Chapter 8

513 83 5
                                    

Keheningan menyeruak di meja nomor sebelas. Jiyeon melirik dengan ekor matanya ke arah Jisoo. Sejak kemunculan Hyomin secara tiba-tiba beberapa menit yang lalu,tatapan penuh curiga masih belum terlepas dari pandangan gadis cantik itu. Jiyeon menghela napas untuk yang ke sekian kalinya. Menatap kembali masing-masing manusia yang duduk mengelilingi meja tersebut. Tidak ada yang berniat untuk memecah kesunyian dan memulai pembicaraan.

Jinyoung kini terlihat resah. Beberapa kali pria tampan itu menatap arlojinya. Dan sedetik kemudian,ia bersuara. "Jaebum,maaf. Ada hal pribadi yang harus aku tanyakan pada tunanganku. Jadi,aku mohon pamit." Setelah ia mengakhiri kalimatnya,Jinyoung menarik paksa Jisoo dari duduk nya untuk meninggalkan meja.

Apa harus ditarik paksa? Tentu saja. Karena sejujurnya Jisoo tidak mau meninggalkan tempat itu. Ia harus menjadi saksi tentang apa yang akan dilakukan oleh mantan kekasih prianya itu.

Tatapan Jiyeon kembali ke arah Jaebum dan Hyomin usai memastikan Jisoo sudah menjauh. Beberapa detik berlalu dan masih belum ada yang berniat membuka obrolan,termasuk Jiyeon sendiri. Ia hanya takut salah berkata-kata dan malah memperkeruh suasana.

"Jadi Jaebum,ternyata kau masih baik-baik saja." Hyomin bertanya sambil mengaduk-aduk minuman di hadapannya.

Yang ditanya hanya diam. Berniat tidak menjawab,namun lidah nya gatal untuk menyadarkan gadis dihadapannya. "Tentu saja. Semua terasa baik untukku sebelum kau datang."

Jiyeon menatap Jaebum tidak percaya. Sosok yang hangat dan perhatian,kini berubah menjadi dingin dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya. Jiyeon bergidik ngeri.

Hyomin tersenyum miring. "Aku sedang dalam tugas kali ini. Dan mungkin lebih lama di Seoul dari kunjunganku sebelumnya. Jika kau bosan dengan gadis yang itu-itu saja sejak 7 tahun terakhir,kau bisa menemuiku di apartemen yang baru ku sewa." Hyomin bicara dengan nada manjanya yang masih ketara. Sedang Jaebum berusaha mati-matian menahan amarahnya. Bagian atas kupingnya sudah memerah. Jelas terlihat sekuat apa emosi yang ia tahan.

Hyomin terlihat puas menatap pemandangan dihadapannya. Kini tatapannya beralih ke arah Jiyeon. Tersenyum meremehkan dan mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi ke atas. "Bagaimana kabarmu Jisoo? Bahagia?".

Jemari tangan Jiyeon tergerak untuk mengambil minumannya,meneguknya sedikit lalu menatap Hyomin dengan pandangan tak kalah angkuh. "Tentu saja aku bahagia. Kedua orang tuaku masih ada dan sehat. Aku pun masih diberi umur panjang dan kesehatan. Dan hal paling membahagiakan dalam hidupku adalah,aku tidak seorang wanita single, yang mengganggu hubungan orang lain yang jelas-jelas MASIH SALING MENCINTAI." Jaebum menatap Jiyeon setengah tidak percaya. Gadisnya yang emosian bisa berubah menjadi sangat tenang namun kata-katanya penuh dengan nada sinis. Seketika senyum mengembang di wajah tampan Jaebum. Ia merasa,semakin cinta pada gadis itu.

Hyomin terkesiap beberapa detik. Tidak percaya seorang Jisoo bisa berkata sedemikian rupa. Biasanya gadis itu pasti berteriak-teriak penuh emosi yang secara tidak sadar mempermalukan dirinya sendiri bahkan Jaebum di hadapan umum. Namun kini,sebuah pembawaan yang tenang dan penuh aura kesinisan menguar dari tubuh gadis yang diyakini nya sebagai Jisoo.
◇◇◇

"Jiyeon?" Panggil Jinyoung untuk kesekian kalinya.

Gadis yang dipanggil Jiyeon itu segera menoleh ke arah Jinyoung. "Ada apa?".

"Kau baik-baik saja? Sejak tadi kau melihat ke arah lain. Seolah kau tidak mau melihatku." Jinyoung berbicara dengan raut wajah dan nada bicara persis seperti anak kecil.

Membuat perhatian Jisoo berhasil terkecoh dan kini hanya terpusat pada Jinyoung. "Aku hanya memperhatikan Jisoo disana. Apa dia baik-baik saja." Itu bukan tipuan! Sungguh Jisoo mengkhawatirkan Jiyeon. Meski sebenarnya ia lebih mengkhawatirkan kekasihnya.

The Decision of The Heart [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang