3rd

15.8K 420 6
                                    

Entah sejak kapan sinar matahari berhasil masuk ke dalam kamarnya. Ini adalah kali pertama tidurnya terganggu akibat bias cahaya matahari yang terasa menusuk pada kelopak matanya yang terpejam. Sedikit mengutuk dalam hati, seorang wanita cantik membuka kelopak matanya dengan enggan, lalu menguap beberapa kali.

Amara melirik jam dindingnya. Pukul delapan pagi.

Dia turun dari kasur, lalu berjalan dengan langkah gontai ke kamar mandi yang terdapat di dalam kamarnya.

Beberapa menit kemudian...

Kini Amara sudah rapi dengan dress selutut berwarna peach dengan motif bunga-bunga kecil. Rambutnya diikat kuda, menampakkan leher jenjangnya yang putih-mulus itu. Tangannya dengan terampil merias diri, sedikit sapuan bedak diwajahnya, eyeliner yang membuat seolah tatapannya tajam, eyeshadow berwarna peach, lalu lipstick berwarna pink. Membuat wajahnya yang memang sudah cantik semakin terlihat menawan. Setelah memakai wedges silvernya, dia menyambar tas tangannya dan bergegas keluar kamar.

"Morning, Sayang..." sapa Fallen Chandra Tanoto saat melihat putrinya baru saja turun.

"Morning, Pa." Amara mencium pipi Allen sekilas, lalu duduk di meja makan.

Tak lama Ana keluar dari arah dapur. Terlihat di tangannya membawa nampan yang berisi sarapan untuk mereka semua.

"Kau seharusnya tidak perlu bekerja, Ana," ucap Allen dengan lembut.

Ana tersenyum sembari meletakkan semangkuk besar nasi goreng di atas meja dan sepiring omellete. Lalu, menuangkan teh ke cangkir Allen, Amara dan cangkirnya. Ana juga mengambilkan nasi goreng untuk suami tercintanya, untuk dirinya dan juga amara.

"Makasih, Sayang," ucap Allen sembari mengecup pipi Ana singkat.

Amara diam-diam tersenyum melihat keromantisan orang tuanya, tapi dia segera menyembunyikan senyuman itu dan memasang wajah datar.

"Nando mana, Sayang?" tanya Allen kemudian, setelah menyuapkan sesendok nasi goreng kedalam mulutnya.

"Dia sudah berangkat jam enam pagi tadi. Katanya ada rapat penting jam tujuh pagi," jawab Ana tenang.

"Amara, kamu sendiri mau ke mana pagi-pagi seperti ini?" tanya Allen yang kini memandang Amara dengan serius.

Amara mengalihkan pandangannya kepada Allen, lalu menaikkan sebelah alisnya. "Amara ada pemotretan pagi ini."

Allen meletakkan sendok dan garpunya di atas piring, menatap tajam putrinya. "Papa mau kamu berhenti bekerja, Amara."

"Tidak mau," tolak Amara dengan santainya.

"Jangan membangkang, Amara!!!" pekik Allen kesal.

Ana berusaha menenangkan suaminya dengan mengusap punggung Allen pelan. "Sabar, Allen. Jangan ribut di meja makan. Habiskan sarapannya dulu."

Allen mendengus dan kembali melahap sarapannya dengan tak bernafsu.

"Aku kenyang," ucap Amara lalu segera meneguk tehnya hingga habis. Sarapannya masih tersisa setengah padahal. Tetapi, dia segera menyudahi sarapannya agar tidak mendapatkan omelan dari Allen.

"Tapi, itu masih banyak, Sayang," tegur Ana.

Amara memutar bola matanya, lalu segera berdiri.

"Habiskan, Amara!" pinta Allen dengan tegas.

"Aku buru-buru. Amara pamit dulu, ya. Bye!" ucapnya lalu segera pergi menjauhi meja makan.

Ana menghela napas lalu meneguk tehnya, sedangkan Allen memijit keningnya yang sedikit berdenyut.

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang