Teror

4.9K 108 0
                                    

Bolehkah saya memendam perasaan untukmu, Tuan? Raja dari Segala Keburukan?

----

Kali ini Ana tidak tau harus melakukan apa, baca buku sudah ia lakukan, menghapal rumus juga sudah, menulis di catatan juga sudah, makan? Apalagi, yang Ana lakukan hanya membaringkan dirinya diatas kasur, mencari ketenangan untuk hatinya yang riuh.

Olimpiade ekonomi semakin dekat, dan ia belum ada sekalipun membahas soal-soal bersama dengan Verra. Mau keluar untuk menonton Ana rasanya takut sekali, abangnya harus menginap di rumah temannya, orang tuanya juga sibuk kerja hingga harus menginap juga.

Ana terpikir untuk mengajak Verra membahas soal-soal ekonomi malam ini, disini. Ada secercah harapan ia memiliki teman agar dia tidak sendirian di rumah yang tidak terlalu besar ini.

"Masa sama Verra, sih?" tanyanya kepada diri sendiri, ia lalu mendudukan dirinya diatas kasur, "Bodo amat, ah." katanya lagi.

Ana Putri
Ver. Lo sibuk gak? Kita bahas soal-soal ekonomi yuk di rumah gue. Locationnyo udah gue share.

Belum ada jawaban dari Verra, mungkin Verra sibuk belajar. Kali ini Ana memandang pesan dari Geo Dewa, Geo sudah menyepamnya dari sepulang ia sekolah tadi, dan Ana sengaja belum membalasnya, kalian tau kan mengapa?

Pesan masuk muncul, bukan dari Verra, tapi dari Geo.

Geo Dewa
Na, kok gak diread, sih? Marah ya? Seharusnya gue, Na yang marah.

"Idih sok tau banget Geo." komentar Ana saat ia hanya melihat pesan Geo di room chat.

Geo Dewa
Vidio call, kuy. Gue tau lo online. Tapi sayangnya tulisan lo online gak ada disini 😐

Entah mengapa, Ana tersenyum. Ia sengaja tidak mengaktifkan tulisan online-nya. Dan benar saja, Geo mengajaknya untuk Video Call, dan Ana memencet tombol gambar kamera.

"YA AMPUN BODO BANGET GUE." teriaknya frustasi, ia malah memencet tombol kamera yang berada ditengah itu, "INI GIMANA CARA MATIINNYA?!" Ana lalu membantingan ponselnya ke atas kasur, layar ponsel mengarah ke kasur, jadi bisa dipastikan layar ponsel Ana gelap.

"Hai, Na? Kok gelap?"

"Mati gue, mati gue!!" ucapnya pelan.

"Lo kalo udah diangkat, yaudah jangan malu ih."

Ana menarik nafas panjang, menghembuskannya melalui mulutnya, menariknya lagi lalu menghembuskannya. Perlahan ia mengambil ponsel, tak sempat mengambil ponsel, bunyi suara gelas pecah mengagetkan Ana.

"AAAAAAAAHHHH!" teriak Ana, lalu segera turun ke bawah untuk memastikan apa yang terjadi.

"Na? Apa yang pecah itu? Kenapa lo teriak? Gue panik tau. Gue nyusul ke rumah lo ya!!"

Sambungan video call itu terputus.

"Ya ampun, gelas kesayangan mama jatuh! Aduh entar gue yang kena marah lagi!" teriak Ana setiba ia di dapur dan melihat gelas custom milik mamanya pecah, tidak satu ataupun dua, melainkan empat!

Buru-buru Ana membereskan serpihan kaca-kaca itu agar tidak berserakan dan menimbulkan kecurigaan nantinya. Saat hendak melangkah, kaki Ana mengenai serpihan kaca dan mengakibatkan kakinya koyak meski tak besar, tapi perihnya sangat terasa.

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang