19th

7.5K 254 0
                                    

"Kenapa dia ada di sini?" Suara bariton itu membuat Amara mendongakkan kepalanya. Dia sangat familiar dengan pemilik suara itu. Jantungnya berdegup kencang kala melihat Fernandes sudah berdiri tepat di depannya dan menatapnya dengan tajam. Aura mengintimidasinya keluar dan dia dapat melihat kilatan amarah dari sorot mata hitam yang tengah memandangnya.

"Aku bisa jelaskan, Kak." Ucap Flo hendak membantu Amara, tapi Fernandes mengangkat telapak tangannya dan itu adalah sebuah peringatan untuk Flo agar diam saja dan tak ikut campur.

"Bagaimana bisa kamu menginjakkan kakimu di rumahku, padahal jelas-jelas kamu menyuruhku untuk menjauhimu, Amara."

Amara menelan salivanya dalam-dalam. Dia menutup matanya dan menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Selanjutnya, Amara membuka matanya dan menatap Fernandes tepat di manik matanya.

"Aku kabur dari rumah sakit dan aku tidak tahu harus ke mana. Jadi, ku putuskan untuk kemari."

"Lancang sekali kamu. Apa kamu tidak punya rasa malu?!" maki Fernandes. Dia lalu mundur beberapa langkah dan bersandar pada dinding. Fernandes menatap Amara intens dari kaki hingga kepala.

"Jika kamu tidak suka aku di sini, maka aku akan segera pergi. Tidak! Tidak! Aku akan pergi sekarang!" ucap Amara memberanikan diri.

Flo terkesiap lalu menatap Amara dan menggeleng penuh permohonan. Amara yang menyadari Flo menatapnya pun menoleh dan tersenyum lembut pada gadis itu.

Fernandes kemudian berdecak tidak suka, lalu merapikan jas mahalnya. "Takkan ku biarkan kamu melangkahkan kaki keluar dari sini semaumu, Nona. Dengar! Ketika kamu memutuskan menginjakkan kaki ke sini, maka kamu seharusnya juga menyiapkan diri untuk terkurung di rumah ini."

Amara mengernyitkan keningnya bingung dan itu membuat Fernandes melangkah ke arahnya. Tangannya terulur mengusap kening Amara yang berkerut hingga kerutan itu menghilang.

"Masih tidak mengerti juga, heh? Kamu akan menjadi tawananku di sini dan aku akan meminta anak buahku untuk menjagamu. Jadi, jangan harap bisa keluar masuk seenaknya."

Amara membelalakkan matanya, lalu menggeleng kencang. "Aku bukan tawananmu!!!"

"Kamu yang kembali padaku, bukan aku yang memaksamu. Jadi, sudah kupastikan bahwa kamu memang milikku."

Amara yang merasa kesal langsung mencengkram jas Fernandes kuat. "Aku bukan milik siapapun, bodoh! Jika aku tidak boleh seenaknya, maka kamu juga tidak boleh seenaknya."

Fernandes melepaskan tangan Amara dari jasnya dengan tenang lalu berjalan menjauhi dapur.

"Hei!!!" teriak Amara kesal.

Flo segera mendekati Amara, lalu mengelus lengan Amara lembut. "Tenang, Ra. Ada aku di sini dan aku akan membantu kamu."

Amara menghela napas, lalu mengangguk pelan. Mereka lalu berjalan keluar dapur.

***

"Tuan memanggil saya?" tanya Juno—tangan kanan Fernandes.

"Aku mau kamu mencari tahu alasan Amara kabur dari rumah sakit."

Juno mengernyitkan keningnya bingung. "Putri tuan Fallen Chandra Tanoto?"

Fernandes mengangguk. "Ya, dan juga kamu cari tahu apa sebenarnya yang direncanakan oleh Romeo."

"Baik, Tuan."

"Jangan lupa untuk menyuruh beberapa bodyguard-ku mengawasi Amara. Jangan sampai dia keluar dari kediaman Hugo, apalagi sampai bertemu dengan keluarganya."

Juno mengangguk. "Saya paham, Tuan."

"Kalau begitu kamu boleh keluar."

Juno menunduk hormat sekilas lalu segera beranjak keluar dari ruang kerja Fernandes.

Fernandes memijit pangkal hidungnya, lalu duduk bersandar di kursi kebesarannya. Matanya terpejam dan berusaha menjernihkan kembali pikirannya. Menurutnya dengan adanya Amara di sini itu menandakan bahwa mereka tak terpisahkan. Jauh dilubuk hati terdalam, tidak hanya ingin mengurung Amara di rumahnya, tapi juga ingin membawa gadis itu ke altar dan mengucapkan janji suci sehidup semati. Fernandes menghembuskan napas gusar lalu membuka matanya. Tak lama terdengar suara ketukan dari arah luar. Tanpa diperintah, Flo membuka pintu dan menutupnya kembali begitu dia sudah masuk.

"Ada apa, Flo?"

Flo mengangkat sebelah alisnya, lalu berjalan mendekati meja kerja kakaknya. "Ini tentang Amara. Kakak tidak harus mengekang Amara dengan cara seperti ini. Aku bisa menjaganya jika kakak mau. Tapi, please.... jangan kurung dia begini. Dia tidak akan suka dan betah."

"Suka tidak suka, dia harus menerimanya karena aku tidak menyuruhnya datang kemari. Dan jangan mempromosikan dirimu seperti itu, Flo. Kamu sendiri saja belum bisa menjaga diri, apalagi menjaga orang lain. Kamu masih adik kecilku."

Flo mendengus kesal lalu berjalan makin mendekati kakaknya. "Kakak tidak bisa seperti ini! Jika sikap kakak seperti ini, bagaimana bisa dia menyukai kakak?"

"Aku tidak peduli. Lagipula aku bisa membuat dia bertekuk lutut dengan caraku sendiri."

Flo menghela napas kasar lalu membalikkan badannya. Berjalan menuju pintu keluar.

"Apapun yang hendak kamu lakukan, kamu tidak akan bisa menghentikan aku, Flothea Hugo," ucap Fernandes penuh peringatan sebelum Flo menutup pintu ruangannya dengan kasar.

Fernandes mengerutkan keningnya, tapi beberapa detik kemudian dia mengedikkan bahunya tidak peduli.

"You're just mine, my sexy lady."







To Be Continue...

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang