12th

8.4K 266 2
                                    

Siang semuanya....

Maaf banget nih baru nongol... Hehehe...

Huft... akhirnya udah kelar UAS author nih dan udah libur. Hore!!!🤣🤣🤣. Sorry ya kalo excited banget...

Nah, berhubung libur panjang selama mungkin 3 bulan kali ya. Tapi gak tahu deh, soalnya belum ada informasi dari pihak kampus-nya. Author tuh bakal menyelesaikan MSL hingga tamat. Terus-terus author sebenarnya lagi publish My Destiny is You di wattpad satu lagi Mrsanlikie hehehehe.... Yang baca pasti berasa gaje dan alurnya kecepatan. Atau mungkin flat. Ya mau bagaimana lagi, waktu ngetik MDIY disibukkan sama kerjaan dan pertama kuliah. Jadi otaknya mumet tapi keinginan untuk nyelesain kuat banget. Hasilnya jadi gitu deh. Absurd banget... Udah gitu sayang banget kalo gak di publish, malah chapternya banyak lagi. Kalo dirombak ulang, takutnya makin hancur karena dah setengah jalan 😌. Ribet deh pokoknya...

Terus author mau tanya nih. Kalian pada dapat notif cerita baru author gak? Yang judulnya Suit and Tie itu tuh...

Nah, itu cerita baru author... Baru BLURB nya aja sih. Hehehehe...
Dan untuk kelanjutannya belum tau kapan publish. Soalnya kayaknya tuh SnT pengen dibuat perfect banget, terinspirasi dari seseorang. Jadi untuk sementara, author akan fokus pada MSL, MDIY dan SevenTeen.

Nah, kalian juga boleh tuh mampir ke lapak adek author. Intip-intip cerita disana juga... Ada The Secret Admirer dan Be Damned...

Astaga, kok jadi pada promote disini ya. Oke deh, langsung baca saja 😅

Happy reading.....

***

Amara baru saja selesai berbelanja beberapa keperluan di mall terdekat. Dia berjalan menuju basement tempat mobilnya terparkir dan terperanjat saat melihat Fernandes tengah bersandar angkuh di pintu mobilnya. Amara mendengus kesal, lalu melepaskan salah satu sepatunya.

"Pergi dari sini atau ku pecahkan kepalamu itu!!!" Ancam Amara sambil mengangkat tinggi-tinggi sepatu itu.

"Ah! Come on, Amour... Kau tak harus melakukan itu."

Amara menggeleng tegas. "Don't disturb me again!"

Fernandes menegakkan tubuhnya, lalu berjalan mendekat ke arah Amara.

"Jangan mendekat!" ucap Amara was-was sembari bergerak mundur.

Fernandes tersenyum miring dan melipat kedua tangannya. "Kenapa kau takut begitu?"

Amara semakin mundur. "Aku tidak takut padamu! Tak sekalipun! Aku hanya ingin kau pergi jauh dari hidupku."

"Kalau aku tidak mau bagaimana? Dengar Amour, kau tak berhak mengaturku."

Amara menggeleng dan menghentikan langkahnya. "Aku sudah membatalkan kontrak itu, Fernandes. Jadi, kita tidak ada urusan lagi. Aku tidak mau kau berada di sekitarku. Aku tidak sudi berdekatan dengan pria brengsek sepertimu!"

Seketika Fernandes mendatarkan ekspresi wajahnya, rahangnya mengetat dan kedua tangannya terkepal kuat. Dia mempercepat langkahnya, menarik kedua tangan Amara ke atas sehingga sepatu yang dipegang Amara tadi terjatuh. Amara jadi kehilangan keseimbangan akibat hanya satu kakinya saja yang memakai heel.

"Lepaskan aku!"

"Beraninya kau membatalkan kontrak itu!!!"

"Itu hakku, Fernandes. Lagipula aku sudah membayar ganti ruginya."

Fernandes memejamkan matanya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Dia membuka matanya dan menatap mata Amara dengan kilatan amarah.

"Kau mau bermain api ternyata."

Amara menggeleng kuat. "Lepaskan, Fernandes! Ini sakit..." lirihnya tapi, Fernandes tidak peduli. Dia semakin mencengkramnya kuat.

"Ingat, Amara! Kau tidak akan pernah bisa lepas dariku. You're mine!"

Amara tidak dapat lagi menahan tangisnya akibat dia pasrah dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ditambah lagi kedua pergelangan tangannya begitu sakit dan pastinya akan meninggalkan bekas memar di sana. Bukankah wanita selalu lemah terhadap pria.

Fernandes seolah tersadar dan seketika melepaskan tangan Amara saat melihat wanita itu menangis dalam diam. Hatinya serasa dicubit olehnya.

"Kenapa harus aku?" tanya Amara dengan berlinang air mata.

Fernandes hanya diam terpaku. Lidahnya terasa kelu dan dia bingung harus melakukan apa. Hatinya seolah teriris saat melihat wanita itu bersedih. Darahnya seolah berhenti mengalir saat melihat air mata itu jatuh. Dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya?

"Kenapa kau harus menggangguku? Kenapa kau terus saja menyakitiku? Kenapa harus aku, Fernandes Hugo?" tanya Amara sembari memukul dada Fernandes bertubi-tubi. Tidak peduli pada tangannya yang sakit.

Fernandes membawa Amara dalam dekapannya dan menyembunyikan wajah wanita itu di dadanya yang bidang. Dia tidak tahu kenapa, tapi dia sangat ingin memeluk wanita ini. Mungkinkah naluri lelaki?

Amara semakin terisak di dada Fernandes. Dia sungguh tidak peduli bahwa jas yang Fernandes pakai akan basah oleh air matanya.

"Jawab aku!!!" teriak Amara histeris. Dia sudah tidak tahan lagi. Dia lelah dengan semua ini.

"Tenanglah, Amour. Aku tidak suka melihatmu seperti ini."

"Aku juga tidak tahu kenapa aku begitu ingin dekat denganmu," lanjutnya dalam hati.

Fernandes mengurai pelukannya, lalu berjongkok dan memakaikan kembali sepatu Amara di kaki telanjangnya. Setelah terpakai sempurna, dia berdiri lalu mengenggam tangan Amara.

"Akan ku antar kau pulang."

Amara menepisnya kasar, lalu menyeka air matanya. Dia berjalan cepat melewati pria itu, membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam. Fernandes menghampiri mobil itu, lalu mengetuk jendela mobil Amara.

"Keluar, Amara!"

Amara tidak menghiraukannya dan melajukan mobilnya dengan kencang meninggalkan basement mall itu.

Fernandes mendesah frustasi, lalu menyisir rambutnya ke belakang dengan jarinya. "Ada apa denganku sebenarnya?"

***

Sudah seminggu sejak kejadian Amara menangis di basement. Semenjak itu pula Fernandes tidak menemui Amara. Dia mencoba menyibukkan dirinya dengan beberapa dokumen dan setumpuk kertas lainnya. Dia berusaha menghilangkan wajah Amara yang menangis dari ingatannya. Bahkan, belakangan ini kepalanya terasa sakit. Seperti ada godam yang memukulnya keras.

"Sorry, Sir. Ini file yang Anda minta," ucap sekretaris Fernandes—Audey.

Fernandes hanya mengangguk sekali dan Audey pun keluar dari ruangan Fernandes. Fernandes mengerang frustasi saat rasa sakit itu kembali menghantam kepalanya. Dia membuang semua berkas-berkas yang ada di mejanya ke lantai dengan asal, lalu berteriak kesakitan. Untung saja ruangan ini kedap suara. Kedua tangannya terangkat menyentuh kedua sisi kepalanya.

"Shit!" umpatnya.

Fernandes membuka laci meja kerjanya, mengeluarkan aspirin dan menelannya sebutir. Dia meneguk air dalam gelas itu dengan tak sabaran, lalu menghembuskan napas kasar. Fernandes meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Temui aku di club biasa."

Setelah mengucapkan itu, dia langsung mematikan teleponnya. Fernandes menyambar jasnya dan segera keluar. Sebelum pergi, dia sempat menyuruh Audey membereskan ruangannya.




To be continue...

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang