Room 22 : Jangan Sakit

9.6K 1.3K 249
                                    

"Oppa, kau tak mau ke apartemenku lagi hari ini?"

Chungha sedari tadi menunggu Taeyong yang sedang mencari buku di perpustakaan kampus. Mata dan tangannya bekerja dengan jeli mencari buku untuk mengerjakan tugasnya. Sedangkan telinganya tak berhenti mendengarkan celotehan Chungha sedari tadi.

"Oppa, kau tak mendengarkanku daritadi?" keluh Chungha. Bibirnya cemberut.

Taeyong menoleh menatap Chungha. "Aku mendengarkanmu." jawabnya singkat. Matanya beralih lagi menekuni beberapa judul buku yang diambilnya.

Setelah ia merasa cukup dengan 4 buku di tangannya, ia melangkah menuju salah satu meja dan mulai duduk. Ia mengeluarkan beberapa isi dalam tasnya seperti alat tulis dan note.

Chungha mengikuti langkah Taeyong dan segera duduk di samping Taeyong.

"Kau menyebalkan Lee Taeyong. Kenapa kau mengacuhkanku?"

Tangannya sibuk membolak-balikkan buku yang sudah ia pilih. "Diamlah Chungha. Aku sedang sibuk." jawab Taeyong kesal setengah membentak.

Chungha terdiam. Matanya tetap menatap Taeyong penuh selidik. Sudah dua hari ini sikap Taeyong mulai acuh padanya. Dan tatapan mata Taeyong tak lagi hangat. Ia selalu merasa kesal sewaktu-waktu. Padahal sebelumnya ia merasa bahwa Taeyong adalah lelaki yang sabar dan tak pernah membentaknya.

"Kau kesal karena sesuatu lantas kau menimpakan semua kekesalanmu padaku?" tanya Chungha.

Taeyong menoleh. "Jangan menuduh sembarangan."

"Benar. Kau berubah setelah bertemu dengan temanmu. Ada masalah apa? Ceritakanlah. Aku kekasihmu siapa tau bisa memberimu solusi."

"Masalah ini tak akan mampu kau atasi." jawab Taeyong singkat setelah pikirannya melayang ke beberapa hari yang lalu saat ia bertemu Ten.

"Kenapa?"

"Chungha-ssi, bolehkah aku bertanya beberapa hal?" tanya Taeyong. Tatapan dan nada bicaranya serius.

Ditatap seperti itu membuat Chungha gemetaran. "A-apa?"

"Sejauh mana perasaanmu kepadaku? Apa kau mencintaiku?"

"Jelas, aku mencintaimu Tae. Untuk apa aku memberikan tubuhku pada orang yang tak ku cintai?"

Taeyong tersenyum asam. "Kau salah. Kau mencintai pria jahat sepertiku yang memikirkan orang lain disaat kita seperti ini duduk berdua, makan berdua, dan bahkan saat kita akan melakukan hal itu."

Plakk...

Tangan Chungha refleks menampar pipi Taeyong keras. Membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. Mata Chungha berkaca-kaca mendengar semua perkataan Taeyong.

"Benarkah? Lalu kau selama ini memandangku sebagai apa? Pelacur yang menemani pria kesepian?" teriak Chungha. Air mata yang berusaha dibendungnya menetes.

"Maaf. Aku tak ingin kau lebih terluka dari ini. Aku memang pria jahat. Pukul aku sekuat tenaga. Mungkin sakit hatimu lebih sakit dari pukulan yang kau berikan."

Taeyong menarik tangan Chungha dan menampar-namparkan tangan Chungha ke pipinya.

"Jadi itulah alasan kau tak mau menyentuhku? Karena berpikir tentangnya? Apa kau pernah berpikir perasaanku?"

"Aku tak pernah bermaksud mempermainkan perasaanmu. Aku yang salah. Aku tak bisa melupakannya. Maaf aku-"

Chungha menarik tangannya kasar. "Tae, cukup. Aku tak mau mengenalmu lagi. Jangan pernah menyesali keputusanmu ini."

Dengan air mata yang masih berderai, Chungha pergi tanpa menoleh ke arah Taeyong sedikitpun.



***



Taeyong berhenti di sebuah rumah setelah perjalanannya menggunakan taksi. Ia merindukan jalan ini. Jalan yang ia hindari selama sebulan belakangan.

Seperti kebiasaan, ia akan memencet tombol password rumah itu. Namun ia teringat bahwa rumah itu bukan miliknya lagi. Akhirnya ia mengetuk pintu tersebut beberapa kali.

Tok...tok...tok

"Jae kau ada dirumah?" teriaknya.

Tidak ada jawaban. Hening. Berkali-kal ia mengetuk dan berteriak tetap tak ada jawaban.

Akhirnya tangannya mulai memencet tombol angka password yang biasa ia gunakan. Klik. Pintu terbuka. Ternyata password tetap sama dan tak diganti.

Kakinya melangkah dengan hati-hati ke dalam rumah tersebut. Aroma yang ia hirup setelah pintu terbuka benar-benar harum yang ia rindukan.

"Jaehyun-ssi," panggil Taeyong berkali-kali.

Suasana rumah terasa sangat hening. Tak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari Jaehyun di kamar. Kamar yang ia rindukan setelah beberapa kali harus tidur di sofa Yuta saat Winwin berada di apartemen Yuta.

Cklek...

Ia membuka pintu kamarnya. Dilihatnya Jaehyun sedang meringkuk di kasur tanpa bergerak.

"Jae," panggil Taeyong.

Yang dipanggil tetap tak menyahut. Taeyong mendekati tubuh Jaehyun. Dilihatnya wajah Jaehyun yang memerah dan penuh keringat. Taeyong lantas menempelkan bahu tangannya di jidat Jaehyun.

Dirasakannya suhu tubuh Jaehyun yang panas.

"Kau terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak hingga sakit seperti ini." ucap Taeyong dengan rasa bangga di dadanya.

Taeyong bangkit berdiri untuk mengambil air dingin dan mengkompres dahi Jaehyun. Namun tangan Jaehyun menarik ujung baju Taeyong.

"Jangan pergi lagi, jangan." kata Jaehyun.

Seketika Taeyong duduk kembali. Tangannya mengusap dahi Jaehyun yang penuh keringat. "Tidak. Aku tak akan meninggalkanmu lagi."



***

BARU UP SETELAH KEMARIN MENGHILANG 😂

SO GUYS, BEBERAPA UDAH ADA YANG IKUT BERPARTISIPASI DI EVENT YANG AKU BUAT. YUK YANG BELUM IKUT SEKARANG IKUTAN JUGA, MUMPUNG BELUM TANGGAL 18 JULI. ❤❤❤

With love❤jaejaehj.

My Roommate ❥ JAEYONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang