16th

7.6K 286 0
                                    

Bulu mata lentik itu mulai bergerak....

Mata indahnya mulai terbuka....

Retinanya mencoba menerima cahaya ruangan....

dan....

Dia pun terbangun....

***

"Amara...."

"Romeo...."

Romeo tersenyum lembut pada Amara. "Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Aku mau air..."

Romeo langsung membantu Amara untuk duduk dan menyerahkan segelas air putih yang langsung diteguk habis oleh Amara. Amara lalu meletakkan kembali gelas itu di atas nakas.

"Merasa lebih baik?" tanya Romeo.

"Sedikit pusing," lirih Amara sambil memegangi kepalanya.

"Kalau begitu, istirahatlah. Kamu tahu, kamu membuat semua orang khawatir."

Amara sedikit mengerutkan keningnya, karena bingung dengan ucapan romeo. Bagaimanapun pikirannya belum jernih betul. "What do you mean?"

"Semua orang, princess. Orang tuamu, Nando dan juga aku."

"Orangtuaku? Lalu, di mana mereka?"

"Mereka baru saja pulang karena Mrs. Tanoto kelihatan kecapaian dan Nando yang mengantar mereka pulang. Mungkin besok mereka akan kembali."

"Apa yang terjadi padaku sebenarnya?"

Romeo mengerutkan keningnya bingung. "Kamu tak ingat, princess?"

Amara menggeleng pelan. "No..."

"Kamu ditabrak saat kamu hendak menyebrang."

"Dan siapa yang menolongku?" tanya Amara membuat tubuh Romeo menegang seketika.

"Sebaiknya kamu istirahat lagi. Aku akan menjagamu di sini," ucap Romeo sambil mengelus rambut Amara lembut. Dia sedang mencoba mengalihkan pembicaraan dan sepertinya gagal.

"Kenapa kamu tidak mau menyebutkan siapa orang yang sudah menolongku, Romeo?"

Romeo menghela napas panjang. "Ku yakin kamu juga tak mau mendengarnya."

"Apa orang itu Fernandes?" tanya Amara tiba-tiba.

"Bagaimana kamu bisa berpikir bahwa itu dia?"

Amara menggeleng. "Aku tidak tahu. Tapi, aku merasa dia selalu mengawasiku dan menemaniku," lirihnya.

"Tidurlah, princess. Besok ada suatu hal penting yang perlu kamu ketahui."

"Apa?" tanya Amara penasaran.

Tetapi, Romeo menggeleng. "Aku tidak berhak mengatakannya sekarang. Kita tunggu orangtuamu datang ke sini besok," bujuk Romeo dan untungnya amara menurut.

Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang pria dengan polo shirt abu-abu dan celana hitamnya. Rambutnya juga masih basah sepertinya habis mandi. Tetapi, wajahnya terlihat lesu, tak segar seperti habis mandi.

"Amour.... Ternyata benar feeling-ku bahwa kamu sudah sadar dan sialnya aku bukan orang pertama yang kamu lihat." Fernandes segera berjalan mendekati brangkar Amara.

"Aku akan mengusirnya jika kamu tak mau dia di sini," ucap Romeo sambil melirik tajam fernandes.

Tapi, Amara malah menggeleng. "Biarkan dia di sini."

Romeo dan Fernandes sama-sama terkejut karena Amara mau menerima orang yang sedang dihindarinya. Apa kecelakaan itu membuat sebagian ingatannya tentang perlakuan buruk Fernandes sirna?

"Tapi, Amara—"

"Bisa kamu keluar sebentar, Romeo? Ada yang perlu kami bicarakan," potong Amara cepat.

Fernandes tersenyum senang, sedangkan Romeo mendengus kesal dan keluar dari ruangan. Fernandes segera duduk di kursi yang ada di samping brangkar Amara. Dia mengambil tangan kanan Amara dan mencium telapak tangannya bertubi-tubi. "Aku senang kamu sudah sadar. Kamu tidak tahu betapa paniknya aku saat melihat banyaknya darah keluar dari kepalamu dan hatiku terasa diiris saat melihat luka-luka di tubuhmu."

Amara menghela napas. "Terima kasih karena sudah menolongku, Mr. Hugo."

"Tidak perlu berterima kasih. Memang seharusnya aku menolongmu, Amour. Aku yang harusnya minta maaf karena telah gagal menjagamu."

"Ini terakhir kalinya kita bertemu, Mr. Hugo. Setelah keluar dari rumah sakit aku akan pindah, memulai hidup baruku."

Tubuh Rernandes menegang seketika. "Apa maksudmu dengan memulai hidup baru, Amour? Apa kamu akan menjalankan hidup barumu bersama Nando? Kamu menerima perjodohan itu, Amour?"

"Perjodohan apa maksud kamu?"

"Jadi, kamu pun belum tahu ternyata. Kamu dijodohkan dengan Nando."

Amara menghela napas. "Jika iya, lalu apa masalahnya? Nando adalah kakakku. Kami tumbuh dewasa bersama dan aku sangat mengenal dia. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bukan? Justru jika dijodohkan denganmu aku bisa terkena serangan jantung."

Raut wajah Fernandes berubah menjadi sendu dan dia pun menunduk. "Seburuk itukah diriku di matamu? Sebenci itukah dirimu padaku, Amour?"

"Ya."

"Baiklah, kamu tak perlu pergi. Biar aku saja yang pergi dari sini. Aku berjanji takkan menampakkan wajahku lagi di hadapanmu asalkan kamu bahagia, Amour. Tapi, satu hal yang perlu kamu ketahui bahwa aku sungguh mencintaimu. Bahkan, aku mencintaimu sebelum kamu menjadi modelku, sebelum adanya kontrak sialan itu."

"Aku..."

Fernandes meletakkan jari telunjuknya di depan bibir amara, menandakan agar Amara diam. "Tidak perlu mengatakan apapun. Cukup kamu tahu bagaimana isi hatiku." Fernandes memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya kembali. "Tapi, bolehkah aku menciummu untuk terakhir kalinya?"

Amara hanya diam membisu. Tatapannya kosong ke depan. Fernandes menghela napas lalu berdiri.

"Kalau begitu, aku pulang dulu."

Saat dia hendak berbalik, amara menahannya dengan memegang lengan kirinya. Amara tiba-tiba saja menciumnya dengan lembut membuat Fernandes terhanyut dalam sentuhan bibirnya.

Saat Amara hendak melepaskan ciumannya, Fernandes menahan tengkuknya dengan sebelah tangan dan tangan yang lain memeluk pinggang amara erat. Membuat jarak di antara mereka semakin menipis. Fernandes memperdalam ciumannya membuat Amara melenguh tertahan. Fernandes melepaskan pelukannya, lalu menjilat bibirnya sendiri dengan gerakkan sensual. Setelah itu dia keluar dari ruangan Amara, meninggalkan Amara yang mematung di tempatnya.




To be continue....

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang