Dia duduk di belakangku

28 4 0
                                    


Seharusnya aku bahagia saat mengetahui bahwa aku sekelas dengan Yuju

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seharusnya aku bahagia saat mengetahui bahwa aku sekelas dengan Yuju. Tapi, kenapa saat melihat laki-laki yang tengah tertawa dengan Taehyung, teman SMPku dan Yuju, membuat mood ku menurun? Jadi, selama ini aku salah mengira, ya?

"Ya! Binnie! Yuju! Kita sekelas lagi. Daebak," cerocos Taehyung saat aku ingin duduk di kursiku.

Yuju duduk di kolom pertama baris ketiga, sebarisan dengan Taehyung namun cowok urakan itu duduk tepat di samping lelaki aneh yang kutemui di kereta.  "Aish, aku bisa gila jika sekelas denganmu, Tae," keluh Yuju sambil menggaruk kepalanya, yang ku rasa pasti tidak gatal.

Aku memperhatikan pertikaian kecil itu, kemudian pandanganku teralihkan oleh teman-teman sekelasku yang baru datang. Sepertinya yang dari SMPku hanya Taehyung dan Yuju. Aku menghela napas panjang. Rasanya akan ada hari mendebarkan setelah ini.

"Hei, kau Binnie yang tadi di kereta, kan?" cowok itu bertanya sambil menarik rambut pendekku.

Aku mendengus kemudian menoleh cepat. "Ya!"

Ku lihat dia tertawa, matanya menyipit dan wajahnya sedikit bersemi. Seperti bunga sakura yang bermekaran, aku malah terpaku oleh senyum itu. Joshua benar-benar beda jika disandingkan dengan Taehyung yang bawel dan suka berbuat onar, atau disandingkan dengan Winwin yang pintar tapi sok keren, atau misalnya dia disandingkan dengan Mingyu yang dingin dan tak tersentuh. Joshua hanyalah cowok polos dan sepertinya akan menuruti apa saja yang orang lain minta. Ku harap, dia tidak sepolos itu.

"Kau sangat lucu, Bin. Ah, ya, aku lupa kalau kita belum berkenalan secara sakral. Namaku Hong Ji Soo, panggil aku Joshua saja, aku suka panggilan itu," dia menyodorkan tangan kanannya ke hadapanku. "Kalau nama panjangmu?"

"Bae Yoo Bin, tetap panggil aku Binnie," aku menjabat tangannya. Seketika aku melihat wajahnya semakin memerah membuat aku heran.

Cowok itu segera menarik tangannya dari genggamanku, dia tertawa kecil. "Hahaha, nama mu lucu," ucapnya, entah kalimatnya terdengar... canggung?

Aku hanya tersenyum. Tidak mau banyak berbicara lagi karena bel sekolah sudah terdengar. Yuju dan aku segera berjalan ke aula untuk mengikuti upacara pertama. Di sana, kami bertemu beberapa teman sekolah kami semasa SMP. Yuju banyak mengobrol hingga lupa untuk ikut berbaris. Aku segera menarik tangannya untuk berbaris bersama kelas kami.

Upacara hari pertama berjalan lancar. Meski aku cukup bosan ketika kepala sekolah berpidato dengan 10 kertas HVS. Bisa kalian bayangkan bagaimana bosannya aku dan para murid lainnya?

Di kelas, Irene Ssaeum memperkenalkan diri sebagai wali kelas kami. Aku melihat guru wanita itu sebagai wanita yang baik. Tapi saat memulai pelajaran Matematika, aku tau bahwa setelah ini tidak akan ada jalan keluar. Cara mengajarnya sangat menuntut dengan kalimat diktaktor. Wanita itu bahkan tidak segan menatap muridnya tajam atau memukul meja dengan penggaris kayu yang biasa digunakan guru Matematika lainnya.

Aku meneguk ludahku susah payah. Rasanya ingin mati saja jika begini suasana kelasnya.

Selama empat jam pelajaran yang sungguh menyisa, aku diajak Yuju untuk makan di kantin bersama Lisa dan Nayeon. Kedua sahabatku yang lain itu berada di kelas berbeda. Lisa di kelas 1-3 dan Nayeon 1-2. Aku dan Yuju berada di kelas 1-4, bertetangga dengan kelas Lisa.

"Pasti Ibumu yang membuatkan ini," tebak Nayeon sambil mengambil bekalku. "Ah, isinya hanya roti isi daging asap. Jangan bilang, tadi kamu tidak sempat sarapan?" gadis bergigi kelinci itu menatapku curiga.

Aku mengusap tengkukku agak canggung. Nayeon selalu mengomentari perilaku buruk dari semua yang kami lakukan. Tapi dari semua komentarnya, aku tau bahwa gadis itu tidak ingin kami mengalami hal buruk ke depannya.

"Mianhae, tadi aku terlalu buru-buru. Appa juga tidak bisa mengantar, jadi aku benar-benar harus cepat-cepat sampai ke sekolah," aku tersenyum memohon pada Nayeon yang nampak malas. Dia adalah sahabatku yang paling tua, namun dia yang paling cengeng.

Gadis itu mengangkat bahunya acuh. "Baiklah, kali ini aku maafkan. Tapi besok-besok, kau harus bangun lebih pagi agar tidak terburu-buru seperti ini lagi," katanya lalu memakan snack yang ia beli.

Aku balas mengangguk, kemudian memakan roti isiku. Meski hanya roti isi, tapi Eomma selalu memberi resep rahasia di dalamnya. Apalagi jika bukan cinta.

"Kau tau Joshua dari anak 1-4?"

Aku mendengar bisik-bisik dari kelompok perempuan di samping kami duduk.

"Ah, yang imut itu ya? Aku sekelas dengannya. Dia benar-benar manis."

"Jjinja? Aish, aku menyesal di kelas 1-2. Semuanya aneh."

"Bukankah di sana ada Seungcheol?"

"Dia playboy kelas kakap!"

Aku terkekeh. Celotehan cewek-cewek manja yang hanya memikirkan cowok ganteng dibandingkan ilmu yang diajarkan para guru. Rasanya aku ingin pergi saja, tapi sepertinya teman-temanku yang hobi bergosip tetap ingin di sini.

"Aku kenal Seungcheol itu. Dia duduk di sampingku," ucap Nayeon terasa mulai aneh. "Dia tadi sempat menggodaku. Rasanya aku ingin menendang milik berharganya," tambah gadis itu sedikit menggebu.

Yuju tertawa. "Kau sepertinya anti sekali dengan cowok itu, Nay," selanya.

Lisa menyahuti. "Kalau aku sih, sudah aku tendang beneran anunya."

"Daebak!" aku menepuk kedua telapak tanganku dengan heboh. "Aku akan berdiri di depan saat kau melakukannya," sambungku.

Kantin mendadak ramai oleh pembicaraan para gadis. Cowok-cowok di sini berusaha untuk menggantikan keramaian kantin dengan pembicaraan mereka, tapi rasanya mustahil. Mengingat bagaimana kerasnya suara para gadis bila disatukan di satu ruangan yang sama. Melebihi kerasnya suara suporter bola.

Selesai dari istirahat, pelajaran pun kembali berlangsung hingga sore tiba. Kami semua akhirnya bisa pulang dengan perasaan lega. Hari pertama sekolah benar-benar membuat lelah. Pelajarannya juga mulai susah, apalagi saat pelajaran Sejarah di jam terakhir yang membuat mataku mengantuk. Aku dam Yuju berjalan menuju stasiun. Nayeon dan Lisa memilih pulang dengan bus dibandingkan kereta karena rumah mereka jadi lebih dekat.

Kami berdua membicarakan banyak hal hingga suara seorang laki-laki mengganggu pembicaraan kami. Si pengganggu itu adalah Jungkook. Kekasih Yuju semenjak semester akhir kelas 3 SMP.

"Kau masih marah, chagiya?" tanya cowok dengan anting hitam di telinga kirinya. Aku melupakan satu cowok lagi. Dia juga teman semasa SMPku selain Taehyung, Winwin dan Mingyu. Jungkook adalah tipe cowok cerdas namun troublemaker sekolah. Dia setipe dengan Taehyung. Hanya saja, Taehyung tidak secerdas Jungkook.

Yuju menghela napas, dia menatapku seperti berkata, "Kau pulang lebih dulu saja, aku mau mengurusi bayi besar ini."

Aku mengangguk dengan senyum kecil. Ditinggal Yuju untuk berdua dengan kekasihnya, aku sudah biasa.

Langit sore masih sama cerahnya, meski matahari mulai turun di ufuk timur. Jalanan kota Seoul masih sama lancarnya seperti tadi pagi, tidak terlalu padat. Baru saja aku ingin menuruni tangga menuju peron, seseorang menahan pergelangan tanganku.

Dia adalah Joshua, lelaki yang memiliki wajah yang katanya manis dan tampan. Tapi menurutku, dia adalah lelaki polos yang tak sengaja duduk di belakangku.

"Stasiun tujuan kita sama, kan? Jadi, lebih baik kita pulang bersama."[]


a.n

Aku membayangkan ini dengan cukup apik dan manis. Semoga kesan manisnya benar-benar tersampaikan. Tumbenan kan ya aku update cepet. Kebetulan imajinasi lagi lancar, lebih baik aku tuangkan aja ya kan? Hehehehe.

Salam,

Biru.

Spring and Goodbye First LoveWhere stories live. Discover now