Bolehkah aku pergi untuk melindungi hati ini?
***
"Ah... Seger otak gue habis nyelesain ujian terakhir, bisa tidur nyenyak gue dah." Ujar Friska sembari menengangkan otot-ototnya yang kaku.
Mereka berlima duduk di kantin menunggu pesanan mereka datang. Ana diam saja tak minat melakukan apapun. Ia menatap sekeliling, kantin memang sepi karena siswa-siswi lebih memilih pulang ke rumah masing-masing.
Ponsel Ana berbunyi menampilkan nama Ricko di layarnya, ia menatap teman-temannya sekilas sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Kenapa, Rick?"
Teman-temannya refleks menatap Ana, ada rasa penasaran terpancar di wajah mereka.
"Pas pulang sekolah kita makan yuk, gue yang traktir." kekehnya.
Ana tersenyum sumringah, "Oke deh, pas gue udah pulang gue telpon lo lagi."
"Hm, oke. Go ma sseum ni da."
Ana memutus sambungan telpon itu, ia lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Cowok kemaren, Na?" tanya Erika. Ana menganguk, "Dia mau traktir gue." jawab Ana jujur.
Chika menatap Ana penuh selidik, "Dia bukan pacar lo, kan?"
Ana menatap Chika sambil tersenyum, "Cuma temen kok, gak lebih." Elaknya.
"Terus Geo?" Tanya Geisya. Ana menggeleng cepat, "Yakali gue mau sama dia."
"Kalau dipikir-pikir, nih.." Ucap Friska, "Ana kayak ngeggantungin perasaan dua cowok," tunjuknya menggunakan dagu, "Ya gak guys?"
Mereka mengangguk membenarkan ucapan Friska, "Gue setuju sama lo, Fris." Komentar Chika.
Lagi-lagi Ana menggeleng, "Gak mungkin, ih. Lagi pula gue belum mikir sampai sana."
"Suatu saat pasti lo pernah ngerasain hal yang kayak gitu, believe me." Ucap Geisya dan membuat Ana bungkam seketika.
Well, Geisya benar.
***
Ana setengah berlari menuju gerbang, langkah Ana terhenti saat motor Geo mengikutinya dari belakang, "Ngapain?" kata Ana bingung.
Geo terkekeh, "Lo habis ini mau kemana?"
Suara klakson motor dari depan memancing rasa penasaran Ana, ia terkejut melihat Ricko yang tersenyum manis ke arahnya.
"Gue duluan," kilah Ana, ia berlari menghampiri Ricko dan segera naik ke atas motornya. Geo menatap kepergian Ana dengan tatapan kosong.
"Mau jalan-jalan ternyata," gumam Geo, ia mengeluarkan ponsel di saku celananya dan menelpon seseorang.
"Hai, Nada. Jalan yuk, biar gue jemput."
Ia mematikan sambungan telepon, mencoba menerima Nada; perempuan yang telah mematahkan hatinya. Barangkali, hatinya bisa disembuhkan oleh seseorang yang dulu mematahkannya.
***
"Ana, kita beli ice cream aja yuk, panas-panas gini enaknya yang dingin-dingin." Ucap Ricko sambil mengelap keringat yang membasahi lehernya.
Ana mengangguk mengiyakan perkataan Ricko, mereka memesan ice cream dan duduk di bangku taman.
"Oh iya, Na. Nanti malam nonton bioskop yuk?" Ajaknya, Ana tak bisa menolak juga, toh ujian sudah selesai. Ana mengangguk sambil menikmati ice cream yang ada ditangannya.
"Yeokiga maeume deuleoyo." Kata Ricko santai, ia sesekali menatap Ana yang ada di sampingnya.
"Waeyo?" Balas Ana dengan dialek negeri Gingseng itu. Ricko terkekeh, "Moleukesseoyo."
Ana mengangguk, "Oh iya, rumah lo dimana?" Tanya Ana.
"Di Lorong Angsa Dua, memangnya kenapa?"
"Enggak, cuma nanya aja," balas Ana, "Oh iya, pulang yuk, gue capek banget nih, nanti malam kita nonton, jadi gue mesti isi energi."
Ricko mengangguk, "Yaudah, yuk." mereka bangkit, Ricko berjalan beriringan dengan Ana, selepas itu jemarinya menaut dijemari Ana, mengenggam cewek itu. Ana terkejut mendapati hal semacam itu, anehnya dia tidak risih.
"Yoyo, kenapa kita ke taman sih? Panas tau..." Rengek Nada, pasalnya sedari tadi Geo menyuruhnya untuk berdiam diri di taman ini. Nada jengah karena ia merasa kepanasan, ia pikir Geo akan mengajaknya ke mall atau ke bioskop.
"Gue gak enak badan, lo bisa pulang sendiri?"
"Tapi lo kan yang bawa gue keluar, seharusnya lo nganterin gue juga dong! " Balas cewek itu dengan kesal, Geo meninggalnya sendirian dan menaiki motor ninja kesayangannya itu.
"Lo jadi dingin, Yo." ujar Nada sedih.
***
Malam ini pikiran Geo terusik, membuat wajah tampannya sedikit kusam. Ana dan cowok sialan itu akan pergi ke bioskop, rasanya ia tidak rela. Ia tidak suka seseorang mendekati Ana.
"Yoyo, papa nginap di rumah mama, ya?" Tanya Gaza setelah masuk ke kamar anaknya. Geo melihat Gaza sekilas, "Terserah papa."
Gaza mengangguk, ia kemudian keluar dari kamar Geo sambil sesekali menghela napas. "Bukan itu yang papa harapkan, Yo."
Setelah Gaza pergi, Geo turun dan menghampiri meja makan, ada sesuatu disana, sepiring pentol mercon yang Gaza buat untuk dirinya. Senyuman Geo tertarik sedikit, rasanya ia kembali ke masa anak-anak.
"Seandainya kita bisa makan berdua, pa."
——
"Ana? Lo kenapa diam?" Tanya Ricko bingung saat Ana tak kunjung memakan makanannya.
"Eng—enggak kok. Oh iya, Rick. Kita gak usah nonton bioskop, ya?"
Ricko menautkan alis, "Waeyo?"
"Gapapa, sih. Kita jalan-jalan aja. Pengen yang sejuk-sejuk gue, Rick." Ana terkekeh pelan. Ricko tersenyum.
"Oh iya, Na. Gue mau nanya."
Ana mengalihkan pandangannya ke arah Ricko, "Apa?"
"Lo lagi deket sama cowok, gak?" Tanya Ricko tiba-tiba. Ana menautkan alis bingung, "Kenapa lo nanya gitu?" Tanya Ana balik bertanya.
"Gapapa, sih. Gue pengen tau aja."
Ana berpikir sebentar, "Ada sih, cuma ya gitu, dia tukang PHP. Gue sih gak terlalu berharap sama dia."
Ricko tersenyum tenang, "Bagus, deh. Lo kayak gini aja, jangan dekat sama cowok selain gue."
Ana menatap Ricko bingung, "Waeyo?" Ricko menggeleng, "Lupain aja."
"Ih Ricko, jelasin dong!!" Ana mengerucutkan bibirnya seketika Ricko gemas sendiri melihat Ana seperti itu.
"Lo cantik, Na." Ucapnya dengan nada serius, ada yang aneh dari kalimat itu.
Ana terdiam, kalimat yang Ricko ucapkan ke dirinya membuat cewek itu deg-degan sekaligus malu.
"Gue suka sama lo, Na." Ucap Ricko kemudian. Ana tersentak kaget, raut wajahnya sudah tidak bisa digambarkan lagi. Kalimat Ricko rasanya sulit Ana terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETISALYA
Teen FictionJatuh cinta membuat kita menjadi manusia paling bahagia di dunia. Jatuh cinta itu juga berarti kita harus siap menerima kebohongan dan pengkhianatan. Untuk kasus paling parahnya bisa jadi kehilangan. Entah itu kehilangan cinta atau kehilangan orangn...