Still gray, your love.
***
"Geo," panggil Gaza ke anak semata wayangnya, Gaza mendudukan diri di sofa tepat disamping Geo.
"Apa, pa?"
"Papa mau ngomong sama kamu." ucap Gaza, Geo tampaknya jengah mendengar omongan papanya, "To the point aja." balas Geo datar, Gaza tampak menghembuskan nafas seakan tidak siap untuk memberitahukannya ke Geo.
"Istri papa ulang tahun, jadi dia pengen kamu dateng ke rumahnya nanti malam jam 8, sekali ini aja kamu dateng ya, please?"
Geo tak menggubris ucapan papanya itu, terlalu malas mungkin, matanya masih fokus ke televisi hingga ia tak sadar dari tadi Gaza menunggu jawaban keluar dari mulut anaknya itu.
"Sekali aja, ya? Dia sekarang mama kamu, Yo." ucap papa berusaha memelas. Geo tertawa kecil, "Geo gak pernah minta punya mama baru, Pa. Mama Geo cuma satu." balas Geo yang membuat Gaza tak berkutik, Gaza kali ini kalah telak.
Geo meninggalkan papanya di ruang yang tak layak disebut ruang keluarga. Ia berjalan dengan perasaan tak karuan, sungguh ia tidak ingin bersikap dingin ke papanya, ia ingin seperti dulu dipenuhi kasih sayang, tapu waktulah yang mengubah segalanya.
"Papa cuma pengen kamu dateng, Yoyo."
Langkah Geo terhenti, disaat papanya memanggil nama kecilnya sangat terasa asing ditelinga Geo. Hanya mamanya lah yang sering memanggilnya Yoyo, yang jarang atau bahkan tidak sama sekali.
"Geo sibuk." Geo melanjutkan langkahnya menaiki tangga hingga tak terlihat lagi dimata Gaza. Sesudah Geo menutup pintu kamarnya, pertahanan Geo luntur, ia tidak bisa membendung tangisannya yang sudah belasan tahun ia tahan. Ia bukan robot yang tidak punya perasaan, hatinya juga bisa menangis.
"Ma, Yoyo kangen mama, Yoyo juga kangen papa." ucap Geo pelan, kemudian ia menyeka air matanya yang membuat pipinya basah.
"Udah Geo, gak usah nangis. Entar lo gak ganteng lagi," ucap Geo menasehati dirinya sendiri. Geo merogoh ponsel disaku celananya, jam sudah menunjukkan pukul 8 kurang, itu artinya Gaza sudah pergi ke rumah istrinya
Geo menekan kontak Ana dan menelponya, Ana tak kunjung mengangkat telpon Geo. Hinga telpon yang kelima pun tak Ana angkat. Padahal hari ini malam minggu, Ana masih juga suka sibuk. Telpon yang keenam akhirnya diangkat oleh Ana.
"Hallo, Na. Lo dimana?"
"Di rumah."
"Sibuk gak? Gue pengen ngajak lo jalan."
"Hm, ada abang gue."
"Gapapa, biar gue yang izinin. Lo siap-siap ya, kalo bisa pake dress."
"Iya-iya, bye."
Geo mengganti bajunya dengan menggunakan kemeja dan bawahannya menggunakan jeans. Tak lupa ia memasukkan dompet ke saku belakangnya. Geo memandang pantulan dirinya dicermin, sudah perfect dan kadar kegantengan Geo meningkat.
Geo turun ke bawah dan segera mengunci rumahnya, ia sengaja menaiki mobil agar nanti Ana tidak kedinginan. Mobilnya melaju dengan kecepatan sedang menuju blok G, rumah Ana. Setiba di depan rumah Ana, Geo keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam.
"Ana, Ana!" panggil Geo dari luar, tapi saat seseorang membuka pintu, bukan Ana yang Geo lihat melainkan abangnya Geo.
"Permisi, bang. Ana ada?" tanya Geo sopan. Revan menautkan kedua alisnya bingung, jarang sekali Ana dijemput oleh cowok.
"Siapa, ya?" tanya Revan agak curiga.
Geo nyengir sambil menggaruk tengkuknya, "Gue pac-"
"Eh Geo? Maaf ya gue lama banget." ucap Ana memotong pembicaraan Geo. Balutan dress berwarna abu-abu dengan polesan make up tipis membuat Geo tak berkutik, Malam ini Ana begitu cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETISALYA
Teen FictionJatuh cinta membuat kita menjadi manusia paling bahagia di dunia. Jatuh cinta itu juga berarti kita harus siap menerima kebohongan dan pengkhianatan. Untuk kasus paling parahnya bisa jadi kehilangan. Entah itu kehilangan cinta atau kehilangan orangn...