Hari Pertama

3.7K 93 1
                                    

"Guys, kita mukbang mie goreng, kuy." Ajak Friska saat mereka tengah duduk di ruang keluarga-di rumah Verra. Mereka semua mengangguk antusias.

"Kalau gitu gue sama Chika beli mie di minimarket. Eh, pakek bon cabe enak gak, sih?" Mereka mengangguk berbarengan. Ana segera memakai sweater abu-abu begitupun dengan Chika. Mereka lantas bergegas keluar. Saat Chika membuka pintu, alangkah terkejutnya ia melihat Geo dan Azka sedang berdiri dihadapan mereka.

Ana pun sama terkejut karena Geo tidak memberitahu bahwa ia akan datang. Azka tersenyum manis saat melihat pacarnya berdiri dihadapannya. Ana dan Chika bergeser ke samping-mempersilahkan Geo dan Azka untuk masuk. Mereka berdua membawa kantong asoy yang Ana yakini berisi makanan.

Kedatangan Geo dan Azka membuat yang lainnya kaget, mereka langsung beralih menatap kantong asoy yang ada digenggaman cowok-cowok itu. Verra mempersilahkan mereka untuk duduk. Kantong tadi berisi empat bungkus nasi uduk tak lupa thai tea delapan gelas.

"Chik, nanti jalan, yuk." Ucap Azka selepas makan. Chika tampak menolak, "Masa gue tinggalin mereka disini, kan gak lucu."

"Mereka ikut juga, rame-rame kemana gitu."

Mereka mengangguk, mumpung sudah berkumpul apa salahnya jalan-jalan sebentar.

"Kamu sama aku, ya." Ucap Geo, Ana memasang wajah kesal lalu ia menyikut perut Geo. "Lo diem ih! Nanti mereka tau!"

"Lebih baik mereka tau, Na." Kata Geo, Ana menggeleng cepat. Ia belum siap memberitahukan ini ke teman-temannya.

"Jangan bilang lo udah ngasih tau ke temen-temen, lo?" Geo mengangguk sebagai jawaban. Ana memukul dada cowok itu, "Gila lo, ya."

"Eh kalian berdua, cepetan!" Teriak Friska kepada Ana dan Geo. Mereka kaget dan segera ke luar. Chika dan Azka satu mobil, Ana dan Geo juga satu mobil. Sedang Friska, Erika, Geisya, dan Verra di mobil yang lain.

--

Pagi sekali Geo sudah ngapel ke rumah Verra, Ana selalu merasa tidak enakan jika Geo datang.

"Guys, gue pergi dulu, ya, bareng Geo." Ucap Ana sedikit teriak, yang lain hanya berdehem.

Geo memakai motor ninja milikya dan menyuruh Ana untuk duduk di belakang. Cowok itu segera tancap gas saat Ana sudah naik.

Setiba di parkiran sekolah, Ana merasa risih apabila orang-orang melihat mereka berdua. Maka dari itu Ana berjalan terlebih dahulu meninggalkan Geo. Geo melepaskan helm dan segera menyusul Ana. Beruntung sekolah masih sepi hanya ada beberapa siswa-siswi yang piket.

Ana masuk ke kelasnya setelah berpisah dengan Geo di perduaan. Kelas mereka bersebrangan. Ana masuk ke kelasnya, menyalakan kipas angin karena tubuhnya sudah berkeringat. Bunyi ponsel Ana membuatnya merogoh saku celana pramuka.

Tertera nama Geo Dewa di lockscreen ponselnya. Ia lalu memencet nama Geo di atas.

Geo Dewa
Hi, baby

Ana Putri
Baby, baby. Gak ada nama lain apa?

Geo Dewa
Gk ad. Aku udh nobatin kamu sbg Geo's baby

Ana Putri
Jelek tau, panggil Ana aj!

Tanpa Ana sadari, teman-temannya sudah berdiri di belakangnya. Saking seriusnya chatinggan Ana tidak tau bahwa teman-temannya sudah datang dan menangkap basah ia yang sedang chattingan dengan Geo.

Mereka berdua mengagetkan Ana berbarengan. "Dorr!!!" Ujar mereka serempak. Ana kaget, nafasnya tak beraturan-ia menjatuhkan ponselnya ke meja saking kagetnya.

"Hayo ngapain chattingan dengan Geo?" Tanya Erika Jenaka sambil tertawa, Ana meringis menahan malu.

"Anu.. gue..."

Ana gelagapan, teman-temannya makin menaruh curiga terhadap Ana.

Chika menatap Ana dari atas sampai bawah, "Apa jangan-jangan lo-"

"ENGGAK! GUE GAK PACARAN SAMA GEO." potong Ana cepat-sedikit membentak. Mereka tertawa melihat perlakuan Ana. Sungguh, Ana ketahuan sekarang.

-

"Cie, yang udah pacaran sama Geo. Pj mana, nih?" Ledek Geisya menatap Ana saat mereka di kantin.

"Ish apa-apain, sih, kalian!!" Ana marah namun guratan merah dipipinya semakin membuat yang menjadi manusia paling menyedihkan.

Dari pintu kantin, Geo dan teman-temannya datang. Seketika Ana merasa terganggu dengan kehadiran Geo. Ia malu berhadapan dengan cowok itu.

"Gue ke toilet dulu." Ana berdiri namun tangannya segera dicekal oleh Erika. Ana kembali terduduk seperti semula. Lalu Geo dan teman-temannya menghampiri meja Ana dan duduk disana.

"Hai, Na." Sapa Geo, Ana tak membalas, ia hanya tersenyum kikuk. Sedang Chika menyapa Azka dengan lebay, "Hai, sayang. Kamu belum makan, kan? Biar aku pesen, ya?" Tanya Chika dengan suara yang dibuat terkesan imut. Hal itu membuat Azka tertawa pelan, ia menggeleng kemudian.

"Gak usah, kamu duduk aja disini, aku bisa pesen sendiri." Lalu Azka beralih memegang tangan Chika.

"Dasar bucin." Hardik Wiga kepada mereka.

"Apalah daya lo yang jomblo, yang gak, Iga?" Tanya Jeza. Wiga tersenyum meremehkan, "Lo juga Eja bangsat!"

Ardo hanya tertawa saja mendengar lelucon teman-temannya. Matanya beralih menatap Erika, Erika terkesan dingin sekarang. Ardo tau, cewek itu marah padanya.

"Erika.." panggil Ardo pelan. "Lo pulang bareng gue, ya?" Tanyanya. Erika tak menjawab, ia sibuk mengaduk-aduk es teh dihadapannya.

"Maafin gue, ya. Gue tau lo marah." Ujar Ardo lagi, Erika masih tidak merespon. Entah mengapa, Erika ingin pergi dari kantin. Rasanya malas berhadapan dengan cowok brengsek seperti Ardo.

Erika beranjak dari tempat ia duduk, "Guys, gue ke kelas." Erika lalu meninggalkan kantin dengan keadaan marah. Ardo menghela napas, ia lalu ikut beranjak menyusul Erika.

"Gue mau ke kelas juga, ya. Bye sayang-sayangku." Bukan anggukan yang diterima Ardo malah sebuah cemoohan dari mereka.

Ardo menyusul Erika yang berjalan di koridor lantai dua, sudah sedari tadi Ardo memanggil nama cewek itu namun tidak dibalas.

"Erika, tunggu dong. Gue mau ngomong."

"Erika.."

"Rika.."

"Erik.."

Tiba-tiba saja Erika berhenti, Ardo juga ikut berhenti. Erika berbalik menuju ke angka 6 jarum jam. Ia menelaah Ardo dari atas sampai bawah.

"Mulai sekarang, jangan panggil gue, jangan ngomong sama gue, dan jangan munculin diri lo yang brengsek itu dihadapan gue!" Ucap Erika tegas. Ia berbalik badan, berjalan seperti semula menuju kelasnya yang tak jauh dari tempat oa berhenti.

Entah mengapa, hati Ardo teriris mendengar ucapan yang keluar dari mulut cewek itu.

"Seandainya lo tau kalau dia itu cuma sepupu gue, masalah kita pasti gak akan seribet ini." Cicit Ardo murung.

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang