iv

10.7K 830 287
                                    

🎶 Scenario Art - Sayonara Moontown 🎶

Hari demi hari terus berganti tanpa ada yang bisa mencegahnya. Waktu pun demikian, tak mengizinkan diri sendiri untuk sejenak berhenti dan beristirahat. Secepat angin berhembus, secepat itu pula waktu berlalu. Tak ada yang punya kuasa untuk menentang laju sang waktu.

Tanpa terasa 6 bulan sudah terlewati, itu artinya Sarada sudah 6 bulan bersekolah di sekolah umum. Banyak suka duka yang dia lalui selama menjadi siswa di sekolah umum. Tapi berkat adanya orang-orang di sekitarnya dia menjadi kuat melalui duka tersebut hingga yang terasa hanyalah suka.

Sekolah umum memaksa Sarada memiliki banyak aktifitas di luar rumah, contohnya, kegiatan ekstrakulikuler, jam tambahan pelajaran dan kadang pihak sekolah mengadakan kegiatan belajar di luar sekolah—kunjungan ke tempat-tempat tertentu.

Perihal teman, pelan tapi pasti Sarada mulai menemukan temannya. Dia sudah akrab dan tidak canggung lagi dengan Namida. Dengan Wasabi dia pun berteman walaupun tidak terlalu akrab dan Wasabi masih menggunakan nada ketus dan tidak enak didengar setiap kali bicara dengan Sarada.

Menurut Sarada, Wasabi adalah anak tidak suka tersaingi dan agak sedikit pamer. Namun di samping itu Wasabi adalah anak yang baik, buktinya Sarada sering dibawakan oleh-oleh jika Wasabi sedang pergi keluar kota. Entah untuk pamer atau memang tulus memberi itu tidak terpikir di otak bocah sepolos Sarada.

Sarada juga sering mengajak Namida—dan kadang Wasabi ikut—pergi ke rumahnya atau ke café orang tuanya. Tentu saja ketiganya senang-senang saja karena Sakura menyambut baik dan tidak mengganggu dunia tiga bocah tersebut.

Berkat adanya Namida dan Wasabi, Sarada tidak kesepian lagi. Di bulan-bulan pertama Sarada sekolah dia merasa jenuh karena selesai sekolah dia harus pulang ke café, menunggu di sana sampai Mamanya selesai kerja. Di café dia tak punya teman sebaya, semuanya orang-orang dewasa yang sibuk dengan urusan masing-masing.

Setidaknya sekolah umum jauh lebih menyenangkan dibanding belajar sendiri. Begitu pikir Sarada.

Saat ini anak itu sedang duduk cemas di salah satu bangku kantin bersama Namida dan Wasabi. Mereka bertiga duduk melingkar ditemani suasana ramai kantin.

Sekarang masih pagi, baru sekitar lima belas menit yang lalu bel masuk berbunyi, namun karena pagi ini berbeda jadi ketiga anak itu—dan anak-anak lain—tidak kelimpungan masuk ke dalam kelas masing-masing.

Pagi ini adalah hari penerimaan hasil belajar. Rapor siswa diambil oleh wali murid masing-masing, undangan bagi orang tua untuk datang ke sekolah adalah pukul 8 tepat. Sekarang baru pukul 7 lewat 19 menit tapi di sekolah sudah banyak terlihat wali murid yang datang dengan tujuan sama, yaitu untuk mengambil hasil belajar anak mereka.

Banyak dari antara anak-anak di kelas Sarada yang cemas memikirkan nilai mereka. Ada beberapa yang takut dimarahi oleh orang tuanya karena nilainya buruk, ada pula yang takut tidak naik kelas karena nilainya kurang.

Tapi bukan itu yang membuat Sarada cemas. Dia cemas menunggu, menunggu seseorang yang sudah janji akan datang untuk mengambil rapor-nya.

Dia cemas menunggu Papanya yang tak tahu apakah sekarang sudah naik pesawat menuju Osaka atau belum.

Sasuke sudah berjanji akan mengambil hasil belajar Sarada karena Sakura dipastikan tidak bisa mengambil rapor anaknya. Wanita itu ada keperluan mengantar Kizashi dan Mebuki ke dokter untuk check up kesehatan yang rutin dilakukan selama tiga bulan sekali.

"Sarada!"

"Huh?" Kepalanya tersentak sehingga menatap Wasabi yang memanggilnya sedikit keras.

"Kau takut ya nilaimu jelek, makanya kau diam saja dari tadi?" Sambung Wasabi.

SINGLE New GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang