17th

7.7K 265 0
                                    

Ana tengah menyuapi Amara. Tadi pagi mereka semua benar-benar kembali sesuai dengan ucapan Romeo, bahkan Allen bercerita bahwa istrinya tidak bisa tidur karena terlalu memikirkan putri kesayangannya. Makanya pagi-pagi sekali Ana sudah menarik Allen dan Nando untuk ke rumah sakit.

Di ruangan itu juga ada Nando yang tak beranjak sedikitpun meninggalkan Amara, kecuali ke toilet. Nando sudah menyuruh asistennya untuk membawakan baju ganti untuknya.

"Aku tidak mau lagi. Aku sudah kenyang," ucap Amara sambil mendorong mangkuk yang dipegang Ana agar menjauh.

"Tapi, tinggal sedikit lagi, Sayang."

Amara tetap keukeh dengan penolakannya. Ana terpaksa menurutinya dan menaruh mangkuk itu di atas nakas. Nando lalu menyerahkan segelas air kepada Amara dan langsung diterima Amara dengan sukarela. Setelah meminumnya, Amara meletakkan gelas itu kembali.

"Jadi, ada apa sebenarnya? Romeo bilang ada sesuatu hal yang perlu ku ketahui," tanya Amara sambil memperbaiki posisi duduknya.

"Sepertinya ini bukan saat yang tepat. Kamu baru saja sadar beberapa jam yang lalu. Jadi, sebaiknya kita bahas ini ketika kamu sudah pulih," ucap Allen.

Amara menggeleng. Dia memang terkenal gadis yang keras kepala. "Aku baik-baik saja dan aku ingin tahu sekarang. Romeo, kamu sudah berjanji, bukan?"

Romeo langsung menggeleng. "Aku tak berjanji sama sekali. Aku hanya bilang aku tidak berhak mengatakannya."

"Jika kau tak mau mengatakannya, lalu kenapa kau memberitahunya, brengsek?!" pekik Nando kesal.

"Nando! Jaga kata-katamu! Mama tidak suka mendengarnya," tegur Ana.

"Sebenarnya ada apa, sih?" tanya Amara lagi.

Allen menghela napas panjang. "Baiklah, papa akan memberitahumu. Ini soal dirimu, Sayang."

Amara membulatkan matanya. "Apa benturan di kepalaku ini parah? Apa kata dokter, Pa?"

Romeo mendengus kesal. "Bukan itu, princess. Kamu baik-baik saja."

"Apa ini soal aku yang dijodohkan dengan kak Nando?" tanya Amara dengan volume agak kecil, tapi semua yang ada di ruangan itu masih dapat mendengarnya.

"APA??? PERJODOHAN APA???" pekik Nando.

"Nando, tolong jaga sikapmu!" Lagi-lagi Nando ditegur oleh Ana.

"Sorry, Ma. Aku refleks."

"Itu salah satunya, Amara. Tapi, ada hal yang lebih penting lagi. Ini soal orang tua kandungmu," ucap Allen.

"Papa tahu di mana orangtua kandung Amara?" tanya Amara antusias.

"Ya. Tapi, seperti yang kamu tahu bahwa ibumu sudah meninggal."

"I know... Aku pernah mengunjungi makamnya."

"Kamu ke sana?" kaget Ana.

Amara mengangguk. "Sudah sepantasnya aku ke sana 'kan, Pa, Ma."

"Lalu, di mana ayahku?" tanya Amara.

"Ayahmu juga sudah meninggal, Amara."

Amara menjadi sedih seketika. "Kenapa semuanya meninggalkan aku sebelum aku mengenal mereka?"

"Tidak, Amara. Masih ada aku," ucap Romeo tiba-tiba membuat Amara mengerutkan keningnya.

"Kamu?"

"Biar papa yang jelaskan. Jadi, ayah biologis kamu itu Devan Stevano dan dia adalah ayahnya Romeo," jelas Allen.

"Jadi, kami bersaudara?" tanya Amara tak percaya.

"Ya. Kita satu ayah beda ibu, Amara," ucap Romeo pasti.

"Aku masih bingung dengan semua ini," ucap Amara sambil memegangi kepalanya.

"Tak perlu dipaksakan. Kami mengerti, Sayang. Mengingat kamu habis mengalami kecelakaan yang mengenai kepalamu," ucap Ana sambil mengelus punggung Amara.

"Lalu, soal perjodohan itu. Apa maksudnya, Pa?" tanya Nando.

"Itu..."

"Aku sudah mengurus hak asuh, Amara. Bagaimanapun aku adalah keluarga kandungnya. Jadi, Amara akan tinggal bersamaku," jawab Romeo.

"Aku sudah besar, untuk apa mengurus surat hak asuh segala? Aku bisa menentukan jalan hidupku sendiri. Aku tidak mau meninggalkan papa dan mama!" ucap Amara penuh penekanan.

"Can't, Amara. Apa kamu tidak kasihan sama orangtua kandung kamu? Lagipula statusmu adalah putri keluarga Stevano."

"I don't care about that. Harusnya jika ayahku menyayangiku, dia tidak akan meninggalkanku."

"Tenang, Amara." Ucap Ana berusaha menenangkan Amara.

"Dengar, Amara! Kamu akan tetap pindah ke rumah keluarga Stevano karena, mereka tidak bisa menjagamu," ujar Romeo.

"Apa maksudmu, hah?!" pekik Nando kesal.

"Dan soal perjodohan itu. Maaf, tapi saya berubah pikiran, Mr. Tanoto."

"Jangan mempermainkan keluargaku, Romeo!!!" bentak Nando.

"Sudah, Nando! Sudah!" ucap Allen memperingatkan.

"Maaf, Tuan Romeo yang terhormat, Anda hanya kakak tiri saya. Anda sama sekali tak berhak mengatur hidup saya. Dengar! Saya sama sekali tidak mau tinggal di rumahmu. Saya sangat tidak suka dikekang. Jadi, jangan harap saya mau menuruti kemauan Anda. Tidak akan pernah!" ujar Amara.

"Amara, jangan jadi anak pembangkang, Sayang," ucap Ana.

"Ini sudah keterlaluan dan aku tidak akan membiarkannya, Ma."

Amara mencabut jarum infus yang menempel pada tangannya membuat semua melotot ke arahnya.

"What are you doing?" kaget Nando.

"Aku tidak bisa di sini jika kalian terus memperebutkan aku," jawabnya sambil turun dari atas brangkar.

"Kamu tidak bisa pergi, Amara," ucap Romeo.

"I will and I can." Ucap amara penekanan sambil menatap Romeo penuh kebencian. Dia lalu mendorong tubuh Romeo dan segera berlari keluar kamar.

"AMARA..... TUNGGU!!!" teriak semuanya, tapi Amara tidak peduli dan terus berlari hingga keluar dari rumah sakit.

Amara segera sembunyi dibalik mobil saat melihat bayangan seseorang mengejarnya. Saat melihat Nando dan Romeo keluar dari area rumah sakit, Amara segera keluar dari tempat persembunyiannya.

"Aku harus kemana?"batinnya.



To Be Continue.....

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang