[]
Rasanya aneh ketika aku harus mengakui bahwa aku tengah pulang bersama cowok. Tanpa Yuju dan bayi besarnya. Ini benar-benar berdua, dan cowok itu adalah cowok asing yang tak sengaja aku temui saat pagi tadi. Rasanya sedikit menyesal karena tidak menerima tawaran pulang bersama Lisa dan Nayeon meski aku akan berjalan lebih jauh lagi ketimbang naik kereta. Tapi jika kau diberi pilihan antara pulang bersama dengan cowok asing atau sahabatmu, ku pikir kau seharusnya memilih pilihan kedua. Karena orang asing terkadang terdengar asing, jahat, tidak dikenal.
"Binnie-ya, ppali! Kau jalan lama sekali sejak tadi," tegur Joshua sambil menarikku dan kami berada di dalam kereta sekarang. Jalannya terasa cepat dan aku hanya ingin lebih cepat sampai ke rumah. Gerakan gugup cowok itu membuatku heran dan bingung.
Kereta berdesing melawan keheningan di antara kami. Joshua asik membaca komik Shincan sedangkan aku menunggu pesan dari Yuju datang. Aku bosan karena lupa membawa earphone, dan sekarang orang asing yang tadi ku temui di kereta nyatanya sama membosankan dengan ponselku.
"Benar juga," aku menoleh, menatap Joshua aneh ketika cowok itu tidak sengaja bergumam. "Rumahmu di komplek mananya?" tanya cowok itu.
Aku menatap Joshua penuh selidik. "Untuk apa kau bertanya begitu? Kau tidak berpikir untuk membobol rumahku, kan?" tanyaku pada cowok yang kini tertawa amat lebar.
Aku semakin heran dan tidak ingin tau, sebenarnya tidak juga begitu. Rasanya cowok ini benar-benar aneh saat dia mulai menanyakan rumah dan hal pribadi lainnya. Ku pikir, kami hanya akan sebatas teman sekelas yang kebetulan duduk berhadapan.
"Aku kan hanya bertanya, Bin. Kenapa kamu sejak tadi berpikiran jahat terus?" cowok itu malah balik bertanya. "Begini saja, aku sebenarnya ingin mengajakmu berangkat bersama setiap hari. Ku rasa, akan lebih menyenangkan jika kita berangkat bersama," jelas cowok itu.
Aku mendengus. "Tapi kau sejak tadi diam, Josh. Apanya yang menyenangkan?" aku manatapnya sebal.
Joshua tersenyum, amat manis. "Kau. Kau yang membuat semuanya terasa menyenangkan... untukku."
Well, semuanya benar-benar aneh.
[]
Seoul, 2 Februari 2017.
Ketika bel istirahat terdengar, aku dan kedua sahabatku segera berjalan ke arah kantin. Ketika sampai di pintu kantin, kami bertemu Nayeon yang tengah memainkan rambut panjang kecokelatannya. Aku memanggilnya, dan gadis itu balas tersenyum.
"Kalian lama sekali," sembur gadis itu sembari menarikku mendekat untuk ke arah makanan.
Setelah mengambil makan siang kami, aku dan ketiga sahabatku lantas mencari kursi kosong. Hanya ada kursi yang sudah diduduki dua cowok menyebalkan bernama Taehyung dan Seungcheol. Kedua orang itu sedang tertawa, entah menertawakan hal lucu apa selain memang di sekolah ini nggak ada yang lucu.
"Ya! Kami duduk di sini, ya," ucap Nayeon sambil menyerobot duduk dan mendorong tubuh Seungcheol hampir terjatuh.
Seungcheol sedikit kaget, tapi dia malah menggoda Nayeon dengan mengusap tangannya ke dagu sahabatku itu. "Aish, cewek judes ini amat cantik," ucapnya.
Lisa tertawa. "Yah, setidaknya dia cantik. Jika saja kalau dia judes dan jelek, kau pasti tak akan menggodanya," entah gadis itu tengah menyindir Seungcheol yang tadi pagi sempat menggodaku. Meski kata sempat itu benar-benar tidak pantas untuk kalimat yang sebenarnya hanya berniat menolongku.
Yuju tersenyum. "Lebih baik kita makan," gadis itu mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya dengan lahap.
Aku sendiri, sebenarnya, sudah lahap sejak tadi. Bahkan aku tidak peduli jika kantin lebih ramai dari pada konser Mubank atau konser-konser lainnya. Udara di kantin terasa amat sejuk dan nyaman. Suara perempuan lebih banyak mengisi ruangan ini dibanding laki-laki yang amat tertindas. Aku memperhatikan laki-laki si anak baru yang sedang berjalan mencari kursi, tatapan matanya yang memindai setiap tempat hingga berhenti di mataku. Mata itu, sesuatu merasakan deja vu sesaat. Tapi aku tau itu tidaklah penting selain aku harus mengajaknya untuk duduk di samping Yuju karena itu kosong, atau samping Lisa yang juga kosong.
"Ya! Anak baru!" seruku, membuat cowok itu benar-benar menatapku.
Seungcheol menghentiksn aktivitas makannya. Dia melihatku seakan aku baru saja memanggil hantu meski si anak baru bukanlah hantu dari manapun. Dia hanyalah cowok pendiam, aku tau itu.
"Kau gila, ya?" Seungcheol berbisik ketika si anak baru berjalan ke arah meja kami. Berniat untuk duduk di samping Yuju sebelum si bayi besar alias Jungkook mendahuluinya. Anak baru itu memperhatikan Jungkook dengan aneh, dan berakhir duduk di samping Lisa yang sama tegangnya.
Aku menghela napas, seharusnya ada yang bisa ku perbaiki sebelum semuanya semakin rumit. "Kenapa kita nggak berkenalan?" aku menatap penghuni meja ini satu persatu.
Meski sebagian jiwaku masih terlepas, tapi Binnie tetaplah Binnie. Gadis lincah yang pandai bergaul dan risih sama orang yang sok kenal. Sok dekat. Mengingatkannya pada laki-laki itu, lagi. Untuk kedua kalinya di hari ini.
Jungkook yang sebenarnya tidak terlalu tau apa masalah yang sedang aku bicarakan pada teman sekelasku pun menoleh pada laki-laki yang duduk di hadapannya. "Oh, kau anak baru itu ya? Perkenalkan, aku Jeon Jungkook. Kau bisa memanggilku Jungkook," cowok itu tersenyum.
Nayeon yang sama saja dengan Jungkook pun mulai memperkenalkan diri. "Aku Nayeon! Kau terlihat manis... eum, siapa namamu?" gadis itu menatap laki-laki yang duduk tepat di samping Lisa.
Laki-laki yang nampak mengulas senyum selebar bulan sabit. Aku tau bahwa ini semua tidaklah sulit. Laki-laki itu mudah diajak bicara jika kita memperlakukannya dengan baik, tidak seperti..
"Seungcheol, kau seharusnya memperlakukan dia dengan baik. Bukan malah langsung memukul bahu dia," bisik Taehyung meski suaranya tetaplah keras membuat kami malah tertawa. Bersama cowok itu. Terlihat polos, terlihat sedikit mirip dia.
"Aku Minghao. Pindahan dari China," jawab cowok itu pada akhirnya. Menutup semua pertanyaan yang ada di pikiranku beberapa jam lalu. Ketika aku harus menghadapi aura misterius, yang sebenarnya itu atas pikiranku sendiri.
"Aku Yuju," Yuju menjabat tangan Minghao, dan Jungkook dengan segera melepasnya dan berkata,
"Dia kekasihku."
"Ah, araseo," Minghao mengangguk dan tersenyum.
"Aku Lisa!" seru Lisa sambil tersenyum manis. "Kau ternyata amat manis jika diperhatikan lebih dekat," ucap gadis berdarah Thailand itu membuat aku tersenyum.
Sengcheol berdeham, membuat keheningan di meja kami. "Oh, itu, maaf untuk kesalahanku kemarin. Aku terlalu senang ketika mendapatkan teman baru sejak saat itu," aku tau apa yang dimaksud Seungcheol. Seungcheol dan cowok itu berada di klub yang sama. Klub basket.
"Aku Kim Taehyung, si cowok troublemaker kelas. Aku paling tampan di sini," dia memberikan senyum paling lebar tapi menurutku itu menjijikan. Jadi aku berpaling dan menatap Minghao yang menungguku untuk menyebutkan nama.
Aku menarik tangannya, padahal satu tahun lalu cowok itu yang mengulurkan tangannya untuk dijabat. "Namaku Binnie. Salam kenal."[]
YOU ARE READING
Spring and Goodbye First Love
Fiksi PenggemarDi musim semi ini, aku mengucapkan selamat tinggal padamu, cinta pertamaku. ^^^ Pada awal semester di musim semi, Binnie bertemu dengan seorang laki-laki. Mereka berteman hingga percikan itu datang. Percikan yang disebut cinta. "Kadang manu...