Lima menit yang lalu bel pulang sekolah sudah berbunyi, tapi Geo masih betah duduk menyender dipohon belakang sekolah, Geo tidak tau harus pulang kemana, masa iya dia harus nginap dirumah Ardo?
Perempuan polos itu sudah pulang kerumahnya, dia bercerita katanya orangtuanya terlalu menyuruh perempuan itu untuk belajar dan belajar, membuat perempuan itu kadang frustasi, hobby perempuan itu menulis tetapi papanya tidak suka akan hal itu, jadi dia kabur dari rumah.
Perempuan polos itu bernama Verra. Perempuan itu mengingatkan Geo kepada seseorang, siapa lagi kalau bukan Ana. Ana yang ambisius Geo yang kelewat tidak serius, Ana yang pintar Geo masih wajar.
Verra frustasi, Geo juga frustasi, Ardo gak jelas.
Geo baru mengetahui bahwa Verra bersekolah ditempat yang sama, satu angkatan, Geo tidak peduli dengan lingkungan sekitar pun dirinya sendiri, tapi semua cewek dia embat, dia goda.
Geo tersenyum akan hal itu, senang sekali rasanya bisa dekat dengan perempuan yang cantik-cantik.
Dridt dridt.
Geo tersadar dari khayalan belaka, lalu ia merogoh saku dan mengambil ponselnya, banyak panggilan tak terjawab lebih-lebih papanya sudah lima puluh panggilan tak terjawab. Kali ini papanya menelepon, Geo ragu untuk mengangkatnya. Apa mungkin papanya khawatir?
"Hallo, pa?"
"Kamu dimana, Nak?"
"Sekolah."
"Papa didepan gerbang sekolah kamu, buruan kesini gak ada bantah-bantah."
Geo menghela nafas panjang, tidak sedikitkah papanya khawatir? Kenapa tidak basa-basi dulu seperti 'udah pulang?' 'gimana belajarnya?' 'maafin papa ya', 'papa mohon kamu pulang, Nak'
Papa nya memang sudah berubah, bukan papanya yang dulu.
"Argh." umpat Geo sambil meninju pohon, "Bangsat, anjeng." tinjunya lagi. Lalu ia berjalan meninggalkan taman belakang sekolah dengan keadaan yang kacau. Ia benci semuanya. Bahkan dirinya sendiri.
"Papa mau ngomong sama kamu,"
"Hmm." balas Geo dengan malas. Gaza melirik Geo sebentar kemudian memfokuskan pandangannya ke depan.
"Papa siang ini mau berangkat ke Belanda untuk urusan bisnis, jadi kamu bisa nginap di rumah istri papa atau kamu mau tinggal sendirian?" tanya Gaza yang tidak menatap Geo secara langsung.
"Mama baru aja meninggal, papa udah pergi aja untuk urusan bisnis? Papa gak sedih apa ditinggal mama? Seharusnya ya papa tuh ngurung diri di kamar seolah-olah bersalah udah jahatin mama, ini enggak!" bentakan Geo membuat Gaza menepikan mobilnya. Gaza menurunkan tangannya dari setir mobil kemudian menatap Geo.
"Papa kerja untuk kamu, untuk istri papa Geo. Papa juga sedih kehilangan mama kamu, tapi papa gak mau terlarut ke dalam kesedihan itu nanti akan membuat kinerja papa buruk." balas papa dengan suara lembut.
"Yoyo," panggil Gaza, Geo menghembuskan nafas malas, "Apa lagi, pa?" balasnya ketus.
"Papa sayang sama kamu, nak. Pun mama." ucapan Gaza membuat Geo menatapnya tak percaya, "Pa-pa.." Geo memeluk papanya dengan berderai air mata, "Yo..yo pikir papa udah berubah, udah gak peduli lagi sama mama. Maafin Yoyo pa."
Gaza mengusap-usap punggung anaknya itu, Gaza tidak tau bagaimana cara ia bisa mengungkapkan unek-unek yang selama ini menjadi beban berat dipundaknya. Ia tidak ingin anaknya ikut merasakan beban yang ia alami, sendiri.
"Papa hati-hati ya, jaga kesehatan disana."
"Iya nak, kamu juga ya."
Geo sudah memutuskan bahwa ia akan tinggal di rumah sendirian, ia akan lebih malas jika satu rumah dengan istri papanya itu. Sehabis menatap kepergian papanya, Geo memutuskan untuk pulang–-karena tadi mereka sempat mampir ke restaurant untuk makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETISALYA
Novela JuvenilJatuh cinta membuat kita menjadi manusia paling bahagia di dunia. Jatuh cinta itu juga berarti kita harus siap menerima kebohongan dan pengkhianatan. Untuk kasus paling parahnya bisa jadi kehilangan. Entah itu kehilangan cinta atau kehilangan orangn...