ii

15.2K 1K 304
                                        

🎶 Jess Glynne - Hold My Hand 🎶

Pagi ini Sarada marah, selama sarapan dia selalu menunduk dengan bahu bergetar karena menangis. Hal tersebut bermula sejak tadi pagi saat dia membuka mata dan menemukan ranjang kedua orang tuanya kosong, menyisakan dia seorang diri di atas ranjang dan di dalam kamar besar milik orang tuanya.

Dengan perasaan campur aduk antara takut—karena nyatanya matahari sama sekali belum muncul—dan kesal—karena kedua orang tuanya ternyata tidak tidur dengannya semalam—anak itu melesat keluar dari kamar Mama Papanya.

Rasa takutnya sirna dan rasa kesalnya meningkat sampai ke ubun-ubun kala mendapati kedua orang tuanya tengah tidur lelap saling berpelukan satu sama lain beralaskan karpet tebal di depan televisi layar datar ukuran 50 inch yang masih menyala seolah meninabobokan kedua manusia dewasa itu dengan suara film action yang sedang tayang di layar.

Perasaan terkhianati menggerogoti hati Sarada. Berjam-jam dia menahan kantuk demi menunggu Ayahnya pulang ke rumah dengan harapan saat Ayahnya pulang dia bisa tidur bertiga dengan orang tuanya. Dia akan tidur di antara dua manusia yang paling dia sayangi, berselimutkan pelukan hangat dari Mama Papanya, lalu terbangun karena risih oleh ciuman bertubi-tubi yang dia dapat dari Mama Papanya.

Tapi nyatanya? Ekspektasi melenceng sangat amat jauh dari realita.

Mama Papanya tidur, saling berpelukan, menghangatkan diri dengan dekapan satu sama lain, dan terbangun oleh suara jeritan melengking penuh protes dan amarah dari Sarada.

Terdengar amat menyebalkan dan mengganggu memang. Tapi mau bagaimana lagi? Sarada sudah terlanjur merasa terkhianati.

"Mama minta maaf Salad, semalam kami tidak sengaja tertidur di depan televisi. Kami hanya ingin nonton televisi saja dan tidak sengaja ketiduran di sana," bujuk Sakura pada Sarada entah untuk keberapa kalinya.

Anak itu menggeleng kuat. Tak mau percaya begitu saja dengan ucapan Ibunya.

Bahu Sakura meluruh di sandaran kursi, merasa menyerah karena Sarada masih mengabaikannya. Ibu satu anak itu bangkit dari kursinya membawa piring dan gelas kotor bekas sarapan pagi mereka, membasuh piring itu di bak cuci kemudian mengeringkannya.

Sementara itu Sasuke meninggalkan kursinya, duduk berjongkok di sebelah kursi Sarada. Lelaki itu menarik dagu Sarada hingga mata mereka bertemu.

"Semalam itu benar-benar tidak direncanakan. Papa minta maaf padamu, oke? Papa janji nanti malam kau akan tidur dengan kami. Bagaimana?" Ucap Sasuke dengan raut wajah yang tak pernah dia tunjukan pada siapapun kecuali pada Sarada dan di saat yg amat terdesak sama seperti saat ini.

Bukannya mereda, tangis Sarada malah makin menjadi. Tak kuasa menahan perasaan campur aduk dalam hatinya Sarada menubruk tubuh Sasuke yang berjongkok di sebelahnya, menenggelamkan tubuh mungilnya dalam dekapan erat sang Ayah.

"Papa dan Mama sudah berbohong padaku!" Teriakan Sarada redam di ceruk leher Sasuke. Tak mengelak ucapan anak gadisnya Sasuke hanya mengangguk dan mengusap punggung Sarada yang naik turun karena menangis.

"Nanti malam tidak akan bohong lagi. Papa benar-benar janji padamu," bisik Sasuke di telinga Sarada. Tanpa menunggu jawaban Sarada, Sasuke mengangkat tubuh Sarada untuk turun dari kursi. Dengan telaten Sasuke menghapus air mata dan ingus Sarada menggunakan tisyu, berkali-kali mengisyaratkan pada Sarada agar anak itu berhenti menangis.

"Ayo berangkat. Ini hari pertamamu sekolah, jadi kau tidak boleh terlihat kacau." Sasuke merapikan sweater rajut yang dikenakan Sarada, menepuk rok merah marun selutut yang dipakai Sarada. Memastikan dengan benar bahwa putrinya sudah rapi untuk berangkat ke sekolah.

SINGLE New GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang