xx

11.1K 685 144
                                        

🎶 Louis Tomlinson ft. Bebe Rexha - Back To You 🎶

Aku berjalan pelan menyusuri koridor rumah sakit yang pagi—menjelang siang—ini sangat ramai dipenuhi dengan sederet pasien yang mengantri untuk curhat kepada dokter mengenai penyakit yang di derita oleh mereka.

Tak terhitung lagi berapa banyak kali aku menyusuri lorong ini. Sudah keterlaluan sering untukku keluar masuk area rumah sakit yang selalu begitu-begitu saja karena belum ada renovasi.

Beberapa orang memandangku dengan tatapan yang tak dapat aku artikan. Tapi seramah mungkin ku balas tatapan mereka dengan sebuah senyum yang entah terlihat atau tidak oleh mereka.

Seperti angin, secepat itu pula aku mengabaikan pandangan dari beberapa pasien, suster dan dokter yang berpapasan denganku tadi.

Satu cup kopi hangat berlabel kedai minuman terkenal ada di tangan kiriku, sedang tangan kananku merogoh ponsel pintar yang ada di saku jas, aku membuka aplikasi chatting dan menggulir—lagi—histori pesanku dengan Ibuku tadi pagi.

Kemudian kulihat lagi sebuah foto yang menampakkan Ibuku terbaring dengan mata terpejam, infuse di tangan kiri, masker oksigen menutup bagian mulut dan hidungnya.

Aku menghela nafas panjang dan memutar kedua bola mataku bosan.

"Mama...," desahku.

***

Lift berdenting dan pintu terbuka. Aku sampai di lantai enam. Langkahku berbelok ke kanan, lorong kali ini tidak seramai lantai dasar karena lorong sebelah kanan di lantai enam adalah khusus untuk kamar inap VIP sedangkan lorong sebelah kiri di lantai enam adalah khusus untuk kamar inap kelas satu.

Aku berhenti di depan pintu kayu yang memiliki tanda angka 5 di bagian depan, kemudian aku memutar kenop dan masuk ke dalam kamar yang hawa dinginnya langsung menyeruak inderaku oleh pengaruh air conditioner.

"Kenapa baru tiba?"

"Hn," jawabku singkat dan segera menaikkan suhu AC menjadi 20 yang semula dipasang di angka 14 derajat. "Apa Mama tidak takut hipotermia memasang suhu serendah tadi?" Omelku setelah meletakkan cup kopi di meja kaca dan meluruhkan tasku di sofa seberang ranjang rawat Mamaku.

Wanita paruh baya yang masih cantik jelita itu balas mengomel. Yang membuatku takjub adalah dia masih sanggup mengomeliku perihal suhu AC satu jam setelah bangun dari pingsannya dan dia sudah bisa mengomel di balik masker oksigen yang bahkan belum menyingkir dari atas hidung dan mulutnya.

Luar biasa bukan? Mamaku!

"Di mana Papa?" Tanyaku setelah menduduki kursi kosong di sebelah ranjangnya—mengabaikan ocehannya tentang suhu AC yang membuatnya berkeringat.

Dia masih tidak menjawab dan kurasa jawabannya tak lagi kuperlukan karena aku telah meraih ponselku dari saku jas dan mengirim pesan langsung kepada Papa lalu menanyakan di mana keberadaannya sekarang ini, padahal istri tercintanya sedang asyik menggerutu pada anak perempuannya.

Tak butuh lima menit bagi Papa untuk membalas pesanku.

Papa❤ : Membeli cheese burger dan cola pesanan Mama. Kau ingin sesuatu?

Aku melirik Mamaku malas. Cukup sudah!

Isi pesan Papa sudah menyampaikan segalanya!

"Sarada!" Aku bernafas panjang setelah mendapat bentakan dari Mama, kemudian meletakkan ponselku di nakas sebelah ranjangnya.

"Ya, Mamaku sayang?" Ucapku dengan nada manja dibuat-buat, kuusap lembut helaian merah mudanya yang jatuh di atas bantal. "Jadi, Mamaku yang cantik jelita ini sakit apa lagi? Sampai-sampai dilarikan ke rumah sakit, lagi?" Tanyaku seraya memberi penekanan pada kata lagi.

SINGLE New GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang