeleng cepat. "Saat ini Mr. Nando sedang melakukan perjalanan bisnis ke Dubai."

Nando mengernyitkan dahinya lalu segera mengeluarkan ponselnya. Menekan beberapa angka yang dihapalnya diluar kepala hingga terdengar bunyi tersambung.

"Halo..."

"Kau masih memikirkan pekerjaan disaat genting seperti ini?" tanya Romeo to the point.

"Tentu saja, Romeo. Aku tidak mungkin lepas tangan. Lagipula aku sudah menyuruh orangku untuk melacak keberadaannya."

Romeo berdecak sebal. "Lalu, apa yang orangmu dapatkan?"

Terdengar suara helaan napas dari sana. "Tidak ada."

Romeo mengernyit bingung. "Tidak ada? Sebenarnya kau mempekerjakan siapa?" bentaknya kesal.

"Ku kira itu bukan yang ingin kau bahas saat ini, Romeo. Jadi, ada apa?"

"Aku sudah mengetahui bahwa selama ini Amara bersembunyi di kediaman Hugo."

"Jadi, kau berhasil mendapatkannya?" tanya Nando dengan suara tenang.

"Sayangnya tidak. Adik Fernandes yang bernama Flothea berhasil membawa kabur Amara sebelum anak buahku sempat membawa Amara. Dan saat ini tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan mereka."

"Sayang sekali. Lalu, apa kau berpikiran bahwa Fernandes yang merencanakannya?"

Romeo menghela napas lalu memijit pelipisnya. "Sebelumnya iya, tapi aku berubah pikiran. Fernandes tidak ada sangkut pautnya dengan ini."

"Begitu, ya. Lalu, apa yang perlu dicemaskan? Amara tidak bersama Fernandes sudah cukup, bukan?"

Romeo mendengus kesal. "Cukup katamu? Kenapa kau terlihat santai seperti ini? Apa kau sudah tidak peduli pada adikmu itu?"

"Tentu saja aku peduli, bahkan aku mencintainya. Aku hanya bernapas lega karena Amara tidak terjerat bersama pria itu," ucap Nando cepat.

Romeo menghela napas. "Selesaikan pekerjaanmu secepatnya. Kita perlu berbicara."

"Baiklah..."

Romeo mematikan ponselnya, lalu menatap Devita lekat yang juga tengah menatapnya. "Kenapa?" tanya Romeo bingung.

Wajah Devita merona lalu dia menggeleng. Romeo berbalik lalu berjalan menjauh dari Devita.

"Pria tampan," gumam Devita tanpa sadar.

***

Romeo masuk kedalam lift lalu segera menghubungi seseorang.

"Halo..."

"Selidiki keberadaan Nando Chandra Tanoto sekarang."

Setelah mengucapkan satu kalimat itu, Romeo memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas, lalu melangkah keluar dari lift saat telah tiba di lantai dasar.

***

Nando menghela napas lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Dia memandang lurus ke depan dan terlihat Allen dan juga Ana yang tengah menatapnya.

"Bagaimana?" tanya Allen berusaha tenang, padahal dari mimik wajahnya saja sudah terpampang jelas terdapat kecemasan di sana.

Nando menghela napas sekali lagi, lalu menyugar rambutnya ke belakang. Ana juga tengah menunggu harap-harap cemas.

"Untunglah dia percaya padaku. Tapi, kita tidak bisa terus-menerus menyembunyikan Amara di sini. Suatu saat pasti Romeo bisa menemukannya."

Ana menatap sendu ke arah suaminya. Allen menghela napas lalu memijit pelipisnya.

"Kalau begitu ayo kita nikah, Kak." Amara mengucapkannya dengan lantang.

Semua yang tengah berkumpul membelalakkan matanya terkejut. Amara bergerak maju dengan gaya mengintimidasi. Ya, Amara memilih untuk pulang ke rumah, karena siapapun tidak akan menduga bahwa dia akan pulang ke rumahnya. Lagipula Amara sudah rindu dengan orangtuanya. Walaupun bukan orangtua kandung, tetapi mereka menyayangi Amara dengan kasih sayang seperti anaknya sendiri.

Nando seketika berdiri dengan wajah masih terkejut dan menyentuhkan telapak tangannya ke kening Amara. "Tidak panas," gumamnya.

Amara memutar bola matanya malas, lalu menurunkan tangan Nando dengan kasar.

"Apa kamu serius dengan apa yang kamu katakan tadi, Amara?" tanya Allen serius.

"Amara sudah memikirkannya, Pa. Romeo dan Fernandes pasti akan gencar mencariku dan aku tidak mau dikurung oleh salah satu dari mereka. Bila aku menikah dengan kak Nando, maka aku bisa tinggal di sini dan kita bisa berkumpul kembali."

"Tapi, Sayang.... Bagaimana dengan Fernandes? Kamu pasti tahu bahwa dia menyukaimu," tanya Ana pelan.

Amara menggeleng. "Dia bisa mencari wanita lain, Ma. Lagipula aku tidak suka dia yang selalu mengklaim bahwa aku miliknya."

Nando menghembuskan napas kasar lalu memandang Amara serius. "Ingat, Amara! Aku bukanlah Nendo."

"Dan aku tahu itu," seru Amara tegas. Amara memandang ke arah figura, di mana terdapat keluarganya yang tersenyum bahagia.

"Kalian pernah berbagi rahim bersama. Kalian menyayangiku. Kalian menjagaku. Walaupun kak Nendo telah tiada, tapi aku percaya bahwa kau siap menggantikannya untuk menjagaku, Kak."

Allen menatap Nando penuh arti, sedangkan Ana telah menangis tersedu-sedu karna mengingat putranya.

"Baiklah. Ayo, kita menikah!" ucap Nando final.

Amara menatap Nando dengan tersenyum lega. "Terima kasih."

Nando tersenyum lalu membawa amara ke dalam dekapannya. Dengan erat dia memeluk amara mencium pucuk kepala amara dengan sayang. Allen dan Ana pergi ke kamar mereka, meninggalkan mereka berduaan.

"Kami memang berbeda. Namun, ada satu hal yang perlu kamu ketahui, Amara. Kami memiliki satu persamaan yaitu kami mencintai wanita yang sama," lirih nando.

Amara menghela napas. "Aku tahu itu."

Nando terkejut dan segera melepaskan pelukannya. Dia menatap amara dengan lekat. "Kamu tahu?" kagetnya.

Amara mengangguk. "Sejak dulu aku sudah tahu, tapi aku tidak bisa. Hanya ada Nendo di hatiku."

Nando mengangguk lalu menghela napas. "Aku mengerti."

Amara menepuk bahunya pelan. "Tapi, hanya kamu yang menikahiku, Kak."

Nando memandang Amara serius lalu tiba-tiba menarik Amara dan menciumnya dengan dalam. Amara hanya dapat menutup matanya dan menikmati sentuhan bibir Nando di bibirnya.





To be continue....

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang